Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Jebakan Pikiran yang Membuat Hidup Kian Terasa Overwhelming

ilustrasi wanita (pexels.com/Timur Weber)
ilustrasi wanita (pexels.com/Timur Weber)
Intinya sih...
  • Meresponi stres dengan bekerja lebih keras menunjukkan rendahnya self-esteem dan ketergantungan pada pekerjaan sebagai identitas.
  • Pasrah dengan keadaan tanpa semangat untuk menyelesaikan masalah hanya akan menghambat proses dan hasil yang baik.
  • Menyalahkan orang lain daripada mencari akar masalah hanya akan membawa rasa puas sementara dan ketidakmampuan bertanggung jawab atas hidup sendiri.

Siapa yang tidak perlah merasa lelah dalam hidup? Adanya masalah, tekanan dari berbagai pihak, maupun realita yang tidak sesuai ekspetasi, semua bisa membuat kita merasa lelah dan kewalahan.

Sayangnya saat lelah emosional, bukannya ambil waktu untuk istirahat, kita malah membebani diri dengan beragam pemikiran yang tidak perlu. Kamu kira ini untuk memotivasi diri, padahal sesungguhnya malah semakin membuat ragu. Ini lima jebakan pikiran yang kerap membuat hidup terasa overwhelming.

1. “Aku hanya perlu bekerja lebih keras”

ilustrasi wanita bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Apakah kamu salah satu orang yang meresponi stres dan rasa lelah dengan kecenderungan untuk bekerja semakin keras? Jauh di dalam, kamu tahu kamu sudah melakukan yang terbaik. Tapi karena terlalu takut berada dalam zona nyaman dan memanjakan diri, alih-alih mengakui usahamu, kamu malah memecut diri semakin keras.

Kamu menggunakan pekerjaan sebagai tameng dari masalah. Biasanya, ini didasari oleh rasa self-esteem yang rendah. Kamu sering menautkan identitasmu pada pekerjaan, yang membuatmu tidak bisa punya batas yang jelas.

2. “Mungkin aku pantas mendapatkannya”

ilustrasi wanita (pexels.com/Jansel Ferma)
ilustrasi wanita (pexels.com/Jansel Ferma)

Kalau tadi termasuk tipe orang yang gak bisa tenang, yang kedua ini tipe orang yang terlalu pasrah. Tentu keduanya bukan ciri yang baik. Saat kamu pasrah, kamu berpikir kamu pantas untuk mendapat apa yang kamu alami sekarang.

Alhasil, kamu jadi tidak punya daya juang atau semangat untuk menyelesaikannya. Kamu hanya terpaku pada hasil alih-alih proses. Padahal, tanpa proses itulah kamu tidak akan bisa mencapai hasil yang baik.

3. “Kalau tidak karena dia, keadaannya pasti bisa lebih baik”

ilustrasi wanita (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi wanita (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Jebakan pikiran ketiga ialah kecenderungan untuk menyalahkan orang lain. Alih-alih mengenal dan mencari akar masalah, kamu justru menuding jari pada orang-orang di sekitarmu.

Kebiasaan ini seolah mendatangkan rasa puas, tapi sebenarnya rasa puas itu adalah rasa puas yang sementara. Dalam jangka panjang, kamu tidak bisa jadi orang dewasa yang bertanggung jawab atas hidupmu, karena terbiasa bergantung atau menggantungkan hidup pada orang lain.

4. “Seharusnya aku tidak mengambil pilihan itu …”

ilustrasi wanita (pexels.com/cottonbro studio)

Sampai kapan mau terus menyesali masa lalu? Orang yang tidak bisa move on dari masa lalu selamanya akan terjebak dalam masa lalunya sendiri. Walau waktu sudah berlabuh selama dan sebanyak apa pun, tetap yang di pikirannya adalah peristiwa dulu-dulu.

Pola pikir seperti ini hanya akan mendatangkan penyesalan dan beban emosional yang semakin besar. Masalahnya tidak selesai, tapi kamu terus merasa lelah dan tidak termotivasi.

5. “Aku harus selalu kuat agar bisa menjadi orang hebat”

ilustrasi wanita (pexels.com/Anna Keibalo)

Kebenarannya, orang hebat bukanlah orang yang selalu kuat, melainkan orang yang bisa jujur dan mengakui perasaannya sendiri—saat baik-baik saja maupun tidak. Kamu tidak harus menjadi orang yang selalu kuat.

Tidak apa-apa untuk mengakui saat lelah, tidak apa-apa untuk bercerita saat butuh bantuan. Kamu tidak harus selalu menjadi kuat, dan itu tidak apa-apa.

Kamu yang paling mengenal dirimu, kamu yang paling tahu kapan kamu lelah dan butuh istirahat. Namanya hidup, pasti ada naik-turunnya. Saat alami keadaan yang tidak enak, jangan mau terjebak dalam lima pola pikir di atas. Sama saja kamu bersikap toksik ke diri sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us