Mereka yang Merasa Dirinya Lebih Baik Umumnya Tunjukkan 6 Perilaku Ini

Salah satu tanda paling jelas bahwa seseorang merasa dirinya lebih baik adalah kebiasaan memotong pembicaraan orang lain. Ini bukan sekadar karena mereka ingin berbagi pendapat, melainkan untuk menunjukkan dominasi.

Saat kamu sedang berbicara, mereka dengan cepat memotong kalimatmu dan mengarahkan pembicaraan kembali ke topik yang mereka inginkan. Ini menunjukkan bahwa mereka merasa pendapatnya lebih penting dan layak didengarkan dibandingkan pendapat orang lain.

Ketika kamu diinterupsi, bagaimana perasaanmu? Terasa seperti suaramu gak berarti, bukan? Nah, inilah yang mereka coba sampaikan secara tidak langsung, bahwa apa yang kamu katakan tidak sepenting yang mereka pikirkan.

Orang yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain cenderung selalu ingin memegang kendali dalam berbagai situasi. Baik itu dalam rapat kerja, acara sosial, atau bahkan percakapan sehari-hari, mereka akan berusaha menjadi pemimpin, meskipun peran itu seharusnya setara untuk semua orang.

Jika ada yang menolak atau menantang otoritasnya, mereka bisa bereaksi dengan frustrasi atau marah. Bagi mereka, mempertahankan kontrol adalah cara untuk menunjukkan bahwa mereka lebih superior daripada orang lain.

Perilaku merendahkan orang lain secara halus sering kali menjadi ciri khas dari orang yang merasa dirinya lebih baik. Mereka mungkin memberi koreksi yang tidak perlu, melontarkan komentar merendahkan, atau bahkan menyepelekan ide orang lain.

Misalnya, dalam diskusi kelompok, mereka bisa dengan mudah mematahkan ide seseorang dengan nada yang kurang menghargai. Bagi mereka, ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa dirinya lebih tahu dan lebih mampu dibandingkan orang lain. Ini menciptakan dinamika kekuasaan yang bisa membuat orang di sekitarnya merasa kecil.

Pujian adalah sesuatu yang seharusnya menyenangkan untuk diterima, namun orang yang merasa dirinya lebih baik sering kali memberikan ‘pujian’ yang sebenarnya adalah sindiran. Contohnya, mereka mungkin berkata, “Wah, kamu pintar juga ya untuk orang yang nggak sekolah tinggi,” atau “Hebat juga kamu bisa sukses meski berasal dari keluarga biasa-biasa aja.”

Pujian semacam ini gak sepenuhnya tulus. Di balik kata-kata yang terlihat baik, ada pesan tersembunyi bahwa mereka masih memandangmu di bawahnya.

Orang yang merasa dirinya lebih baik sering kali merasa bahwa aturan-aturan umum tidak berlaku untuk mereka. Baik itu dalam lingkungan kerja maupun sosial, mereka sering menghindari tanggung jawab atau melanggar norma yang seharusnya diikuti oleh semua orang.

Mereka mungkin beralasan bahwa dirinya terlalu sibuk atau bahwa hal tersebut tidak sepenting baginya, seolah-olah waktu dan posisi mereka lebih berharga daripada orang lain. Hal ini mempertegas bahwa mereka merasa berada di atas sistem dan orang lain.

Terakhir, orang yang merasa dirinya lebih baik sangat sulit untuk mengakui kesalahan. Bahkan ketika jelas-jelas melakukan kesalahan, mereka cenderung mencari alasan atau menyalahkan orang lain.

Mereka merasa gak mungkin berbuat salah karena menurutnya, mereka selalu lebih pintar dan lebih benar dibandingkan orang lain. Ini membuat mereka terjebak dalam bias Dunning-Kruger, yaitu kecenderungan seseorang dengan kemampuan rendah untuk melebih-lebihkan kemampuannya. Akibatnya, mereka gak hanya gagal belajar dari kesalahan, tetapi juga menyulitkan orang lain di sekitarnya.

Mengakui perilaku-perilaku ini bisa menjadi langkah awal untuk menghindari sikap superior yang tidak disadari. Jika kamu mengenali salah satu dari perilaku ini dalam diri sendiri atau orang lain, mungkin saatnya untuk refleksi dan mulai memperbaiki cara berinteraksi dengan orang lain.

Menghargai pendapat, perasaan, dan posisi orang lain adalah kunci untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan setara. Bagaimana menurutmu? Apakah kamu pernah berhadapan dengan orang seperti ini?