Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Validasi Sosial Berlebihan Justru Merusak Kepercayaan Diri

ilustrasi bersalaman (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi bersalaman (pexels.com/Karolina Grabowska)

Terkadang kita mengejar segala sesuatu hanya untuk meraih validasi sosial. Reaksi positif dari orang lain dijadikan sebagai patokan utama. Seolah tidak mempercayai jika validasi sosial yang berlebihan justru merusak kepercayaan diri.

Padahal ini ditunjukkan melalui fakta-fakta yang dapat dilihat secara langsung. Orang yang terlalu sering menerima validasi sosial akan bergantung pada standar orang lain. Mereka juga cenderung ragu-ragu dalam mengaktualisasikan diri. Mengenai fakta bahwa validasi sosial yang berlebihan justru merusak kepercayaan diri, temukan penjelasannya di bawah ini.

1. Ketergantungan pada pengakuan eksternal

ilustrasi bersalaman (pexels.com/Kindel Media)
ilustrasi bersalaman (pexels.com/Kindel Media)

Tanpa sadar banyak orang menjadikan validasi sosial sebagai tujuan. Mereka merasa ada yang kurang jika tidak memperoleh pujian atau kalimat positif dari orang lain. Bahkan sampai rela melakukan segala cara agar memperoleh validasi sosial yang diinginkan.

Mereka tidak menyadari jika validasi sosial yang berlebihan justru merusak kepercayaan diri. Ini membuat kita mengalami ketergantungan pada pengakuan eksternal. Rasa percaya diri tergantung pada apa yang orang lain pikirkan atau katakan.

2. Pengembangan jati diri yang terhambat

ilustrasi merasa lelah (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi merasa lelah (pexels.com/Karolina Grabowska)

Untuk menjadi manusia yang mampu mengenali diri secara utuh, kita harus mampu mengembangkan diri dengan baik. Mulai dari mengenal tujuan hidup, nilai dan cita-cita yang dijadikan pedoman, serta sumber kebahagiaan dan kepuasan dalam jangka panjang.

Tapi menjadi masalah tersendiri Ketika seseorang justru menjadikan validasi sosial sebagai patokan utama. Pada akhirnya ini yang akan merusak kepercayaan diri. Validasi sosial berlebihan membuat pengembangan jati diri menjadi terhambat. Seseorang mengorbankan kepribadian dan nilai-nilai mereka demi menyenangkan orang lain.

3. Perasaan cemas dan tidak aman yang mendominasi

ilustrasi merasa cemas  (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi merasa cemas (pexels.com/Mikhail Nilov)

Validasi sosial tentu menjadi hal yang sudah tidak asing lagi. Bagi beberapa orang, mereka seperti kecanduan oleh validasi sosial. Namun tidak memahami fakta jika validasi sosial yang berlebihan justru merusak kepercayaan diri yang sudah tertanam.

Mengapa demikian? Karena ini yang akan menumbuhkan perasaan cemas dan tidak aman di dalam diri. Validasi sosial yang berlebihan sering membuat seseorang merasa terus-menerus dinilai atau diawasi. Lambat laun akan memicu kecemasan sosial dan ketakutan akan penolakan yang berlebihan.

4. Terpaku pada perbandingan dengan orang lain

ilustrasi membandingkan diri (pexels.com/Alexander Suhorucov)
ilustrasi membandingkan diri (pexels.com/Alexander Suhorucov)

Perbandingan dengan orang lain sebenarnya dapat menumbuhkan jiwa kompetitif. Tapi jika ini terlalu berlebihan, justru membuat fokus dan konsentrasi terpecah. Bahkan seseorang tidak mampu memahami apa yang sebenarnya ingin dicapai, kecuali menang atau kalah.

Hal ini juga menjadi fakta bahwa validasi sosial yang berlebihan justru merusak kepercayaan diri. Pada akhirnya seseorang terpaku pada perbandingan dengan orang lain secara fanatik. Perbandingan ini sering kali tidak adil dan tidak realistis, sehingga menurunkan rasa percaya diri.

5. Menciptakan kepuasan yang bersifat semu

ilustrasi bersorak kegirangan (pexels.com/Mikael Blomkvist)
ilustrasi bersorak kegirangan (pexels.com/Mikael Blomkvist)

Sudahkah kamu menyadari jika validasi sosial yang berlebihan justru merusak kepercayaan diri? Atau malah menjadi orang yang terus memburu validasi sosial tanpa habis? Seharusnya kesadaran ini dimiliki setiap individu seiring dengan fakta-fakta yang ditunjukkan.

Validasi sosial yang berlebihan justru menciptakan kepuasan yang bersifat semu. Ketika seseorang mendapatkan validasi sosial tanpa pencapaian nyata, mereka merasa baik hanya untuk sementara. Ini menciptakan kepercayaan diri yang rapuh karena tidak didasarkan pada kemampuan atau usaha yang sebenarnya.

Seringkali kita menjadi orang yang kecanduan validasi sosial berlebihan. Namun mengesampingkan fakta bahwa validasi sosial justru berpotensi merusak kepercayaan diri. Seseorang akan ketergantungan pada pengakuan eksternal. Hal ini yang akan menciptakan kecemasan dan kepuasan semu sehingga tidak merasa bahagia secara utuh.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mutiatuz Zahro
EditorMutiatuz Zahro
Follow Us