Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Echo Chamber? Ini Dampak Negatifnya Menurut Psikolog

ilustrasi media sosial (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi media sosial (pexels.com/Pixabay)

Suatu saat kamu menelusuri sebuah topik di media sosial. Beberapa waktu kemudian, media sosialmu akan dipenuhi oleh konten yang berhubungan dengan topik yang kamu pilih. 

Banyaknya opini berupa artikel maupun konten video yang selaras dengan pendapatmu mungkin membuatmu merasa bahwa pendapatmu benar sedangkan pendapat lain salah. Lama kelamaan kamu tidak mau menerima pendapat orang lain. Jika hal ini terus terjadi, maka bisa jadi kamu sedang mengalami fenomena yang biasa disebut dengan echo chamber alias ruang gema.

Apakah kamu merasa pernah mengalaminya? Lantas, apa itu echo chamber serta dampak negatifnya menurut psikolog? Yuk, simak bersama!

1. Apa itu echo chamber?

ilustrasi orang sedang melihat media sosial (pexels.com/Adrienn)
ilustrasi orang sedang melihat media sosial (pexels.com/Adrienn)

Dilansir Cambridge Dictionary echo chamber adalah situasi di mana seseorang hanya mendengar satu jenis pendapat, atau pendapat yang mirip dengan pendapat mereka sendiri. Echo chamber bisa dialami siapa saja, terutama pengguna internet di masa kini. Penyebabnya antara lain adalah alogaritma media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, ataupun TikTok yang memberikan rekomendasi konten sesuai pilihan pengguna.

Psikolog Mark Travers mengungkapkan bahwa di ruang digital, echo chamber ini tidak hanya membentuk apa yang diyakini seseorang, namun juga dapat mengubah cara pikir seseorang, emosi, dan caranya terkoneksi dengan orang lain. Hal ini ternyata bisa berakibat buruk bagi pola pikir seseorang, nih. 

Lantas, apa saja dampak negatif echo chamber? Simak ulasan lengkapnya, yuk.

2. Dampak negatif echo chamber

ilustrasi orang sedang melihat layar (pexels.com/fauxels)
ilustrasi orang sedang melihat layar (pexels.com/fauxels)

Echo chamber membentuk ruang khusus dalam pikiran seseorang tentang kebenaran suatu topik. Sayangnya, jika berlarut-larut seseorang akan berpikir hanya ada kebenaran dalam pendapatnya serta sulit membayangkan perspektif lain yang juga dapat bermanfaat. Selanjutnya, echo chamber juga bisa mematikan rasa ingin tahu seseorang, dan ini bisa berakibat fatal.

"Echo chamber secara bertahap mendistorsi persepsi kita tentang dunia dengan mereduksi isu-isu kompleks menjadi pemikiran hitam-putih, kita versus mereka, baik versus jahat. Dalam lingkungan ini, nuansa menghilang, dan setiap ketidaksetujuan mulai terasa seperti serangan pribadi alih-alih pertukaran ide yang sehat," Travers mengungapkan seperti dilansir Forbes.

Travers menambahkan bahwa echo chamber juga bisa membuat seseorang lupa cara berpikir sendiri. Hal tersebut lantaran ia merasa selalu ada di jalan yang benar sehingga tidak perlu mempertimbangkan pilihan lain, kemududian ia akan mulai malas berpikir.

Di sisi lain, Travers juga mengungkapkan adanya kemungkinan kelelahan emosional ketika echo chamber selalu menempatkan seseorang dalam konten negatif. Orang tersebut bisa terjebak dalam kemarahan, paranoid, atau sinisme. Efek yang lebih mengerikan adalah bisa menyebabkan kecemasan, penarikan diri, atau masalah kesehatan mental. 

"Hasilnya adalah paranoia. Kita menjadi sangat waspada, mulai meragukan hubungan yang sehat, dan berasumsi yang terburuk pada orang lain. Apa yang dimulai sebagai pengguliran biasa dapat perlahan berubah menjadi siklus kecurigaan," katanya.

3. Cara mencegah jebakan echo chamber

ilustrasi orang sedang bersosialisasi (pexels.com/Buro Millennial)
ilustrasi orang sedang bersosialisasi (pexels.com/Buro Millennial)

Fenomena echo chamber tentunya bisa dicegah dan diatasi. Menurut IESE Business School langkah pertama mengatasinya adalah dengan menyadari apakah diri kita sudah masuk dalam echo chamber. Selanjutnya ada beberapa usaha yang bisa dilakukan, antara lain: 

  • Melakukan kurasi mandiri terhadap konten yang selama ini dikonsumsi. Kamu harus berpikiran terbuka, berusaha melihat banyak perspektif, serta mengakui jika selama ini pemikiranmu tidak tepat.
  • Kamu juga bisa belajar literasi digital dengan mencari tahu ciri konten misinformasi serta memahami bagaimana alogaritma bekerja.
  • Untuk membuat alogaritma media sosialmu sehat, kamu bisa mengikuti banyak akun yang variatif serta mengatur ulang prefesensi konten.
  • Kamu juga bisa berpartisipasi dalam diskusi terbuka tentang suatu topik. Namun pastikan kamu melakukan diskusi dengan sehat dan siap menerima banyak sudut pandang.
  • Terakhir, kmau bisa menghentikan aktivitas media sosial sementara dan mulailah bertemu dengan orang-orang secara langsung. Kamu bisa ngobrol dan menemukan berbagai hal dari mereka.

Fenomena echo chamber mungkin menempatkan dirimu dalam situasi sulit. Namun, jika kamu sudah menyadarinya, kamu bisa berupaya keluar dari sana. Semoga ulasan ini bermanfaat untukmu, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima Wima
EditorPinka Wima Wima
Follow Us