“Standar kecantikan Barat masih melekat kuat,” tutur Dr. Aida Yuen Wong, profesor sejarah seni di Brandeis University, dilansir dari South China Morning Post. “Hiasan gigi berwarna gelap masih memicu reaksi keras, karena norma Asia dan Barat lebih menyukai gigi putih. Menghidupkan kembali praktik-praktik ini merupakan bentuk perlawanan dan cara untuk merebut kembali memori serta identitas budaya,” tambahnya.
Mengenal Teeth Blackening, Tren Menghitamkan Gigi yang Viral di TikTok

Pernahkah kamu membayangkan jika suatu hari gigimu berwarna hitam legam? Mungkin kamu akan terkejut dan berharap agar hal itu tidak sampai terjadi, bukan? Namun, siapa sangka bahwa di masa silam, gigi berwarna hitam justru dianggap sebagai simbol kecantikan, keanggunan, dan tanda kedewasaan seorang perempuan.
Teeth blackening atau menghitamkan gigi merupakan tren kecantikan tradisional yang kembali populer di media sosial, khususnya TikTok. Tren ini muncul kembali pada tahun 2024 setelah penyanyi dan penulis lagu keturunan Vietnam-Amerika, Sailorr tampil dengan gigi berwarna hitam.
Tak hanya Sailorr, beberapa influencer dan perempuan keturunan Asia lainnya, termasuk Molly Santana dan Sukii Baby pun ikut mempopulerkan tampilan ini. Lalu, apa sih teeth blackening itu? Dari mana asalnya dan mengapa kembali viral di era sekarang? Yuk, kita simak bersama dalam artikel ini!
1. Awal mula kemunculan teeth blackening

Ketika tren gigi hitam legam (teeth blackening) hadir di TikTok, tak sedikit gen Z yang bertanya dan menganggap itu sebagai tren kecantikan baru yang unik dan penuh karakter. Padahal, seperti yang sudah disebutkan, ini merupakan tradisi kecantikan yang sudah ada sejak berabad-abad lalu.
Dikutip dari Bustle, praktik menghitamkan gigi telah dilakoni oleh masyarakat Jepang dan Vietnam sejak zaman dulu, terutama perempuan dari golongan bangsawan. Di Jepang, tradisi ini dikenal dengan nama ohaguro yang berarti gigi hitam. Prosesnya dilakukan dengan merendam serbuk besi dalam cuka yang dicampur sake atau teh, kemudian campuran itu diminum untuk mewarnai gigi menjadi hitam.
Sementara di Vietnam, menurut laman South China Morning Post, teeth blackening dikenal dengan sebutan nhuộm răng dari era Raja Hùng (2879-258 SM). Nhuộm răng sendiri jadi salah satu tradisi populer bagi perempuan Vietnam. Mereka mendapatkan gigi hitam dengan memanfaatkan daun sirih, arang, dan lilin lebah.
Kedua negara tersebut memandang senyum memperlihatkan gigi hitam tidak hanya melambangkan estetika, tetapi juga transisi dan kedewasaan perempuan. Warna hitam yang kontras dengan wajah mereka yang putih dapat memancarkan pesona kecantikan yang khas. Sebaliknya, perempuan bergigi putih dianggap kurang menarik.
Namun, sejak pengaruh Barat mulai meluas di Asia Tenggara dan tren kecantikan Barat diterapkan, tradisi menghitamkan gigi pun lambat laun mulai memudar. Hanya para tetua yang masih mempertahankan tradisi tersebut.
2. Bagaimana tren ini kembali viral?

Walaupun sempat ditinggalkan oleh kaum muda, tren ini akhirnya diperkenalkan kembali pada tahun 2024 oleh penyanyi keturunan Vietnam-Amerika, Sailorr. Kemudian, melejit di tahun 2025 usai sejumlah artis dan influencer keturunan Asia dan Afrika, seperti Sukii Baby dan Molly Santana, tampil dengan gaya nyentrik bernuansa goth dan punk yang dipadukan dengan gigi berwarna hitam.
Banyak netizen terpukau, tapi ada juga yang merasa bahwa ini merupakan tren kecantikan yang aneh. Namun, pada dasarnya tujuan mereka tidak serta merta ingin menghidupkan kembali tradisi dari para leluhur, melainkan lebih kepada untuk menginspirasi generasi perempuan masa kini, mengedukasi mengenai budaya, serta melunturkan standar kecantikan Barat yang tidak realistis.
3. Bukan sekadar tren kecantikan, melainkan sebuah identitas budaya dan bentuk perlawanan

Meskipun kurang dikenal secara global, tradisi perawatan gigi Asia ini juga memiliki nilai budaya yang mendalam. Lapisan berbahan dasar besi yang digunakan untuk menghitamkan gigi bukan sekadar tujuan estetika semata, melainkan menyimpan manfaat sebagai sealant alami guna mencegah kerusakan gigi.
Dikutip dari South China Morning Post, Mou Isabel Phung, calon perancang busana keturunan Vietnam-Amerika, mengakui bahwa dirinya menghadapi banyak tantangan terutama berkaitan dengan standar kecantikan Barat selama tumbuh besar di Texas. Sebagai perempuan Asia berkulit sawo matang, ia kerap menjadi sasaran rasisme lantaran warna kulitnya dan fitur wajahnya yang tidak sesuai dengan ciri khas orang Barat. Namun, dengan viralnya teeth blackening di media sosial, membuat Mou kembali bersemangat untuk terus melangkah maju dan berusaha tetap tampil percaya diri.
Di zaman yang serba canggih seperti sekarang, sangat mudah bagi kita untuk memunculkan kembali tren yang sudah ada ke era modern. Namun, penting untuk memahami dari mana tren ini berasal dan apa makna di baliknya. Dengan begitu, kita tidak hanya sekadar mengikuti, melainkan juga dapat menghargai nilai-nilai serta filosofi yang mendasarinya.



















