“Dunia kita penuh dengan dinamika kekuasaan, konflik, dan harapan akan perdamaian. Saya ingin membuat karya yang relevan dengan pengalaman manusia, tetapi dikemas dalam balutan fantasi epik,” tutur Marco.
The Heir of Time: Karya Anak Bangsa Menembus Panggung Global!

- Perjalanan Marco Jonathan
- Mulai dari studi di Inggris
- Karya pendek sukses di festival internasional
- Penghargaan untuk Peace Process
- Lahirnya The Heir of Time
- Ide pertama muncul saat kuliah
- Kisah tentang pewaris Dinasti Armelion
- Refleksi budaya Indonesia dalam kemasan global
- Identitas Indonesia dalam balutan fantasi
- Elemen budaya Indonesia disisipkan ke dalam narasi global
- Dinamika geopolitik terinspirasi dari sejarah Nusantara
Tidak banyak sineas muda Indonesia yang berhasil membawa karya mereka hingga ke panggung internasional. Salah satu yang kini menjadi sorotan adalah Marco Jonathan, animator dan sutradara muda asal Indonesia yang meluncurkan trailer perdana serial animasi 3D bergenre sci-fi fantasi berjudul The Heir of Time.
Serial The Heir of Time akan melakukan debut resminya di MCM Comic Con London 2025, sebuah ajang terbesar bagi para pencinta pop culture dunia. Yuk, simak selengkapnya!
1. Perjalanan Marco Jonathan

Perjalanan Marco di dunia perfilman dimulai sejak masa studinya di Inggris. Berbekal mimpi besar dan identitas budaya yang kuat, ia mulai menciptakan karya-karya pendek yang kemudian mendapat apresiasi di berbagai festival. Karyanya, Inception of Silence berhasil masuk nominasi Royal Television Society (RTS) 2024 dan memenangkan Best Student Film di Covent Garden Film Festival 2025.
Karya berikutnya, Peace Process, bahkan melesat lebih jauh, yakni meraih penghargaan Best Student Drama 2025, serta memborong Craft Awards di RTS West of England Student Awards untuk kategori Penyutradaraan, Desain Produksi, dan Tata Suara. Rangkaian pencapaian ini bukan hanya deretan trofi, tetapi juga menjadi batu loncatan yang mengokohkan nama Marco di antara talenta muda internasional.
2. Lahirnya The Heir of Time

Ide The Heir of Time pertama kali muncul lebih dari lima tahun lalu, ketika Marco masih duduk di bangku kuliah. Ia membayangkan dunia fantasi yang luas, di mana waktu menjadi kekuatan utama dan konflik antarbangsa menjadi cermin realitas politik dunia nyata.
Kisah ini berpusat pada tokoh Sel, putri bangsa Elf sekaligus pewaris tunggal Dinasti Armelion. Terlahir dengan kemampuan mengendalikan waktu, Sel harus belajar menggunakan kekuatan kunonya untuk memulihkan perdamaian setelah dunianya terjerumus dalam perang galaksi. Dalam perjalanannya, Sel ditemani sahabat-sahabat terdekat, menghadapi konflik lintas generasi, politik, hingga pertempuran antarbangsa.
3. Identitas Indonesia dalam balutan fantasi

Yang membuat The Heir of Time berbeda adalah keberanian Marco menyisipkan elemen-elemen budaya Indonesia ke dalam narasi global. Sistem faksi, gaya bela diri, desain kostum, bahkan cara salam dan interaksi sosial banyak mengambil inspirasi dari tradisi Jawa dan Sumatra.
Lebih jauh, dinamika geopolitik dalam cerita mengambil ilham dari sejarah Nusantara, bagaimana bangsa-bangsa saling berinteraksi, berkonflik, dan mencari titik temu. Hal ini menjadikan The Heir of Time tidak sekadar kisah fantasi, tetapi juga refleksi budaya Indonesia dalam kemasan yang bisa dipahami penonton internasional.
“Saya percaya karya lokal bisa punya suara global. Lewat The Heir of Time, saya ingin menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya kaya budaya, tapi juga mampu menghadirkan cerita yang relevan di panggung dunia,” ujar Marco.
4. Kolaborasi global dengan teknologi mutakhir

Meski berangkat dari visi seorang sineas Indonesia, The Heir of Time adalah hasil kolaborasi tim kreatif lintas negara, mulai dari Indonesia, Inggris, Taiwan, Jerman, Meksiko, dan lainnya. Perbedaan latar belakang justru memperkaya dunia animasi ini dengan ragam perspektif budaya.
Proses produksinya pun mengandalkan teknologi mutakhir. Seluruh visual animasi 3D dibuat menggunakan Blender, perangkat lunak open-source yang kini menjadi standar baru bagi kreator independen. Teknologi motion capture digunakan untuk menghadirkan gerakan karakter yang lebih realistis, menegaskan bahwa kualitas karya independen bisa bersaing dengan produksi besar.
5. Momentum di Comic Con London

Debut resmi The Heir of Time akan berlangsung di MCM Comic Con London 2025 di ExCel London. Di sana, pengunjung dapat merasakan langsung dunia fantasi ini melalui pengalaman VR, aktivitas interaktif, hingga merchandise eksklusif.
Momentum ini bukan hanya peluncuran sebuah serial, tetapi juga tonggak sejarah perjalanan Marco, dari ruang kelas di Indonesia, ke panggung festival film, hingga kini membawa karya epik ke salah satu ajang pop culture terbesar dunia. The Heir of Time ditujukan bagi penonton muda dewasa, memadukan tema politik, perang, dan perjalanan pendewasaan dengan pesan utama: kepercayaan pada diri sendiri dan kemampuan mengendalikan takdir. Bagi Marco, serial ini adalah wujud nyata bahwa mimpi besar anak bangsa bisa menembus batas negara.
“Saya ingin generasi muda Indonesia percaya bahwa karya mereka bisa bersaing di manapun. Tidak ada batas bagi kreativitas, selama kita berani membawa identitas dan terus belajar dari dunia,” tutupnya.