Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Dampak Negatif Memilih Tumbuh di Bawah Kritikan Destruktif 

ilustrasi bullying (pexels.com/Yan Krukau)

Tanpa sadar kita kerap menjumpai kritikan destruktif dari orang lain. Entah dalam forum resmi maupun sesama rekan kerja. Tidak jarang kritikan destruktif disampaikan secara terang-terangan di depan umum. Tapi apakah kita akan memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain?

Setiap kalimat dari mereka dianggap sebagai suatu kebenaran. Bahkan rasa percaya diri pupus sehingga tidak berani berkreativitas. Memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain bukan keputusan bijaksana. Deretan dampak negatif ini mungkin akan terjadi.

1. Rasa percaya diri mengalami penurunan

ilustrasi orang pesimis (pexels.com/Karolina Grabowska)

Kita tidak bisa mengendalikan setiap ucapan yang keluar dari mulut orang lain. Karena tidak semuanya mampu menghargai kerja keras dengan baik. Beberapa diantaranya adalah manusia dengan kebiasaan mengkritik secara destruktif. Pada kenyataannya memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain merupakan keputusan keliru.

Dampak negatifnya, kita akan mengalami penurunan percaya diri. Dalam bertindak hanya mengedepankan sikap pesimis dan minder. Bahkan menghakimi diri sebagai sosok manusia yang tidak memiliki kemampuan apapun. Kritikan destruktif dari orang lain dianggap sebagai kebenaran.

2. Rasa takut dalam berkarya

ilustrasi merasa takut (pexels.com/EKATERINA BOLOVTSOVA)

Setiap orang berhak berkreativitas asal tidak melanggar aturan. Tapi pada situasi tertentu, kita terjebak dalam lingkungan yang tidak mendukung. Orang-orang tidak mampu menghargai hasil karya orang lain dengan bijaksana. Sebaliknya, justru melayangkan kritikan destruktif.

Tentu ini menjadi akibat buruk yang harus ditanggung. Memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain, kita akan terjebak rasa takut dalam berkreativitas. Kritik terus-menerus dapat menyebabkan stres kronis yang berujung pada kecemasan dan depresi.

3. Mengganggu keseimbangan emosi dan pikiran

ilustrasi merasa sedih (pexels.com/ANTONI SHKRABA Production)

Antara emosi dan pikiran seharusnya berjalan selaras. Karena ini yang mencerminkan keseimbangan hidup dengan baik. Meskipun begitu, keseimbangan emosi dan pikiran tergantung dari sikap kita dalam menghadapi ucapan orang-orang sekitar.

Terdapat dampak negatif memilih tumpah di bawah kritikan destruktif orang lain. Sikap demikian mengganggu keseimbangan emosi dan pikiran. Dalam bertindak hanya mengedepankan sudut pandang subjektif. Tapi tidak mau melihat kebenaran secara nyata.

4. Tidak memiliki kesempatan mengaktualisasikan diri

ilustrasi kelelahan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Siapa yang berhak mengaktualisasikan diri secara optimal? Tentunya setiap dari kita berhak melakukan hal tersebut. Tapi menjadi dampak negatif tersendiri ketika kita memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain.

Kita tumbuh sebagai individu yang takut dan ragu-ragu dalam mengambil langkah. Tidak jarang kerap menyia-nyiakan peluang emas yang hadir. Pada akhirnya, tidak memiliki kesempatan mengaktualisasikan diri secara nyata. Tanpa sadar hanya menuruti keinginan dan ambisi orang lain.

5. Pikiran negatif tidak terkontrol

ilustrasi berpikiran negatif (pexels.com/Liza Summer)

Setiap orang berhak mengatur pola pikir dalam dirinya. Apakah memutuskan memiliki pola pikir yang positif. Atau malah mengedepankan sudut pandang negatif dalam setiap keadaan. Semua juga memiliki konsekuensi masing-masing yang harus ditanggung.

Menjadi sisi buruk Ketika kita memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain. Hal ini pada akhirnya memicu pikiran negatif yang tidak terkontrol. Seseorang merasa selalu bersalah atau malu atas ketidaksempurnaan atau kesalahan kecil.

6. Tumbuh menjadi individu yang gampang berputus asa

ilustrasi putus asa (pexels.com/Pixabay)

Orang-orang di sekitar terkadang memiliki sikap kurang bijaksana. Alih-alih mengapresiasi kerja keras orang lain, justru mengedepankan kritikan destruktif. Bahkan menganggap pendapatnya sebagai bukti yang valid. Namun, apakah kita memilih tunduk di bawah kritikan tersebut?

Ketika seseorang memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif, ia menjadi individu yang gampang berputus asa. Hanya karena kekurangan kecil dan sederhana, langsung patah semangat. Pada akhirnya menganggap bahwa kritikan destruktif merupakan bukti  valid dan memilih membatasi kemampuan.

Apakah kita bersedia tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain? Semua kembali pada masing-masing individu. Setiap pilihan pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung. Tidak terkecuali memilih tumbuh di bawah kritikan destruktif orang lain. Tentu kita harus mampu berpikir dan menyikapi dengan bijaksana.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mutiatuz Zahro
EditorMutiatuz Zahro
Follow Us