6 Hal yang Mengubah Niat Seseorang untuk Tak Menikah, Bukan Plin-plan!

Jangankan melihat jauh ke masa depan, manusia bahkan tidak mampu memastikan apa yang akan terjadi sedetik kemudian. Dengan keterbatasan ini, wajar apabila banyak niat tak terlaksana sekalipun diawali dengan kesungguhan. Tidak terkecuali terkait niat seseorang untuk selamanya gak menikah dan hidup melajang.
Jangan mengolok-oloknya, bila suatu saat nanti ia tampak dekat dengan seseorang kemudian menikah. Hati manusia sesungguhnya amat lunak, mudah berubah oleh apa saja, apalagi jika telah digerakkan Sang Pencipta. Tidak ada satu orang pun yang bisa menghindari ketetapan-Nya.
Bukan malah dirimu menjadikan perubahan keputusannya sebagai buah bibir seakan-akan dia menikah atau melajang selamanya sama-sama salah. Tentu lebih bijak kamu mendukung apa pun keputusannya selagi bukan keburukan bahkan mendatangkan kebahagiaan untuknya. Perubahan niatnya dari gak mau berumah tangga menjadi menginginkannya dapat disebabkan oleh enam hal di bawah ini.
1. Muncul rasa kesepian yang kuat

Rasa kesepiannya kali ini berbeda dari sebelum-sebelumnya. Perasaan itu gak hilang dalam hitungan minggu, bulan, bahkan tahun. Ia juga sudah melakukan banyak kegiatan yang biasanya ampuh buat menghilangkan rasa sepi.
Dia pun bukan orang yang gemar mengisolasi diri. Ia memiliki banyak teman serta selalu terhubung dengan keluarga. Hubungannya dengan Tuhan juga terjaga. Maka dia bertanya-tanya mengenai apa yang belum ada dalam hidupnya?
Satu-satunya jawaban ialah pasangan sehingga ia mulai memikirkan hal ini dengan lebih serius. Dia sibuk membayangkan, kira-kira hidupnya akan seberapa berbeda seandainya ia menikah? Imajinasi tentang seseorang yang selalu ada di sisinya, teman bicara mengenai segala hal, dan menanggung susah maupun senang bersama-sama bisa membuatnya hatinya lebih hangat.
2. Menginginkan keturunan

Menginginkan keturunan lebih mengarah pada anak biologis. Bukan anak asuh, anak angkat, atau anak tiri. Bisa saja orang mempunyai darah daging di luar pernikahan, tetapi tentu secara agama dilarang. Pun nantinya justru bakal mempersulit masa depan anak terkait dokumen-dokumen penting.
Secara psikis, anak yang tidak memiliki orangtua lengkap dan bukan oleh wafatnya salah satu dari orangtua juga berisiko mengalami tekanan yang besar. Belum lagi masyarakat akan terus menghakiminya sampai kapan pun. Paling aman adalah mempunyai buah hati yang lahir dalam pernikahan.
Dan orang yang berniat buat gak menikah tak bermakna tidak menyukai atau menginginkan anak. Ketika keinginan akan keturunan terus membesar, ini dapat mengubah niat awalnya yang hendak terus melajang. Lantaran tujuan utamanya menikah ialah untuk memperoleh keturunan, dia akan memastikan dirinya maupun calon pasangannya tidak memiliki masalah kesuburan dan yang jelas gak childfree.
3. Bertemu dengan orang yang tepat

Seperti apakah orang yang tepat itu? Ini gak bisa dicirikan dengan pasti karena adanya orang-orang yang rupawan dan baik pun belum tentu membuat seseorang ingin menikah dengan salah satu dari mereka. Bahkan meski mereka sudah menyatakan cinta lengkap dengan janji-janji manis.
Sosok yang tepat ini amat misterius sebab dapat muncul di mana saja serta kapan pun. Maka usia seseorang ketika mengubah keputusan dari selamanya melajang menjadi menikah bisa tak muda lagi. Tapi dapat pula tidak lama berselang dari pernyataannya untuk gak menikah.
Seluruh alasan yang mendorongnya buat terus single seperti mendadak lenyap bila ia telah berjumpa orang yang tepat. Tentu tetap ada proses dari perkenalan hingga keputusannya untuk menikah, tapi semuanya terjadi di luar dugaan. Orang yang tepat ini seakan-akan senantiasa bersembunyi dan tiba-tiba muncul di hadapannya.
4. Pulih dari rasa trauma terhadap hubungan

Bukan trauma namanya bila tidak sangat memengaruhi jiwa seseorang. Entah trauma terhadap kisah asmaranya sendiri, orangtua, atau orang-orang di sekitarnya semua berpotensi membuatnya enggan menikah. Pernikahan dianggap tak menjanjikan kebahagiaan dan justru memberikan luka.
Ia tidak mau menukar kebahagiaan dalam hidupnya dengan penderitaan panjang akibat pernikahan walaupun manis di awal. Rasa trauma ini begitu besar, tetapi bukan mustahil untuk terus berkurang seiring dengan berjalannya waktu serta usaha dari diri sendiri buat pulih. Ketika pikirannya berhasil terbebas sedikit demi sedikit dari rasa trauma itu, dia dapat mulai mempertimbangkan pernikahan.
Kehidupan berumah tangga yang semula dilihatnya sangat mengerikan mulai tampak lebih positif. Dia menyadari bahwa beberapa pengalaman buruk terkait hubungan seharusnya tak membuatnya menyamakan seluruh relasi yang terbentuk di antara lawan jenis. Beda orang yang menjalani mungkin akan berbeda juga hasilnya.
5. Permintaan orang yang penting dalam hidupnya

Sekalipun hidup bukan untuk menyenangkan orang lain, tetap saja tidak semua permintaan dari luar diri bisa diabaikan. Terlebih kalau permintaan datang dari orang yang amat berarti dalam hidup seseorang. Misalnya, orangtua yang berharap anaknya tetap menikah supaya mereka dapat tenang jika sewaktu-waktu meninggal dunia dan gak bisa lagi menemaninya.
Permintaan ini pada awalnya mungkin diabaikan bahkan ditanggapi dengan kesal karena merasa dipaksa oleh orangtua. Namun, lambat laun dia dapat berubah pikiran mengingat permintaan ini tidak datang dari sembarang orang. Terkadang juga ada kecemasan kalau-kalau tak memenuhi permintaan keduanya membuat mereka amat sedih dan ia sendiri menjadi anak yang durhaka.
Atau, memang pernikahan itulah yang terbaik buat masa depannya. Bagaimanapun juga, orangtua lebih berpengalaman dalam hidup. Mereka tentu hanya meminta hal-hal dari anak demi kebaikannya sendiri berdasarkan pengalaman. Bukan semata-mata untuk mereka yang sudah makin tua.
6. Ketangguhan seseorang dalam mengetuk pintu hatinya

Keputusan untuk melajang juga bisa perlahan-lahan goyah ketika seseorang terus melihat kesabaran lawan jenis dalam mendekatinya. Bukan cuma dalam hitungan bulan, melainkan tahun dan dengan cara-cara yang baik. Ini tentu hanya bisa dilakukan oleh orang yang amat mencintainya.
Bila cintanya gak sebesar itu, buat apa membuang-buang waktu serta perhatian untuk seseorang yang sepertinya tak bakal membalas perasaannya? Kesadaran akan hal ini tidak sekadar menumbuhkan rasa ibanya, tetapi juga membuatnya merasa tersanjung. Dia merasa sudah diperjuangkan dengan begitu konsisten.
Mungkin menolak lawan jenis seperti dirinya justru kerugian besar. Ia telah menunjukkan ciri kesetiaan yang belum tentu ada dalam diri orang lain. Sekalipun tadinya seseorang merasa gak butuh pendamping, hidup bersama pria atau perempuan yang menjadikannya ratu atau raja di hati tentu sebuah keistimewaan.
Perubahan dalam keputusan apa pun amat mungkin terjadi. Manusia bukanlah makhluk yang kaku karena salah satu kemampuan alaminya adalah beradaptasi. Orang berusaha menyesuaikan diri terhadap apa pun termasuk perubahan keadaan di masa depan yang perlu diikuti dengan ganti keputusan. Begitu pula dalam hal menikah atau tidak yang gak perlu dihakimi ketika terjadi perubahan sebab itu hak setiap orang.