Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Bahaya Kecenderungan Merasa Ingin Selalu Jadi Pusat Perhatian

ilustrasi ingin menjadi pusat perhatian (pexels.com/Yaroslav Shuraev)
ilustrasi ingin menjadi pusat perhatian (pexels.com/Yaroslav Shuraev)

Kecenderungan ingin selalu menjadi pusat perhatian mungkin terlihat sepele. Namun perlu diketahui bahwa hal tersebut bisa membawa dampak yang tidak diinginkan jika terus dipelihara. Terlebih di era digital, keinginan untuk menjadi pusat perhatian semakin meningkat dan kerap tidak disadari.

Pada dasarnya, setiap orang butuh apresiasi dan pengakuan dari orang lain. Namun sikap menginginkan perhatian berlebihan dapat memengaruhi kesehatan mental, hubungan sosial, dan penerimaan diri. Berikut akan dibahas mengenai bahaya dari keinginan untuk selalu menjadi pusat perhatian.

1. Mengganggu keharmonisan hubungan sosial

ilustrasi mebgabaikan pendapat orang lain (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi mebgabaikan pendapat orang lain (pexels.com/Liza Summer)

Kecenderungan untuk selalu menjadi pusat perhatian bisa membuat kita cenderung egois dalam pergaulan. Kita mungkin tidak menyadari bahwa fokus berlebihan pada diri sendiri bisa membuat orang lain merasa diabaikan atau tidak dihargai. Hal demikian bisa memicu konflik dan ketegangan dalam hubungan sosial.

Ketika orang-orang di sekitar merasa kurang didengarkan, hubungan bisa menjadi kurang harmonis. Lama-kelamaan, kita mungkin menghindari interaksi karena merasa selalu tersisih. Hal itu tentu dapat merusak kualitas hubungan baik dalam lingkup keluarga, pertemanan, maupun lingkungan kerja.

2. Kehilangan jati diri yang sebenarnya

ilustrasi momen krisis identitas (pexels.com/Polina Tankilevitch)
ilustrasi momen krisis identitas (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Ketika ingin menjadi pusat perhatian, kita kerap mengubah diri demi memenuhi ekspektasi orang lain. Kita mungkin berpura-pura menjadi seseorang yang sebenarnya tidak sesuai dengan kepribadian guna mendapatkan penerimaan atau pujian. Imbasnya, kita semakin jauh dari jati diri yang sejati.

Dalam jangka panjang, kebiasaan demikian bisa membuat kita sulit mengenalivalue dan potensi diri. Kehilangan identitas, membuat kita bergantung pada validasi eksternal dan merasa tidak nyaman jika tidak mendapat perhatian. Hal itu bisa merusak kepercayaan diri dan kemampuan untuk bertumbuh.

3. Menghambat proses pengembangan diri

ilustrasi berpikir buruk (pexels.com/Nguyen Hung)
ilustrasi berpikir buruk (pexels.com/Nguyen Hung)

Keinginan untuk selalu menjadi pusat perhatian cenderung menghambat pengembangan diri secara mendalam. Kita lebih sibuk dengan penampilan atau pencitraan dibandingkan dengan mengasah keterampilan atau pengetahuan baru. Padahal, pengembangan diri memerlukan fokus yang konsisten dan introspeksi.

Sikap demikian menghambat peluang untuk berkembang secara positif dalam berbagai aspek kehidupan, seperti karier, pendidikan, atau kemampuan personal. Ketika kita terlalu fokus mencari pujian, kita mungkin mengabaikan kesempatan untuk belajar hal baru. Imbasnya, kisa cenderung terjebak dalam stagnasi tanpa mengalami pertumbuhan yang signifikan.

4. Mengurangi kemampuan mendengarkan orang lain

ilustrasi menyalahkan diri sendiri (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi menyalahkan diri sendiri (pexels.com/Liza Summer)

Keinginan berlebih untuk menjadi pusat perhatian membuat kita sulit mendengarkan orang lain. Kita cenderung ingin mengarahkan percakapan pada diri sendiri, sehingga tidak benar-benar memahami apa yang dikatakan lawan bicaranya. Hal demikian membuat komunikasi menjadi tidak efektif dan kurang bermakna.

Ketidakmampuan untuk mendengarkan, dapat menyebabkan orang lain merasa diabaikan atau tidak dihargai. Dalam jangka panjang, hal itu dapat merusak kepercayaan dan kedekatan dalam hubungan. Orang yang merasa tidak didengarkan, biasanya akan menjaga jarak yang berpotensi merenggangkan ikatan sosial.

5. Cenderung bersikap impulsif

ilustrasi bersikap impulsif (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi bersikap impulsif (pexels.com/Liza Summer)

Cenderung bersikap impulsif merupakan salah satu bahaya dari keinginan selalu jadi pusat perhatian, di mana individu sering membuat keputusan cepat tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Ketika dorongan untuk menarik perhatian mendominasi, tindakan yang tidak terencana dapat merusak hubungan dan reputasi pribadi. Imbasnya, perilaku impulsif itu bisa memperburuk keadaan.

Mengendalikan keinginan untuk menjadi pusat perhatian adalah langkah penting dalam membangun diri. Sehingga kita bisa lebih stabil dan menghargai orang lain. Dengan menumbuhkan kesadaran diri dan empati, kita dapat lebih bijaksana dalam berinteraksi, tanpa harus selalu menjadi sorotan utama.

Pada akhirnya, keseimbangan adalah kunci untuk menjalani hidup yang sehat secara sosial dan emosional. Fokus pada peningkatan diri dan menerima diri apa adanya adalah fondasi yang kuat untuk membangun hubungan yang tulus dengan orang lain. Sehingga kita tidak terjebak dalam kebiasaan cari perhatian berlebih.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us