Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Membeli Jadi Bentuk Peduli, Ini Cerita Hangat di Balik Yuk Tukoni

Yuk Tukoni
Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Di sebuah gang kecil di Yogyakarta, aroma masakan rumahan bercampur notifikasi pesan masuk, "Titip belanja, ya, Mbak," tulis seseorang di grup Yuk Tukoni. Bukan sekadar transaksi, tapi ini percakapan antarwarga yang saling percaya. Mereka menghidupkan lagi semangat gotong royong pada era digital.

Mie Ayam Tumini, namanya. Usaha kecil ini terengah-engah mengusahakan jualannya setelah badai pandemik melanda. Awal 2020 memang jadi tantangan sekaligus cobaan bertubi-tubi bagi siapa saja, tak terkecuali pemilik usaha kecil di kampung. Mereka mungkin belum pernah tahu apa itu pencitraan merek (branding), pengemasan, apalagi mengubah makanan sehari-hari menjadi bentuk makanan beku. Dari yang terseok merintih hampir habis dimakan kondisi, Mie Ayam Tumini bisa menjual 100–200 porsi sehari lewat Yuk Tukoni.

1. "Yuk, beli dagangan teman saya ini!"

Yuk Tukoni
Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Eri Kuncoro, inisiator Tukoni Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Yuk Tukoni, merasakan keresahan yang sama seperti banyak orang pada awal pandemik.

“Awal 2020, UMKM tiba-tiba kehilangan pasar mereka. Toko sepi, event berhenti, distribusi terhambat. Mereka bukan cuma kehilangan omzet, tapi juga harapan,” ujar Eri dalam sesi bincang inspiratif Anugerah Pewarta Astra 2025.

Dari kegelisahan itu, lahirlah gerakan sosial sederhana Yuk Tukoni, yang dalam bahasa Jawa berarti 'Ayo, beli!'. Awalnya, Eri hanya ingin mengajak teman-teman membeli dagangan sesama. Namun, dari ajakan kecil itu, muncul dampak yang jauh lebih besar dan bisa menyambung hidup mereka yang nyaris putus asa.

Yuk Tukoni menjadi wadah beli dan antar makanan maupun minuman dari pelaku usaha kecil. Makanan dan minuman tersebut pun dikemas aman serta higienis. Mereka menggunakan konsep single storage atau makanan disimpan dalam satu wadah tertutup agar lebih tahan lama tanpa mengurangi kualitas rasa. Ini menjadi sebuah inovasi yang sangat dibutuhkan pada masa pandemik, apalagi banyak orang takut keluar rumah dan khawatir akan kebersihan makanan.

2. Dua belas hari paling menentukan

Eri Kuncoro, inisiator Yuk Tukoni
Eri Kuncoro, inisiator Yuk Tukoni (instagram.com/erikuncoro)

Tanggal 1 April 2020 menjadi momen tak terlupakan bagi Eri. Begitu ide muncul, ia bersama rekannya, Revo Suladasha, langsung mengeksekusinya hanya dalam waktu 12 hari. Namun, di balik semangat itu, tantangan muncul dari segala arah.

  • Tidak punya storage dan freezer? Pinjam.

  • UMKM tidak punya merek dan kemasan? Bikinkan.
  • Foto produk, desain label, sampai pemasaran digital? Semua dikerjakan sendiri.

Mereka bahkan membuat publikasi sederhana di media sosial dengan pesan, “Radius 10 kilometer, kita antarkan gratis.” Ini jadi sebuah janji kecil yang jadi penyambung napas banyak usaha. Tantangan terbesar bukan hanya soal logistik, tapi soal memperkenalkan dunia digital kepada pelaku usaha tradisional. Sebagian dari mereka sempat ragu dan menyerah, tapi banyak pula yang bertahan serta perlahan belajar untuk berubah.

3. Mengubah konsep "makan di tempat" jadi "makan di rumah"

Yuk Tukoni
Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

Bagi banyak pelaku usaha kecil, pandemik bukan hanya soal menurunnya omzet, tapi juga kehilangan arah. Gerobak yang dulu ramai pembeli mendadak sepi. Dapur berhenti berasap. Bahan makanan basi sebelum sempat dijual.

Dari situ, Yuk Tukoni melihat peluang baru. Kalau orang tak bisa makan di tempat, mungkin mereka tetap ingin makan masakan yang sama di rumah. Karena itu, lahirlah ide untuk mengubah sajian langsung menjadi produk makanan beku (frozen food) yang bisa dimasak di rumah, tapi dengan cita rasa khas yang tidak berubah. Konsep ini menjadi angin segar. Selain aman dan higienis, makanan khas Yogyakarta kini bisa dinikmati di mana saja.

4. Ketika UMKM bisa bernapas lagi

UMKM Yuk Tukoni
UMKM Yuk Tukoni (instagram.com/yuktukoni)

“Mangut Lele Mbah Marto kita ajak untuk membuat frozen food dan itu merupakan tahapan tersendiri buat mereka. Mie Ayam Tumini bisa menjual 100–200 porsi sehari kala itu. Mereka bisa bernapas lagi,” kenang Eri.

Dari empati, ide, dan inisiasi sederhana, Yuk Tukoni menjelma menjadi ruang harapan bagi banyak pelaku usaha. Di balik setiap produk beku yang dijual, tersimpan kisah manusia yang bertahan, tangan-tangan yang kembali bekerja, dapur yang kembali berasap, dan keluarga yang kembali tersenyum di meja makan. Di situlah, Yuk Tukoni menemukan makna sejatinya. Ini bukan sekadar membantu orang berjualan, tapi menyalakan kembali harapan hidup yang sempat padam.

5. Bukan keinginan untuk menang, tapi keinginan untuk berdampak

Eri Kuncoro, inisiator Yuk Tukoni
Eri Kuncoro, inisiator Yuk Tukoni (instagram.com/erikuncoro)

Eri menutup pembicaraan dengan kalimat yang sederhana, tapi menggema lama,

"Jangan mulai dari ingin menang, tapi mulai dari ingin berdampak"

Di tengah dunia yang semakin sibuk mengejar hasil, Yuk Tukoni justru mengingatkan bahwa perubahan besar lahir dari langkah kecil. Dari ajakan sederhana untuk "beli dagangan teman" ke gerakan sosial yang lebih bermakna. Perjalanan Yuk Tukoni masih panjang. Dalam proses itu, bukan hanya pelaku usaha yang mendapatkan kembali harapan mereka untuk bertahan dan berkembang, tapi juga kita yang menyaksikannya.

"Belajarlah melihat sekitar dengan hati yang terbuka," kata Eri.

Ini sebuah pesan singkat mengetuk, yang mengajarkan kita mulai melihat sekitar dengan hati yang terbuka dan tidak fokus pada kemenangan semata. Mungkin, di tengah hiruk pikuk kota, ajakan sesederhana "Yuk Tukoni" bisa jadi cara paling manusiawi untuk saling menjaga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us

Latest in Life

See More

4 Zodiak yang Punya Deep Understanding dalam Hidup, Apa Kamu Termasuk?

15 Nov 2025, 09:15 WIBLife