5 Alasan Kenapa Anak Muda Suka Ghosting, Takut Berkomitmen?

Ghosting adalah fenomena di mana seseorang tiba-tiba menghilang tanpa kabar dalam hubungan, baik dalam konteks pertemanan, asmara, atau bahkan profesional. Perilaku ini kerap dikaitkan dengan anak muda.
Namun, apa sebenarnya alasan di balik kebiasaan ini? Berikut lima alasan utama kenapa ghosting terjadi, yang mungkin bisa menjelaskan perilaku ini lebih dalam.
1. Takut pada komitmen yang serius

Anak muda sering kali merasa terjebak dalam harapan besar saat hubungan mulai terasa serius. Ketakutan terhadap tanggung jawab yang menyertai sebuah komitmen bisa menjadi salah satu alasan utama mereka memilih ghosting.
Saat kamu merasa belum siap atau tidak yakin dengan masa depan hubungan, ghosting dianggap sebagai jalan keluar yang lebih mudah daripada menghadapi percakapan yang sulit. Namun, alih-alih menyelesaikan masalah, perilaku ini justru menciptakan luka emosional bagi pihak yang ditinggalkan.
2. Kurangnya keterampilan berkomunikasi

Tidak semua orang memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan mereka secara jujur, terutama jika itu melibatkan penolakan. Anak muda yang belum terbiasa menghadapi konflik cenderung memilih untuk menghindar daripada berkata jujur.
Dalam situasi seperti ini, ghosting sering dianggap sebagai cara paling aman untuk menghindari rasa bersalah. Sayangnya, kebiasaan ini justru memperburuk hubungan antarindividu, karena tidak adanya penjelasan membuat pihak lain kebingungan.
3. Merasa hubungan tidak penting

Dalam era komunikasi serba cepat, beberapa hubungan terasa lebih dangkal dan tidak terlalu berarti. Jika seseorang merasa hubungan tersebut tidak cukup penting, mereka mungkin memilih untuk pergi tanpa memberi penjelasan.
Bagi mereka, ghosting adalah cara sederhana untuk menghindari drama atau konsekuensi yang dirasa tidak perlu. Namun, hal ini menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap perasaan orang lain yang dapat merusak kepercayaan dan empati.
4. Tekanan dari media sosial

Media sosial menciptakan ilusi bahwa segalanya mudah digantikan. Ketika seseorang merasa ada banyak pilihan, mereka cenderung lebih cepat menyerah pada hubungan yang dirasa tidak sempurna. Ghosting menjadi cara instan untuk menghapus seseorang dari kehidupan mereka.
Selain itu, banyaknya ekspektasi dari kehidupan sosial di dunia maya dapat membuat seseorang merasa tertekan untuk tampil sempurna. Ketika hubungan mulai bertentangan dengan citra ideal tersebut, ghosting menjadi pilihan untuk melarikan diri.
5. Takut disalahkan atau dihakimi

Ketika hubungan tidak berjalan sesuai harapan, seseorang mungkin takut dianggap sebagai pihak yang bersalah. Rasa takut akan konfrontasi dan penilaian negatif dari orang lain membuat ghosting menjadi pilihan.
Dengan menghilang begitu saja, mereka berharap dapat menghindari rasa malu atau situasi yang membuat mereka tidak nyaman. Namun, ketakutan ini sebenarnya bisa diatasi dengan komunikasi yang terbuka dan saling menghormati.
Ghosting mungkin terlihat seperti cara mudah untuk menghindari masalah, tetapi dampaknya bisa sangat merugikan, baik bagi pelaku maupun korban. Penting untuk menyadari bahwa hubungan yang sehat membutuhkan komunikasi, keberanian untuk menghadapi konflik, dan penghargaan terhadap perasaan orang lain.
Jika kamu pernah tergoda untuk melakukan ghosting, cobalah untuk lebih berani menghadapi situasi. Bersikap jujur dan terbuka, meskipun sulit, adalah langkah penting untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa. Ingatlah bahwa setiap hubungan, baik singkat maupun panjang, layak untuk diakhiri dengan cara yang bijaksana.