5 Aksi Nyata Wujudkan Harmoni Sosial Lewat Desa Inklusi Disabilitas

Mewujudkan masyarakat yang adil dan harmonis tak cukup hanya dengan wacana. Indonesia sebagai negara dengan keberagaman budaya dan latar belakang masyarakat memiliki tanggung jawab besar dalam menghadirkan ruang hidup yang setara bagi seluruh warganya, termasuk bagi para penyandang disabilitas. Menurut data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2023, Indonesia memiliki sekitar 4,3 juta penyandang disabilitas dengan tingkat sedang hingga berat, yang sebagian besar berada pada kelompok usia dewasa dan lansia.
Hingga kini, banyak penyandang disabilitas yang masih menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan, hingga fasilitas publik yang layak. Padahal, dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, telah ditegaskan bahwa pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas adalah bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang inklusif dan berkeadilan. Dalam konteks ini, desa inklusi menjadi langkah konkret yang mendekatkan impian itu pada kenyataan.
Konsep desa inklusi tidak hanya soal membangun jalan atau fasilitas ramah disabilitas. Lebih dari itu, desa inklusi merupakan upaya membentuk budaya, sistem, dan pola pikir masyarakat yang menerima keberagaman, serta memberi ruang dan peran aktif bagi semua. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah ada inisiatif dari pemerintah maupun masyarakat sipil yang membangun model desa inklusif, seperti yang dilakukan di Desa Wahyuharjo, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, dan sejumlah desa di Kabupaten Cirebon.
Melalui pendekatan komunitas, pelatihan kesadaran inklusi, dan kerja sama lintas sektor, desa-desa tersebut berhasil menghadirkan harmoni sosial antara masyarakat umum dan penyandang disabilitas. Yuk, simak sederet langkah konkret yang bisa dilakukan untuk mewujudkan desa inklusi sebagai bagian dari pembangunan sosial dan lingkungan yang berkeadilan!
1. Memastikan aksesibilitas fisik dan digital untuk semua

Langkah pertama dalam membangun desa inklusi adalah dengan memastikan seluruh infrastruktur dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Aksesibilitas ini mencakup jalanan yang ramah kursi roda, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang dilengkapi dengan alat bantu disabilitas, hingga ruang publik yang dilengkapi dengan papan informasi visual dan audio. Aksesibilitas juga tidak terbatas pada bentuk fisik. Di era digital, penyandang disabilitas berhak mendapatkan informasi yang dapat diakses secara daring, baik melalui website desa, aplikasi layanan publik, hingga media sosial. Fitur-fitur seperti screen reader, teks alternatif pada gambar, dan video dengan subtitle sangat membantu penyandang disabilitas dalam memahami informasi yang ada.
Implementasi aksesibilitas tidak hanya meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas, tetapi juga memperkuat nilai gotong royong dalam masyarakat. Ketika satu kelompok masyarakat dapat mengakses layanan publik dengan mudah, maka kelompok lainnya juga ikut merasakan manfaatnya. Aksesibilitas yang merata merupakan cerminan keadilan sosial. Pemerintah dapat menggandeng organisasi disabilitas untuk melakukan audit aksesibilitas dan menyusun rencana perbaikan secara bertahap. Keterlibatan aktif dari penyandang disabilitas dalam proses ini menjadi penting agar pembangunan tidak bersifat top-down, melainkan benar-benar menjawab kebutuhan mereka.
2. Mengintegrasikan pendidikan inklusif

Pendidikan merupakan kunci utama dalam memperkuat SDM dan menciptakan masyarakat inklusif. Sayangnya, anak-anak penyandang disabilitas masih banyak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak karena minimnya fasilitas, tenaga pengajar terlatih, dan stigma dari masyarakat. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, tercatat 17,2% penyandang disabilitas berusia 15 tahun ke atas belum pernah mengenyam pendidikan, sementara hanya 4,24% yang berhasil menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.
Untuk itu, desa inklusi harus mengintegrasikan pendidikan inklusif ke dalam sistem sekolah. Sekolah-sekolah perlu menyediakan fasilitas pendukung seperti guru pendamping khusus, alat bantu belajar, serta kurikulum yang fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan siswa disabilitas. Lebih dari sekadar sarana, pendidikan inklusif membentuk sikap toleran sejak dini.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan belajar yang beragam akan lebih mudah memahami pentingnya kesetaraan dan empati terhadap orang lain. Desa bisa bekerja sama dengan dinas pendidikan dan organisasi non-pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru, menyediakan alat bantu belajar, serta mengembangkan program kesadaran inklusi untuk seluruh warga sekolah. Dengan begitu, pendidikan inklusif tidak hanya jadi jargon, melainkan bagian dari budaya desa itu sendiri.
3. Memberdayakan penyandang disabilitas melalui pelatihan dan UMKM

Membangun desa inklusi juga berarti membuka ruang ekonomi yang adil dan produktif bagi semua. Banyak penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan potensi besar, namun belum mendapatkan kesempatan yang setara dalam dunia kerja. Salah satu solusinya adalah dengan menyelenggarakan pelatihan kerja berbasis potensi lokal serta mendukung pengembangan UMKM yang dikelola oleh atau melibatkan penyandang disabilitas. Desa dapat menyediakan ruang kerja inklusif, akses modal usaha, dan bimbingan manajemen keuangan secara berkala.
Inisiatif ini tidak hanya berdampak pada peningkatan ekonomi individu, tetapi juga pada kepercayaan diri dan harga diri penyandang disabilitas. Ketika mereka diberi kesempatan untuk berkarya dan mandiri secara finansial, persepsi masyarakat terhadap disabilitas pun ikut berubah. Desa yang aktif mendukung UMKM inklusif turut menciptakan ekosistem sosial yang menghargai kerja keras dan keberagaman. Program ini bisa diperkuat dengan jejaring pemasaran digital, kolaborasi dengan marketplace, dan pelatihan branding produk agar usaha mereka bisa bersaing di pasar yang lebih luas.
4. Mendorong keterlibatan politik dan kepemimpinan disabilitas mulai dari tingkat desa

Hak untuk bersuara dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan adalah fondasi utama dari demokrasi dan keadilan sosial. Dalam desa inklusi, penyandang disabilitas harus diberikan ruang untuk terlibat dalam musyawarah desa, organisasi masyarakat, hingga menduduki posisi kepemimpinan. Kehadiran mereka dalam ruang pengambilan kebijakan akan memastikan bahwa kebijakan desa tidak hanya menguntungkan kelompok mayoritas, tetapi juga memperhatikan kelompok rentan.
Agar partisipasi ini bermakna, desa perlu memastikan adanya akses informasi yang setara, pelatihan kepemimpinan, dan dukungan administratif bagi warga disabilitas. Pemilihan kepala desa, misalnya, bisa dijadikan momen inklusif jika melibatkan kandidat atau panitia dari kalangan disabilitas. Dengan mendudukkan penyandang disabilitas sebagai bagian dari penggerak pembangunan, desa tidak hanya menjawab kebutuhan mereka, tetapi juga menunjukkan bahwa semua warga memiliki potensi yang sama untuk memimpin dan memberi kontribusi nyata.
5. Membangun kesadaran inklusif lewat budaya dan media komunitas

Langkah terakhir namun tak kalah penting adalah membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya inklusivitas melalui media dan budaya lokal. Desa dapat menggelar kampanye publik, pertunjukan seni, lomba cerita rakyat, atau film pendek yang mengangkat tema keberagaman dan penerimaan terhadap disabilitas. Media komunitas seperti radio lokal, mading desa, hingga grup WhatsApp RT juga bisa menjadi sarana menyebarkan narasi positif tentang hak dan potensi penyandang disabilitas.
Perubahan budaya adalah kunci utama dalam menciptakan harmoni sosial yang berkelanjutan. Dengan menyasar cara berpikir masyarakat, upaya pembangunan inklusif akan lebih mudah diterima dan dijalankan bersama-sama. Anak-anak muda desa juga bisa dilibatkan dalam proyek kreatif seperti membuat podcast, video edukatif, atau konten media sosial yang mempromosikan nilai toleransi dan kesetaraan. Langkah-langkah kecil ini jika dilakukan secara konsisten, akan melahirkan generasi desa yang lebih terbuka, sadar hak, dan saling menghargai.
Desa inklusi adalah wujud konkret dari masyarakat yang adil dan harmonis bagi semua kalangan. Ketika penyandang disabilitas diberikan ruang yang setara untuk tumbuh dan berkontribusi, maka kualitas sosial desa akan meningkat secara menyeluruh. Yuk, mulai langkah kecil dari desa untuk masa depan Indonesia yang lebih setara dan berkeadilan!