4 Kebenaran Mulia dalam Ajaran Agama Buddha

- Ajaran Buddha bersumber dari Siddharta Gautama, yang menerangkan hakikat kehidupan dan cara mengakhiri penderitaan.
- Manusia cenderung menghindari penderitaan, tapi hidup juga mencakup kesedihan dan kegagalan dalam memenuhi ekspektasi.
- Kebahagiaan Nirwana dapat dicapai dengan mengakhiri keinginan, ketidaktahuan, dan melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Buddha merupakan salah satu agama besar di dunia yang memiliki sejarah panjang dan sistem kepercayaan yang kompleks. Dikutip dari e-book berjudul Mengenal Sosok Siddharta Gautama dan Ajaran-ajarannya (2012) oleh Dion P. Sihotang, agama Buddha yang dikenal oleh para pengikutnya sebagai Buddha Dhamma, bersumber dari ajaran Siddharta Gautama yang disampaikan lebih dari 2.500 tahun lalu.
Singkatnya, selama mengembara ke dunia untuk mencari pemahaman, Siddharta Gautama mendapat pencerahan sempurna hingga jadi seorang Buddha saat melakukan meditasi di bawah pohon Bodhi. Dalam ajarannya, ia menerangkan bahwa hakikat kehidupan berasal dari pandangan terang yang mampu membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan penderitaan.
Dilansir BBC, terdapat empat kebenaran mulia yang jadi inti ajaran Buddha. Empat kebenaran mulia ini terdiri dari kebenaran tentang penderitaan (Dukkha), kebenaran tentang penyebab penderitaan (Samudaya), kebenaran tentang akhir penderitaan (Nirodha), dan kebenaran tentang jalan menuju akhir penderitaan (Magga).
Penting diketahui bahwa keempat kebenaran mulia tersebut menunjukkan kalau penderitaan itu nyata, memiliki sebab, dapat diakhiri, dan ada cara untuk mengakhirinya. Gagasan tentang penderitaan ini bukan berarti menggambarkan dunia secara negatif, melainkan sebagai pendekatan realistis kepada umat manusia agar mampu menghadapi kehidupan apa adanya.
Supaya lebih jelas, yuk simak ulasan lengkap mengenai empat kebenaran mulia dalam ajaran agama Buddha berikut ini!
1.Kebenaran tentang penderitaan (Dukkha)

Masih dikutip dari e-book berjudul Mengenal Sosok Siddharta Gautama dan Ajaran-ajarannya (2012) oleh Dion P. Sihotang, setiap makhluk yang memiliki akal dan perasaan cenderung berusaha menghindari penderitaan, takut akan perubahan, dan selalu ingin terikat dengan kenyamanan. Kematian merupakan ketakutan terbesar. Ketika mengetahui bahwa usia tua serta penyakit bisa berujung pada kematian, maka kita mencoba untuk selalu menghindarinya.
Namun pada akhirnya, perubahan terbesar itulah yang harus kita hadapi, yakni usia tua, penyakit, dan kematian. Menurut Sang Buddha, masalah penderitaan jauh lebih kompleks. Hidup tidak serta merta tentang kebahagiaan, tetapi juga mencakup kesedihan, kekecewaan, dan kegagalan dalam memenuhi ekspektasi.
Dikutip BBC, manusia sangat rentan dengan keinginan dan hawa nafsu. Namun, ketika sudah berhasil menggapainya, keinginan dan kepuasan tersebut hanya bersifat sementara. Tidak ada kebahagiaan atau kesenangan yang bertahan lama. Bahkan, jika seandainya kesenangan itu bisa bertahan lama, lambat laun kesenangan itu akan berubah menjadi monoton.
Manusia juga dikenal sebagai makhluk yang tidak pernah puas. Bahkan, ketika dalam keadaan sehat atau tidak mengalami kesedihan pun, manusia tetap tidak pernah merasa puas. Dengan kata lain, selain usia tua, penyakit, dan kematian, hal-hal yang tidak menyenangkan, perpisahan, materi, sensasi, serta kegagalan dalam memperoleh keinginan juga termasuk bentuk dari penderitaan.
2.Kebenaran tentang asal mula penderitaan (Samudaya)

Dilansir PBS, dalam ajaran agama Buddha, keinginan (hawa nafsu) dan ketidaktahuan merupakan akar dari penderitaan. Selain itu, laman BBC menjelaskan bahwa keinginan tiada henti (Tanha) digambarkan sebagai Tiga Akar Kejahatan, yakni:
- Keserakahan dan keinginan, digambarkan melalui simbol ayam jantan.
- Ketidaktahuan atau delusi, digambarkan melalui simbol seekor babi.
- Kebencian dan dorongan untuk merusak, digambarkan melalui simbol ular.
Adapun keinginan yang jadi akar penderitaan, yaitu mengacu pada keinginan akan kesenangan, seperti ketenaran, keabadian, materi, dan keinginan lain yang sifatnya tidak pernah puas. Sedangkan, ketidaktahuan yang jadi akar penderitaan mengacu pada kebodohan, di mana pikiran manusia tidak berkembang. Mereka tidak dapat memahami sifat sejati dari segala sesuatu dan cenderung melakukan kejahatan atas dasar keserakahan, iri hati, amarah, dan kebencian.
3.Kebenaran tentang akhir penderitaan (Nirodha)

Seperti halnya penyakit yang bisa sembuh saat diketahui penyebabnya dan dilakukan pengobatan dengan cara yang tepat, penderitaan yang dialami manusia juga dapat berakhir jika mereka melakukan tindakan-tindakan yang benar. Dalam konteks ini, ketika seseorang sudah terbebas dari penderitaan, maka ia akan mencapai kebahagiaan Nirwana.
Kebahagiaan Nirwana, yaitu keadaan di mana seorang Buddhis telah memiliki pikiran yang jernih, berhasil menghilangkan ego, sifat jahat, dan nafsu dalam dirinya serta memperoleh kebijaksanaan dalam hidupnya. Dilansir BBC, Nirwana lebih dipahami sebagai kondisi pikiran yang dapat dicapai manusia. Kondisi ini merujuk pada kedamaian spiritual yang mendalam, tanpa adanya emosi negatif dan ketakutan.
4.Kebenaran tentang jalan menuju akhir penderitaan (Magga)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penderitaan dapat diakhiri. Nah, ajaran keempat ini berisi tentang bagaimana cara mengakhiri penderitaan (Dukkha) dalam diri. Untuk bisa mengakhiri penderitaan, seseorang harus mampu menempuh delapan cara yang disebut sebagai Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Mengutip BBC, delapan tahap tersebut tidak dapat dilakukan secara berurutan, melainkan saling mendukung dan memperkuat. Berikut delapan cara yang dapat diterapkan untuk mengakhiri penderitaan.
- Pemahaman benar (Samma ditthi): menerima ajaran Buddha.
- Niat benar (Samma sankappa): berkomitmen untuk menumbuhkan sikap baik.
- Ucapan benar (Samma vaca): berbicara jujur, menghindari fitnah, tidak mengucapkan kata-kata kasar, dan tidak terlibat gosip.
- Perbuatan benar (Samma kammanta): bertingkah laku baik, rukun, tidak mencuri, tidak membunuh, dan tidak berlebihan dalam memuaskan hasrat seksual.
- Penghidupan benar (Samma ajiva): mencari nafkah dengan cara-cara yang baik.
- Usaha benar (Samma vayamma): membangun kondisi mental yang positif dan menghindari diri dari niat yang jahat.
- Perhatian benar (Samma sati): mengembangkan kesadaran terhadap tubuh, sensasi, perasan, dan pikiran.
- Konsentrasi benar (Samma samadhi): melatih konsentrasi pikiran yang dibutuhkan untuk mencapai kesadaran.
Demikianlah empat kebenaran mulia yang diajarkan dalam agama Buddha. Semoga bisa memperkaya wawasanmu, ya!