5 Hal yang Bikin Imposter Syndrome Sulit Hilang, Meski Kamu Sukses

- Terlalu membandingkan diri dengan orang lain.
- Merasa kesuksesan hanya hasil keberuntungan.
- Terjebak dalam standar perfeksionis.
Kamu sudah mencapai banyak hal dalam hidup, tapi hati masih saja terasa kosong. Setiap pencapaian yang diraih justru memunculkan rasa insecure, seolah semua itu cuma kebetulan belaka. Alih-alih bahagia, kamu malah dihantui oleh pikiran kalau orang lain akan segera tahu bahwa kamu “tidak sepantasnya” berada di posisi sekarang.
Fenomena ini dikenal dengan istilah imposter syndrome. Meskipun sukses terlihat jelas dari luar, di dalam diri ada pertarungan mental yang bikin kepercayaan diri terus goyah. Kalau kamu merasa seperti ini, mungkin ada beberapa hal yang diam-diam bikin imposter syndrome sulit hilang dari hidupmu. Yuk simak!
1. Terlalu membandingkan diri dengan orang lain

Salah satu akar imposter syndrome adalah kebiasaan membandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Padahal, setiap orang punya jalannya masing-masing dalam menempuh kesuksesan. Ketika terus melihat pencapaian orang lain sebagai tolok ukur, rasa tidak cukup akan semakin kuat.
Kamu jadi merasa semua yang kamu capai masih terlalu kecil dibandingkan mereka. Padahal, ukuran sukses itu gak ada standar baku yang sama untuk semua orang. Menghargai langkahmu sendiri adalah cara paling sehat untuk menjaga mental health dan kepercayaan diri.
2. Merasa kesuksesan hanya hasil keberuntungan

Banyak orang dengan imposter syndrome sering menilai keberhasilan yang diraih hanya kebetulan. Mereka cenderung menganggap kerja keras, usaha, dan strategi yang dilakukan tidak ada artinya. Semua capaian hanya dilabeli sebagai “hoki.”
Pola pikir seperti ini justru menggerogoti pengembangan diri. Kalau kamu selalu menganggap prestasi sebagai hasil keberuntungan, maka usaha untuk berkembang akan terasa sia-sia. Faktanya, konsistensi dan dedikasi yang kamu lakukan adalah fondasi utama dari setiap pencapaian.
3. Terjebak dalam standar perfeksionis

Perfeksionisme seringkali jadi bahan bakar utama imposter syndrome. Kamu merasa gak cukup baik kalau belum mencapai standar yang sangat tinggi, bahkan tidak realistis. Hasilnya, meski sudah berhasil, perasaan gagal tetap menghantui.
Kamu jadi sulit merayakan pencapaian karena fokus pada kekurangan kecil. Padahal, kesuksesan tidak selalu berarti sempurna tanpa cela. Justru dengan menerima ketidaksempurnaan, kamu bisa belajar lebih banyak dan menguatkan mental health secara sehat.
4. Minim validasi dari lingkungan sekitar

Dukungan dari orang lain berperan besar dalam membangun rasa percaya diri. Sayangnya, tidak semua orang mendapat validasi atau apresiasi yang cukup dari lingkungan sekitar. Akibatnya, kamu merasa seakan-akan pencapaianmu tidak berharga.
Tanpa adanya pengakuan, rasa insecure lebih mudah tumbuh subur. Bukan berarti kamu harus bergantung penuh pada apresiasi orang lain, tapi sedikit validasi bisa membantu meneguhkan langkah. Ingat, apresiasi bukan kelemahan, melainkan kebutuhan manusiawi.
5. Selalu takut gagal di masa depan

Pikiran bahwa suatu saat akan gagal bisa membuat imposter syndrome semakin kuat. Kamu merasa seakan kesuksesan saat ini hanya sementara dan sebentar lagi akan hancur. Ketakutan itu membuatmu sulit menikmati hasil kerja keras yang sudah tercapai.
Ketakutan gagal sebenarnya wajar, tapi jangan sampai menelan seluruh keyakinanmu. Rasa takut bisa dijadikan motivasi, asal tidak mendikte semua keputusan hidup. Kalau terus dibiarkan, kamu hanya akan kehilangan rasa syukur pada proses yang sudah kamu jalani.
Rasa tidak pantas meski sudah sukses adalah beban yang sering kali lebih berat dari sekadar tekanan kerja. Imposter syndrome memang bisa muncul diam-diam, tapi bukan berarti kamu gak bisa melawannya. Yuk, mulai belajar mengapresiasi usaha kecil yang sudah kamu lakukan, karena setiap langkahmu tetap berharga dan layak dirayakan.