Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Ciri Kamu Berada di Lingkup Pertemanan yang Sehat dan Suportif 

ilustrasi pertemanan (by Chu Chup Hinh on Pexels)

Selain keluarga, keberadaan teman tentunya sangat berharga dalam kehidupan kita sebagai makhluk sosial. Keberadaan teman seringkali membawa pengaruh terhadap kepribadian serta kebiasaan kita sebagai individu. Itu sebabnya, lingkup pertemanan yang positif sangat diperlukan jika kita ingin berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Bukankah kita sering merasa tidak nyaman saat berada di lingkungan yang cenderung toxic? Namun sayangnya, tak jarang pula kita tidak menyadari bahwa kita ada di lingkungan yang toxic. Maka dari itu, kita perlu memahami apakah kita sudah berada di lingkup pertemanan yang tepat atau belum. Untuk mengetahui seperti apa lingkup pertemanan yang sehat dan positif, yuk, simak ciri-ciri berikut!

1. Tidak saling melontarkan kalimat negatif dan kasar

ilustrasi berceloteh (by Yan Krukau on Pexels)

Tidak dapat dipungkiri, bahwa belakangan ini berkata kasar sering dianggap wajar jika dilakukan di hadapan teman-teman. Namun, sebenarnya hal ini dapat membawa energi negatif bagi diri sendiri maupun orang yang mendengarnya. Melontarkan kalimat negatif atau kasar ibarat membuang 'sampah' yang dapat mengotori lingkungan sekitarnya.

Kebiasaan melontarkan kalimat negatif dan kasar juga berpengaruh terhadap pola pikir seseorang. Ketika kita terbiasa mendengar kalimat negatif, tanpa disadari kita juga akan membiarkan pikiran-pikiran negatif tersebut bersarang dalam diri. Seperti, perasaan pesimis, membandingkan diri sendiri dengan orang lain, merasa kurang, serta perasaan negatif lainnya yang pada akhirnya jadi penyebab munculnya rasa insecure pada diri sendiri.

2. Tidak membicarakan keburukan orang lain

ilustrasi bergosip (by Keira Burton on Pexels)

Mirip dengan ciri sebelumnya, membicarakan keburukan orang lain pun akan membawa energi negatif. Alih-alih memiliki pemikiran yang terbuka dan positif, terbiasa membicarakan keburukan orang lain akan membuat seseorang jadi senang mencari celah atau kekurangan orang lain sebagai topik untuk dibahas dengan teman-temannya. Padahal, banyak sekali topik lain yang benar-benar seru, bermanfaat, dan layak untuk dibahas bahkan dijadikan bahan diskusi agar bisa menambah wawasan atau meningkatkan value bersama.

Membicarakan keburukan orang lain tidak membuat seseorang terlihat lebih baik. Justru sebaliknya, orang yang terlalu sibuk membicarakan orang lain seolah tidak puas dengan dirinya sendiri, sehingga ia mencari objek lain untuk dibicarakan sebagai validasi bahwa dirinya sudah lebih baik. Jika kamu berada di lingkup pertemanan yang sering membicarakan orang lain, coba sesekali bergabung dengan orang-orang yang sibuk berproses untuk masa depan mereka, dan rasakan perbedaannya!

3. Memahami batasan dan privasi satu sama lain

Ilustrasi berbincang (Photo by Tirachard Kumtanom on Pexels)

Setiap orang tentu memiliki batasan yang tidak boleh dilewati tanpa izin yang bersangkutan. Itulah sebabnya, komunikasi yang baik sangat diperlukan untuk mengidentifikasi batasan antar individu, sehingga semua pihak dapat merasa dihargai. Dengan begitu, pertemanan pun akan jadi lebih harmonis tanpa adanya konflik berlebihan.

Jika kamu berada di lingkup pertemanan yang tepat, teman-temanmu tidak akan melontarkan pertanyaan maupun pernyataan yang menyentuh ranah pribadi hingga membuatmu merasa tidak nyaman. Tidak peduli sedekat apa pun pertemanan, privasi merupakan hal yang perlu dijaga. Sebab, memahami batasan dan privasi satu sama lain merupakan kunci pertemanan yang sehat.

4. Bisa menjadi pendengar tanpa menghakimi

Ilustrasi mendengarkan (by George Milton on Pexels)

Tanpa disadari, kita seringkali kesulitan menahan diri untuk tidak berkomentar ketika orang lain sedang bercerita. Padahal, sebenarnya banyak diantara orang-orang yang bercerita tersebut hanya butuh didengarkan tanpa diberi saran. Ini merupakan hal yang sulit dilakukan, terutama untuk orang-orang yang terbiasa mengkritisi sesuatu secara mendalam.

Maka dari itu, ada baiknya kita membiasakan diri untuk lebih peka dan belajar memahami situasi. Jika ada teman yang butuh tempat cerita, jadilah pendengar yang baik tanpa menghakimi. Berikan saran atau pendapat hanya jika diminta saja. Kita pun tidak nyaman jika dikritisi saat sedang bercerita, bukan? Maka dari itu, jangan sampai kita sendiri yang pada akhirnya jadi sumber toxic dalam pertemanan karena terlalu banyak mengomentari hal yang tidak diperlukan.

5. Saling dukung tanpa merasa tersaingi

Ilustrasi pertemanan (by Adrienn on Pexels)

Merasa tersaingi dalam pertemanan seringkali timbul karena adanya perasaan insecure dalam diri seseorang, sehingga ia merasa butuh membuktikan keunggulan dirinya. Namun, dengan memahami bahwa setiap orang memiliki alur kehidupan yang beragam, perasaan tersebut sebenarnya dapat dihindari. Teman yang baik justru akan ikut senang, bangga, bahkan merayakan keberhasilan temannya, dan menjadikan hal tersebut sebagai inspirasi, bukan sebagai ancaman.

Hal ini tentu dapat menjadi indikator ketulusan sebuah pertemanan. Jika seseorang merasa tersaingi atas keberhasilan temannya, ia akan merasa terbebani dengan hubungan tersebut, sehingga ketulusan yang seharusnya ada dalam sebuah pertemanan semakin tidak terasa. Berdasarkan hal-hal yang sudah disebutkan sebelumnya, apakah kamu sudah berada di lingkup pertemanan yang tepat? Jika sudah, dijaga baik-baik, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhini Chalista Amelya
EditorDhini Chalista Amelya
Follow Us