Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Pentingnya Berhenti Mengagumi Kehidupan Orang Lain Secara Berlebihan

ilustrasi orang iri (pexels.com/Cottonbro studio)
ilustrasi orang iri (pexels.com/Cottonbro studio)

Kita kerap dihadapkan dengan kehidupan orang lain yang terlihat mengagumkan. Mereka memiliki sederet prestasi dan pencapaian yang belum tentu dimiliki oleh orang lain. Apalagi disempurnakan dengan karier dan kondisi finansial yang mapan.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mengagumi kehidupan orang lain. Namun kita juga harus mengelola agar tetap dalam porsi yang wajar. Mengagumi bukan berarti memuja dan berambisi secara berlebihan. Mengapa kita harus mengendalikan hal tersebut?

1. Menghindari perasaan rendah diri

ilustrasi merasa rendah diri (pexels com/Alex Green)
ilustrasi merasa rendah diri (pexels com/Alex Green)

Banyak faktor yang membuat kita mengagumi kehidupan orang lain secara berlebihan. Mungkin karena orang tersebut mampu meraih seluruh standar yang berlaku di lingkungan sosial. Namun kebiasaan mengagumi kehidupan orang lain secara berlebihan juga harus dikontrol kembali.

Bahkan kalau perlu, kita perlu berhenti dari kebiasaan tersebut. Upaya ini dalam rangka menghindari perasaan rendah diri. Akibat terlalu fokus pada kehidupan orang lain, kita justru terjebak dalam perbandingan tiada ujung. Kemudian merasa kurang puas atas kehidupan sendiri yang sedang dijalani.

2. Kehidupan orang lain belum tentu sempurna

ilustrasi bersalaman (pexels.com/George Milton)
ilustrasi bersalaman (pexels.com/George Milton)

Setiap orang memiliki pencapaian masing-masing. Mungkin kamu pernah melihat orang yang memiliki karya cemerlang dan finansial tertata di usia muda. Siapa yang tidak iri dengan kehidupan sedemikian rupa? Bahkan ini menjadi salah satu standar kesuksesan yang berlaku di lingkungan sosial.

Tapi kita juga harus berhenti dari kebiasaan tersebut jika ingin hidup tenang. Beberapa hal perlu diketahui, salah satunya kehidupan orang lain belum tentu sempurna. Setiap individu pasti menghadapi tantangan dan masalah, hanya saja ia tidak memperlihatkan itu di permukaan.

3. Membebaskan diri dari ekspektasi sosial

ilustrasi pekerja kantor (pexels.com/Cedric Fauntleroy)
ilustrasi pekerja kantor (pexels.com/Cedric Fauntleroy)

Pernahkah kamu melihat orang lain yang memiliki kehidupan tertata? Di usia muda ia sudah memiliki tabungan yang melimpah. Belum lagi dengan kestabilan hidup yang membuat orang-orang di sekelilingnya iri. Tapi kekaguman ini alangkah baiknya lekas dihentikan.

Tujuannya untuk membebaskan diri dari ekspektasi sosial. Kita tidak lagi terbebani oleh tekanan dan tuntutan. Dalam menjalani hidup merasa nyaman karena sesuai dengan kehendak dan kebebasan. Tidak ada perasaan ratakan dan terbebani.

4. Supaya mampu berfokus pada pengembangan diri

ilustrasi mengembangkan skill terpendam (pexels.com/Shazard R.)
ilustrasi mengembangkan skill terpendam (pexels.com/Shazard R.)

Boleh saja kita kagum terhadap kehidupan orang lain. Mungkin mereka memang memiliki kehidupan yang menginspirasi. Di satu sisi, kekaguman yang terlalu berlebihan justru seperti bumerang. Dan kebiasaan tersebut sudah seharusnya dihentikan.

Apakah ada alasan logis yang mendasari? Jawabannya tentu saja. Langkah tersebut diambil agar kita mampu berfokus pada pengembangan diri. Alih-alih membandingkan diri dengan orang lain, kita justru berfokus pada aspek skill dan keterampilan yang bisa ditingkatkan.

5. Mencegah kecemasan dan frustasi berlebihan

ilustrasi cemas (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi cemas (pexels.com/MART PRODUCTION)

Kekaguman kita terhadap orang lain juga harus ada batasnya. Jangan sampai rasa kagum tersebut berubah menjadi fanatik buta. Bahkan sampai menutup diri agar memiliki kehidupan sebagaimana orang lain. Mengapa kekaguman ini harus segera dihentikan?

Kita perlu menjaga kecemasan dan frustasi akibat kebiasaan tersebut. Akibat terlalu mengagumi orang lain, kita merasa frustasi dan cemas saat tidak memiliki kehidupan sedemikian rupa. Tapi hal ini tidak akan terjadi saat rasa kagum tersebut tetap terkontrol sesuai dengan batas yang wajar.

6. Agar lebih mampu menghargai kehidupan yang dijalani

ilustrasi merasa bahagia (unsplash.com/Alexey Demidov)
ilustrasi merasa bahagia (unsplash.com/Alexey Demidov)

Beberapa hal harus diingat saat kita mengagumi kehidupan orang lain secara berlebihan. Terlebih lagi menuntut diri agar memiliki prestasi dan pencapaian yang sama. Kita lupa bahwa setiap individu memiliki porsi kehidupan masing-masing yang tidak bisa dibandingkan satu sama lain.

Di sinilah pentingnya berhenti mengagumi kehidupan orang lain secara berlebihan. Kita perlu menghargai kehidupan yang dijalani dengan baik. Karena jika terlalu sering mengamati orang lain, tanpa sadar akan melewatkan keindahan dan pencapaian kecil yang sebenarnya berharga.

7. Menumbuhkan rasa syukur dalam diri

ilustrasi orang bersyukur (unsplash.com/Eli DeFaria)
ilustrasi orang bersyukur (unsplash.com/Eli DeFaria)

Terkadang kita ingin mengagumi kehidupan orang lain yang terlihat sukses dengan sederet pencapaian. Seolah menjalani kehidupan tersebut penuh dengan kesenangan. Tapi sampai kapan kita mau terjebak dalam rasa kagum dan ekspektasi semu tersebut?

Setiap kekaguman juga memiliki batasan yang wajar. Kita harus lekas menghentikan kekaguman tersebut saat mulai berlebihan. Hal ini penting untuk menumbuhkan rasa syukur dalam diri. Kita mampu menerima dan menghargai hal-hal kecil dan sederhana dalam hidup.

Mari kita berhenti mengagumi kehidupan orang lain secara berlebihan. Apalagi menuntut diri agar memiliki kehidupan sedemikian rupa. Ingat bahwa setiap kekaguman juga ada batas dan porsi yang harus dipatuhi. Saat kita mampu menghentikan kebiasaan tersebut, kehidupan sendiri terasa lebih bermakna. Kita tidak akan terpaku dengan kehidupan orang lain secara berlebihan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mutiatuz Zahro
EditorMutiatuz Zahro
Follow Us