Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Waspadai 7 Hal yang Mendorong Jadi Pebinor atau Pelakor, Narsistik!

ilustrasi berduaan (pexels.com/Anna Tarazevich)

Merebut pasangan orang lain merupakan tindakan yang amat tercela. Jangankan ketika mereka telah menjadi sepasang suami istri. Mereka masih berstatus pacaran pun gak etis untukmu merusak hubungan. Seakan-akan dirimu tidak bisa mencari calon pasangan lain yang jelas-jelas masih sendiri.

Baik pria maupun perempuan perebut pasangan orang bakal terkena sanksi sosial yang berat. Kamu akan dianggap berbahaya bagi orang-orang di sekitarmu. Sampai kapan pun, rekam jejakmu sebagai pebinor atau pelakor bakal diingat orang. Bahkan meski dirimu gagal hidup bahagia bersama seseorang yang diincar, nama baikmu telanjur hancur.

Sangat penting untukmu lebih hati-hati dalam memperturutkan dorongan yang timbul dalam diri. Terlebih ketika apa yang dilakukan nantinya berdampak besar pada lebih banyak orang, yaitu pasangannya, anak-anaknya, dan keluarga besar mereka. Dirimu harus ekstra waspada apabila mempunyai tujuh ciri di bawah ini. Jangan sampai kamu terdorong untuk merebut pasangan orang tanpa sedikit pun rasa bersalah.

1. Merasa gak salah selama seseorang juga mau sama kamu

ilustrasi berpelukan (pexels.com/cottonbro studio)

Kalau ada pihak yang harus disalahkan dalam perselingkuhan yang terjadi, kamu menolak tegas dia adalah si orang ketiga. Menurutmu, orang yang bersalah ialah suami atau istri yang mau saja menjalin hubungan gelap dengan orang ketiga itu. Dia tidak mungkin lupa tentang statusnya yang sudah memiliki pasangan resmi bahkan anak-anak.

Orang ketiga cuma datang dan memberikan sedikit sinyal ketertarikan, lalu ia menanggapinya dengan serius. Kamu yakin perselingkuhan tak bakal terjadi seandainya seseorang yang telah menikah mempunyai iman dan komitmen yang kuat. Mau dirimu berjungkir balik buat menggodanya, dia seharusnya tidak memedulikanmu.

Namun dengan ia mau saja didekati olehmu bahkan balik mengejar-ngejarmu, bagimu perselingkuhan itu salahnya sendiri. Tentu saja orang yang gak setia bersalah terhadap pasangannya. Akan tetapi, jangan lupakan faktor eksternal yang dapat memengaruhi kesetiaan seseorang. Mestinya dirimu juga tak berperan sebagai penggoda. 

2. Merasa kamu lebih menarik daripada pasangan sahnya

ilustrasi mencium (pexels.com/Katerina Holmes)

Kamu yang terlalu percaya diri sampai narsistik harus lebih berhati-hati. Dirimu sering merasa lebih menarik daripada teman-teman sesama jenis. Tak jarang kamu bahkan meremehkan orang lain secara langsung, misalnya dengan berkomentar negatif tentang penampilannya. Apalagi ketika dirimu jatuh cinta pada seseorang yang sudah mempunyai pasangan.

Secantik atau setampan apa pun pasangan resminya, di matamu tetap gak ada apa-apanya dari pesonamu. Terlebih jika sosoknya sederhana, kamu makin menjadi-jadi dalam bersikap sinis padanya. Dengan keyakinanmu akan pesona diri yang luar biasa, kamu merasa lebih cocok menjadi pasangan seseorang yang sudah beristri atau bersuami.

3. Terlalu suka tantangan sampai gak peduli risiko dan moralitas

ilustrasi berduaan (pexels.com/Bethany Ferr)
ilustrasi berduaan (pexels.com/Bethany Ferr)

Menyukai tantangan bagus untuk pengembangan diri. Dengan kamu berani menghadapi tantangan, kemampuanmu bakal kian terasah. Akan tetapi, terlalu menyukai tantangan hingga gak paham konteks juga berbahaya. Dirimu tak memedulikan berbagai risiko dari suatu tindakan. Kamu bukan hanya sekadar berani melainkan nekat.

Dirimu selalu berprinsip risiko bisa dipikir nanti saja di belakang. Terpenting lakukan dulu sesuatu sebelum momennya lewat. Benar atau salah tindakan tersebut tak lagi menjadi pertimbanganmu. Dirimu jarang sekali bertanya jawab dengan hati kecil serta berbuat cuma berdasarkan hawa nafsu.

4. Mementingkan kebahagiaan sendiri

ilustrasi berduaan (pexels.com/Vietnam Photographer)
ilustrasi berduaan (pexels.com/Vietnam Photographer)

Kebahagiaan diri memang harus dijaga supaya tak mudah lenyap darimu. Jika sekarang kamu merasa belum bahagia, maka kebahagiaan juga perlu buat dicari dan diperjuangkan. Namun, jangan lupa bahwa pencarian akan kebahagiaan tidak boleh membuatmu mengabaikan kebahagiaan seseorang. Apalagi apa yang dirasakan sebagai kebahagiaanmu tak lebih dari merampas kebahagiaannya.

Bukan seperti itu cara yang tepat buat membahagiakan diri. Bikin aturan yang tegas untuk diri sendiri, bahwa kebahagiaanmu tidak boleh diwujudkan dengan menyakiti orang lain secara sengaja. Merebut pasangannya tak mungkin dilakukan tanpa sadar. Ada usaha yang berkesinambungan darimu buat mendekatinya sampai ia benar-benar berpaling dari suami atau istrinya.

5. Mendambakan kedewasaan dan kemapanan finansial darinya

ilustrasi berduaan (pexels.com/Gender Reveals)

Tentu sesungguhnya jomlo yang dewasa secara pemikiran dan memiliki kondisi keuangan yang stabil juga banyak. Akan tetapi, kamu memandang orang yang sudah berkeluarga lebih mungkin berada di posisi itu. Alasannya, dia telah terbiasa harus menafkahi keluarganya.

Ini pun tak hanya berlaku untuk pria beristri. Perempuan yang sudah bersuami meski tidak bekerja juga dipandang lebih aman secara finansial jika selalu dinafkahi dengan baik. Malah seluruh uang suami bisa dipegang olehnya, termasuk aset-aset memakai namanya. 

Secara mental, kamu pun menganggap orang yang telah menikah pasti lebih matang secara pemikiran daripada lajang sekalipun usia mereka sama. Suami atau istri setiap hari dihadapkan pada berbagai persoalan. Semua itu hanya bisa diselesaikan dengan baik jika ia tak kekanak-kanakan. Dirimu yang memercayai pandangan seperti ini lebih berhasrat pada orang yang sudah berpasangan daripada sesama single.

6. Trauma masa lalu yang tak diatasi dengan baik

ilustrasi perempuan dan cermin (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi perempuan dan cermin (pexels.com/cottonbro studio)

Kamu boleh jadi hanya akan seperti mengulang masa lalu kedua orangtuamu bila rasa trauma tidak diatasi dengan baik. Misalnya, rumah tangga mereka hancur karena kehadiran orang ketiga. Kalau rasa traumamu sebagai anak teratasi hingga tuntas, kamu tidak hanya tumbuh dengan sifat setia.

Dirimu juga mau membantu mengamankan hubungan siapa pun supaya langgeng. Namun, trauma yang diabaikan malah bisa membuatmu mendendam dan ingin menghancurkan kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Pikirmu, jika keluargamu rusak gara-gara perselingkuhan, maka tak seorang pun pantas berbahagia dalam perkawinannya.

Trauma seperti ini harus disadari. Jangan disangkal terus karena akan menjauhkanmu dari kemampuan mengatasinya secara tepat. Lakukan konsultasi dengan psikolog bila diperlukan. Kamu juga bisa berdiskusi dengan korban-korban perselingkuhan yang lain serta membaca berbagai artikel yang membantumu menyembuhkan luka batin itu.

7. Ingin membahagiakan orang yang rumah tangganya bermasalah

ilustrasi menghibur (pexels.com/Joel Santos)
ilustrasi menghibur (pexels.com/Joel Santos)

Empatimu pada teman yang rumah tangganya tengah goyah telah kebablasan. Sebagai kawan yang baik, tentu dirimu jangan sampai menambahi kesedihannya. Kehadiranmu di dekatnya mesti dapat mengangkat sedikit beban di hatinya akibat ulah pasangannya.

Namun, ini gak berarti kamu bertanggung jawab untuk menggantikan tugas pasangannya. Cukup dengan dirimu tidak terlalu banyak bertanya apalagi menyudutkannya, sikap ini telah menenangkannya. Kamu tak perlu sampai mengajaknya jalan-jalan berdua apalagi mendadak sok romantis padanya.

Ingat, kalian berbeda jenis kelamin. Setiap bentuk perhatianmu rawan disalahartikan. Apalagi ia sedang muak terhadap pasangannya. Sementara di pihakmu, niat menghibur bisa berujung pada tekad memberikan perlindungan padanya. Sampai-sampai dirimu merasa harus merebutnya dari pasangan resminya yang cuma bikin dia sedih melulu.

Jangan coba-coba mendekati pasangan orang lain bahkan bila hubungan mereka telah di ambang perpisahan. Jika pun dirimu sudah lama menyimpan cinta untuknya, tunggu sampai mereka betul-betul berpisah tanpa campur tanganmu. Setelah beberapa waktu dia sendiri, baru kamu boleh mendekatinya secara intensif. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us