Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Kamu Punya Inner Critic yang Harus Dikelola, Segera Sadari!

Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/İlkin Efendiyev)
Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/İlkin Efendiyev)

Setiap orang pasti pernah mengalami momen di mana suara kecil dalam kepala mereka menjadi terlalu keras. Mengkritik tanpa henti hingga memengaruhi perasaan dan tindakan.

Inner critic atau pengkritik batin ini sering kali muncul tanpa disadari, tetapi dampaknya bisa sangat besar. Berikut adalah lima tanda kamu memiliki inner critic yang perlu dikelola agar tidak menghambat perkembangan diri.

1. Kamu terlalu sering merasa tidak cukup baik

Ilustrasi punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/İlkin Efendiyev)
Ilustrasi punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/İlkin Efendiyev)

Jika kamu merasa apa pun yang kamu lakukan tidak pernah cukup baik, itu bisa menjadi tanda inner critic sedang mendominasi. Misalnya, meskipun kamu sudah bekerja keras dan mendapatkan hasil yang baik, kamu masih merasa bahwa ada yang kurang. Suara ini mungkin berkata, "Harusnya kamu bisa lebih baik lagi."

Tanpa disadari, perasaan ini membuat kamu terus menerus meremehkan diri sendiri. Padahal, penting untuk mengapresiasi setiap usaha yang telah dilakukan. Ingatlah, menjadi cukup baik adalah perjalanan, bukan tujuan instan. Cobalah untuk mengganti kritik tersebut dengan apresiasi sederhana, seperti, “Aku sudah melakukan yang terbaik, dan itu cukup untuk saat ini.”

2. Perfeksionisme yang membebani

Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/cottonbro studio)
Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/cottonbro studio)

Apakah kamu merasa semuanya harus sempurna sebelum bisa dianggap layak? Jika iya, inner critic mungkin sedang memaksamu menetapkan standar yang terlalu tinggi. Perfeksionisme sering kali terlihat seperti dorongan untuk maju, tetapi sebenarnya, ini bisa menjadi jebakan yang melelahkan dan tidak realistis.

Hasilnya, kamu jadi sulit menikmati proses dan cenderung menunda-nunda pekerjaan karena takut hasilnya tidak sesuai ekspektasi. Untuk mengatasinya, coba fokus pada progres, bukan kesempurnaan. Terima bahwa manusia memiliki keterbatasan, dan tidak ada yang selalu sempurna dalam segala hal.

3. Kamu mudah membandingkan diri dengan orang lain

Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/Thirdman)
Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/Thirdman)

Saat scroll media sosial, pernahkah kamu merasa diri ini kalah jauh dibandingkan orang lain? Inner critic sering memanfaatkan momen ini untuk membuatmu merasa kecil. Kamu mulai berpikir, “Kenapa hidupku tidak sebaik mereka?” atau “Aku seharusnya sudah mencapai itu di usiaku sekarang.”

Perbandingan seperti ini tidak hanya tidak adil, tetapi juga merusak. Hidup bukanlah perlombaan, dan setiap orang punya jalannya sendiri. Daripada fokus pada apa yang tidak kamu miliki, cobalah untuk bersyukur atas hal-hal kecil yang sudah menjadi milikmu saat ini.

4. Kamu sulit menerima pujian

Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/Atahan Demir)
Ilustrasi tanda punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/Atahan Demir)

Inner critic sering kali membuatmu merasa tidak layak menerima pujian. Ketika seseorang memuji hasil kerjamu, responsmu mungkin cenderung menghindar, seperti berkata, “Ah, itu biasa saja,” atau “Aku cuma beruntung.”

Hal ini terjadi karena pengkritik batinmu menanamkan rasa tidak percaya diri. Padahal, menerima pujian bukanlah tanda kesombongan, melainkan bentuk penghargaan terhadap usaha yang telah kamu lakukan. Mulailah dengan berkata, “Terima kasih,” dan biarkan diri sendiri merasakan validasi tersebut.

5. Rasa takut gagal yang berlebihan

Ilustrasi punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/Joyce Dias)
Ilustrasi punya inner critic harus dikelola(Pexel.com/Joyce Dias)

Ketakutan akan kegagalan bisa menjadi sinyal jelas dari inner critic yang mendikte langkahmu. Kamu merasa takut untuk mencoba hal baru karena bayangan kegagalan terus menghantuimu. “Bagaimana jika aku gagal dan orang-orang melihatku tidak kompeten?” suara itu berbisik.

Ketakutan ini membuat kamu kehilangan banyak kesempatan dan memenjarakan diri dalam zona nyaman. Padahal, kegagalan adalah bagian alami dari proses belajar. Cobalah untuk melihat kegagalan sebagai guru, bukan ancaman. Setiap langkah maju, bahkan yang kecil sekalipun, adalah kemenangan atas ketakutanmu.

Inner critic memang bagian dari diri kita yang sulit dihindari, tetapi bukan berarti ia harus selalu memegang kendali. Mengelola suara ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesadaran dan keinginan untuk berubah. Berlatih self-compassion adalah langkah awal yang penting. Hargai dirimu, akui usahamu, dan ingat bahwa kamu layak untuk bahagia tanpa perlu menyiksa diri dengan kritik yang tidak membangun.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Afifah
EditorAfifah
Follow Us