Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Novel yang Bisa Bantu Kamu Memahami Sosialisme

novel Intermezzo dan The Age of Innocence (macmillan.com | penguins.co.uk)
novel Intermezzo dan The Age of Innocence (macmillan.com | penguins.co.uk)
Intinya sih...
  • Novel fiksi dapat membantu memahami sosialisme lebih dalam
  • Sally Rooney dan John Steinbeck menyelipkan kritik sosialisme dalam novel romansa dan klasiknya
  • Novel-novel seperti "The Almond Picker" dan "The Grapes of Wrath" menggambarkan ketidakadilan sistem kapitalisme
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mager baca bukunya Karl Marx, tapi ingin memahami lebih dalam apa yang dimaksud sosialisme? Tenang, ada beberapa novel yang bisa membantumu, kok. Memang gak seholistik buku-buku teks, tetapi bisa menggugah rasa penasaranmu. 

Dikurasi dari berbagai genre, saga keluarga sampai romansa, siapa bilang kamu tak bisa belajar banyak dari fiksi? Sebaliknya, ini cara tepat untuk menutrisi otak sambil menghibur diri. 

1. Intermezzo

Intermezzo karya Sally Rooney (macmillan.com)
Intermezzo karya Sally Rooney (macmillan.com)

Dikenal sebagai penganut Marxisme, Sally Rooney selalu menyelipkan kritik pedas terhadap kapitalisme lewat novel-novelnya. Padahal, genre yang ia usung adalah romansa modern. Namun, kamu bakal dengan jelas melihat posisi Rooney yang tak selalu setuju dengan cara dunia bekerja dewasa ini.

Dalam novel Intermezzo, kamu akan diajak mengikuti saga dua kakak beradik yang terjebak dalam kisah percintaan pelik dengan pasangan masing-masing. Namun, di sinilah mereka belajar untuk mencintai tanpa pamrih, mengingat apapun sekarang serba transaksional. Seperti biasa, ketimpangan kelas sampai krisis tempat tinggal juga ia sertakan di dalam bukunya.

2. The Almond Picker

The Almond Picker karya Simonetta Agnello Hornby (us.macmillan.com)
The Almond Picker karya Simonetta Agnello Hornby (us.macmillan.com)

The Almond Picker adalah novel berlatar Sisilia, Italia 1960-an yang mengikuti kehidupan perempuan yang selama 50 tahun mengabdi sebagai pelayan di rumah keluarga kaya. Lahir dari keluarga petani miskin, profesi ini dianggap jalan hidup terbaik untuknya. Meski jadi orang paling dipercaya di rumah itu, statusnya tetap asisten rumah tangga dan tak lebih dari itu.

Novel dibuka dengan adegan saat ia sekarat di tempat tidurnya dikelilingi keluarga majikannya. Terdengar hangat, tetapi sebenarnya balada sang ART cukup menyesakkan. Tak punya banyak opsi dalam hidupnya, kisah sang ART membuat novel ini jadi karya sastra dengan observasi soal privilese dan kesenjangan kelas yang menampar. 

3. The Age of Innocence

The Age of Innocence karya Edith Wharton (penguin.co.uk)
The Age of Innocence karya Edith Wharton (penguin.co.uk)

Berlatar New York tahun 1920-an, novel klasik ini mengekor pergumulan batin pemuda bernama Newland Archer. Lahir dari keluarga terpandang, hidupnya terlihat menyenangkan dari luar. Namun, seiring dengan pertunangannya dengan seorang perempuan, ia mulai bimbang dengan apa yang ia mau.

Kata hatinya tak selamanya sesuai dengan ekspektasi serta tekanan sosial yang identik dengan identitas kelasnya. Agak beda dari novel-novel sebelumnya, tekanan hidup ala kapitalisme dikritik lewat perspektif orang-orang kelas atas. Yakni, kelompok yang harusnya diuntungkan oleh sistem tersebut.

4. The Grapes of Wrath

The Grapes of Wrath (penguin.co.uk)
The Grapes of Wrath (penguin.co.uk)

The Grapes of Wrath juga ideal untuk mengenal apa itu sosialisme. Ditulis dari perspektif keluarga petani asal Texas yang terdampak Great Depression 1930, tulisan John Steinbeck ini berhasil menguliti bobroknya kapitalisme. Ada banyak adegan yang menggambarkan bagaimana manusia perlahan bergeser dari hidup komunal jadi individualis. 

Beberapa kritik tentang kerakusan bank dan pengusaha juga ikut disenggol. Dengan dialog yang mengalir, Steinbeck berhasil melontarkan kritik tajam. Grapes of Wrath layak dibaca kalau kamu ingin melihat cara pandang alternatif yang tak melulu berorientasi profit dan status.

5. Hour of the Star

Hour of the Star karya Clarice Lispector (penguin.co.uk)
Hour of the Star karya Clarice Lispector (penguin.co.uk)

Seperti Sally Rooney dan John Steinbeck, Clarice Lispector adalah salah satu penulis beraliran kiri yang suka menyelipkan kritik sosialnya dalam buku. Salah satunya dalam buku Hour of the Star yang menyentil isu alienasi dan kemiskinan. Film mengikuti Maccabea, perempuan muda dari kelas bawah yang tak menyadari bahwa dirinya adalah korban dari ketidakadilan sistem. 

Tak digubris, tak dicintai, dan tak punya mimpi personal, akhir hayatnya pun mengenaskan. Hidup Maccabea mungkin terlihat dramatis, tetapi secara mengerikan lekat dengan realitas di lapangan. Kita pernah hidup bahkan mengabdikan diri pada satu hal, tetapi apakah jasa-jasa kita akan diingat setelah mati layaknya pahlawan? Siapa pula yang menentukan seseorang itu berstatus pahlawan atau bukan?

6. The Remains of the Day

The Remains of the Day karya Kazuo Ishiguro (penguinrandomhouse.com)
The Remains of the Day karya Kazuo Ishiguro (penguinrandomhouse.com)

Ceritanya mirip The Almond Picker, novel Kazuo Ishiguro yang satu ini juga membahas tentang esensi profesi. Ia ditulis dari sudut pandang Mr. Stevens, kepala pelayan yang mendedikasikan hampir seluruh hidupnya di rumah keluarga terpandang. Ia bahkan menekan keinginannya untuk berkeluarga demi kariernya itu. 

Barulah, pada usia senja, ia menyesali keputusannya tersebut. Secara tak langsung, novel ini menyoroti cara kapitalisme menyakinkan kita bahwa bekerja adalah bagian integral dalam hidup manusia. Fakta pedih lainnya adalah pembaca tak pernah tahu nama depan Mr. Stevens. 

Sosialisme mungkin terdengar seperti sebuah jargon yang rumit dan dakik, tetapi sebenarnya ia bakal lebih mudah dipahami lewat contoh-contoh sederhana. Beberapa novel dengan karakter imersif di atas adalah buktinya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us