Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Alasan Mengapa Harus Cut Off dengan Lingkup Pertemanan yang Toxic  

Lingkup pertemanan toxic (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Istilah circle atau lingkup pertemanan sejak dahulu memang banyak kita temui baik dalam lingkungan sekolah, pekerjaan hingga masyarakat. Circle yang baik bisa memberikan manfaat untuk mendukung kemajuan diri sendiri dan berfungsi sebagai support system yang menguntungkan. 

Namun tak selamanya suatu circle memiliki sisi positif. Banyak pula lingkup pertemanan toxic yang dapat menimbulkan keburukan bagi sebagian anggotanya. Jika kamu sedang berada dalam lingkup pertemanan yang buruk tidak ada salahnya untuk perlahan memberi jarak. Berikut enam hal yang bisa kamu dapatkan saat cut off dengan toxic circle.

1. Mental lebih terjaga

Lingkup pertemanan toxic (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Saat tergabung dalam grup pertemanan kamu pasti dihadapkan dengan berbagai masalah-masalah. Misalnya seperti pertengkaran antar sesama, rasa tidak enakan yang menyiksa diri hingga persoalan remeh dari temanmu yang dibesar-besarkan yang mengganggu ketenteramanmu.

Selain itu dalam circle juga bisa memicu praktik bullying antar sesama seperti berbicara dengan nada mengolok-olok, saling sindir, menjadikan kacung atau pesuruh di antara mereka hingga perundungan fisik yang tak bisa ditolerir lagi. Seseorang yang melakukan hal seperti itu biasanya bersembunyi dibalik kata 'bercanda' namun mereka tak berpikir bahwa itu bisa menyakiti harga diri seseorang. 

2. Banyak waktu produktif

Lingkup pertemanan toxic (pexels.com/Thirdman)

Suatu circle pasti punya tempat ngumpul untuk nongkrong baik itu di rumah atau kos-kosan salah satu anggotanya, warung kopi dan lainnya. Saat tergabung dalam lingkup pertemanan pasti ada rasa keharusan untuk ikut nimbrung bersama yang lain. 

Namun kegiatan berkumpul seperti itu biasanya malah tidak produktif, mereka hanya gibah, main sosmed atau numpang WiFi, tidur dan kegiatan lainnya yang tidak memberi manfaat. Daripada berkumpul tanpa tujuan seperti itu lebih baik langsung balik kos atau rumah dan lakukan pekerjaan produktif lainnya lebih menghasilkan.

3. Menghemat uang saku

Lingkup pertemanan toxic (pexels.com/cottonbro studio)

Ketika berkumpul dengan teman, kamu pasti akan makan atau pergi ke manapun. Bisa dikalkulasi saat pergi, minimal pasti menghabiskan Rp50-100 ribu. Hal seperti itu jika dilakukan seminggu sekali masih aman untuk pengeluaran, namun jika terlalu sering akan menimbulkan masalah lain.

Apalagi kamu seorang anak kos yang memiliki uang bulanan pas-pasan dan sebisa mungkin membuat budget hemat untuk pengeluaran. Jika kamu tersiksa dengan lingkup pertemanan yang suka delivery order makanan maka mulailah batasi interaksi dengan mereka. Utamakan prioritasmu dan lupakan gengsi-gengsi jika kamu tidak mau bokek di akhir bulan.

4. Menghindari drama

Lingkup pertemanan toxic (pexels.com/cottonbro studio)

Drama yang terjadi di lingkaran pertemanan sudah menjadi rahasia umum yang tidak bisa kamu hindari. Cara pandang dan tabiat dari orang-orang yang tergabung dalam circle tersebut menjadikan bumbu-bumbu masalah yang problematik. Hal yang sering dijumpai adalah sifat seseorang yang bermuka dua dan suka mengadu domba.

Jenis orang seperti ini agaknya memang harus pintar-pintar dalam menyikapinya. Seseorang itu cenderung bersikap manis dan friendly saat bersamamu, namun saat kamu tak ada seseorang itu akan membicarakan dibelakang dan menghasut yang lainnya untuk melakukan hal yang buruk. Orang dengan tabiat seperti itu biasanya suka mengompori masalah, bicara sesukanya tanpa sumber yang valid dan suka memutar balikan fakta.

5. Menjangkau lebih banyak teman

Lingkup pertemanan toxic (pexels.com/Elevate)

Banyak anggapan jika selalu bersama suatu lingkup pertemanan adalah tanda solidnya pertemanan. Namun sebenarnya, hubungan pertemanan yang posesif akan merugikan. Bahkan bisa menimbulkan kecemburuan atau malah dibicarakan di belakang bila kamu pergi bergaul bersama yang lain.

Model pertemanan seperti ini memang pantas untuk dihindari. Mereka seolah memegang kendali atas apa yang kamu ingin lakukan. Tidak ada salahnya berteman, bergaul dan bertukar pikiran dengan siapa aja. Jangan merasa tidak enakan dan mau dikekang atas sesuatu yang baik untukmu, toh hal tersebut tidak merugikan mereka mengapa kamu harus merasa bersalah?

6. Menghindari 'too much information'

Lingkup pertemanan toxic (pexels.com/fauxels)

Saat sedang berkumpul bersama biasanya seseorang akan menyulut topik pembicaraan yang akan disahut oleh lainnya. Namun daripada membicarakan hal-hal positif demi menambah informasi yang berfaedah mereka justru senang membahas mengenai seseorang atau istilahnya gibah.

Sering terjadi informasi dari membicarakan seseorang ini tidak valid atau bermodalkan 'katanya'. Saat terjebak dalam situasi ini kamu mau tidak mau harus mengikuti topik pembicaraan mereka, hal ini akan membuat otak mendapatkan banyak informasi (too much information) yang tidak penting dan sia-sia saja tak ada manfaatnya untuk diri sendiri.

Beberapa alasan di atas sudah cukup kan untuk meyakinkan supaya membatasi interaksi dengan grup pertemanan toxic yang merugikanmu secara keseluruhan? Hargai dirimu dengan lakukan apapun yang kamu inginkan, jadikan pertemanan sebagai support system dan bisa membawamu menjadi versi yang lebih baik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mega Ansav
EditorMega Ansav
Follow Us