Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Pertengkaran Pasangan yang Ganggu Orang Lain, Ribut di Tempat Umum!

ilustrasi pertengkaran (pexels.com/Gustavo Fring)

Pasangan yang paling harmonis sekalipun bukannya gak pernah ada masalah di antara mereka. Hanya cara mereka menghadapi persoalan berbeda dengan pasangan yang suka bertengkar. Mereka lebih suka membicarakannya baik-baik sehingga tidak perlu ada ketegangan dan ledakan emosi seperti dalam cekcok.

Sebenarnya sesekali pasangan berantem pun gak apa-apa. Ini wajar terjadi ketika ada perbedaan yang terlalu tajam di antara keduanya dan diskusi lama-lama memanas. Namun, sebaiknya dalam kondisi mereka sedang tak akur pun jangan lantas semua orang tahu apalagi sampai merasa terganggu. Pertengkaran bukan hal yang menyenangkan untuk disimak orang lain.

Energi negatif dari keributan di antara dua orang bisa dengan cepat menyebar luas pada semua orang yang mendengar atau melihatnya. Hanya orang yang suka kepo atau ingin menjadikannya bahan gunjingan yang bakal senang sekali setiap mendengar tetangga atau temannya ribut besar dengan pasangan. Namun, kebanyakan orang termasuk kamu pasti terganggu dengan gaya berantem pasangan seperti di bawah ini.

1. Bertengkar di dalam rumah, tapi suaranya keras sekali

ilustrasi pertengkaran (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Kalau orang tidak berteriak-teriak dan berbicara biasa saja, dinding-dinding rumah seharusnya cukup untuk meredam suaranya. Namun, pertengkaran pasangan yang abai pada hak tetangga untuk menikmati suasana tenang akan sangat mengganggu. Bahkan cekcok ini dapat terjadi kapan saja, seperti pagi-pagi atau larut malam.

Satu orang berteriak, pasangan juga tak lantas mengingatkannya buat memelankan suara. Justru pasangannya ikut-ikutan meninggikan suara. Terus seperti itu sehingga dalam sekejap suara pertengkaran yang sampai ke rumahmu telah keras sekali. Meski rumahmu gak persis di sebelahnya, suara cekcok mereka tetap terdengar.

Ada suara tangisan sampai hampir setiap katanya pun tak ada yang terlewat olehmu. Dirimu tidak perlu menguping karena tanpanya pun suara mereka otomatis terdengar jelas. Mereka gak bisa menjaga privasi sendiri sekaligus menganggu tetangga di sekitarnya dengan suara keras percekcokan.

Kamu bisa sampai merasa berdebar-debar mendengar nada tinggi mereka serta suara barang-barang dibanting. Kalau suaranya mengganggu sekali, tidak ada salahnya untukmu melaporkannya ke pihak keamanan setempat agar mendatangi rumah pasangan tersebut. Selain supaya polusi suara segera berhenti, juga mencegah tindakan berbahaya yang bisa terjadi di dalam rumah.

2. Gak malu ribut-ribut di tempat umum

ilustrasi pertengkaran (pexels.com/RDNE Stock project)

Pasangan yang berantem di tempat publik kerap disebut urat malunya sudah putus. Sebutan ini cukup beralasan karena masalah yang seharusnya hanya diketahui oleh dua orang malah disiarkan ke banyak orang yang gak peduli. Mereka bertengkar tanpa melihat-lihat tempat. Ini tanda bahwa keduanya amat childish.

Kalau satu orang lebih dewasa seharusnya ia bergegas menenangkan pasangannya dan membawanya pergi. Akan tetapi jika keduanya sama-sama kekanak-kanakan, pertengkaran berkobar di lokasi. Ini bukan cara yang positif untuk menarik perhatian banyak orang. Alih-alih menghibur, semua orang termasuk kamu yang ada di situ malah merasa terganggu.

Pertengkaran pasangan di food court  suatu mal misalnya, membuatmu kehilangan selera makan. Tidak menyenangkan rasanya mengunyah makanan apa pun sembari mendengar dan mau tak mau melihat drama asmara orang lain. Bila keributan tak kunjung berakhir, kamu saja yang menyingkir atau adukan ke petugas di lokasi tersebut. Tempat publik menjadi hak banyak orang. Jangan ada satu pasangan penuh drama yang seakan-akan menguasainya.

3. Apa pun masalahnya, nama orang lain dibawa-bawa

ilustrasi pertengkaran (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Kamu tentu merasa sangat tidak nyaman bila tahu-tahu namamu disebut-sebut dalam pertengkaran sepasang kekasih. Baik dirimu hanya mengenal salah satu dari mereka atau dua-duanya, tetap saja ini menakutkan. Takutnya, kamu yang tak tahu apa-apa tentang persoalan mereka justru menjadi sasaran kebencian.

Sebagai contoh, seorang istri bertengkar dengan suaminya tentang uang. Kebetulan kalian bertetangga dan kamu seorang pria beristri juga. Tetanggamu yang perempuan lantas membandingkan suaminya denganmu dari segi pekerjaan dan pendapatan. Dia tahu pekerjaan serta penghasilanmu lebih baik daripada suaminya sehingga gak puas dengan nafkah yang diterimanya. Ia iri pada istrimu yang tampak lebih sejahtera daripada dirinya.

Alih-alih dirimu merasa tersanjung diakui olehnya memiliki pekerjaan dan pendapatan yang bagus, kamu malah membenci keadaan ini. Sudah pasti suaminya kian emosi ada nama pria lain yang disebut istrinya. Jangan-jangan habis ini dirimu menjadi bulan-bulanan kemarahan suaminya yang cemburu dan sakit hati dianggap lebih rendah darimu.

4. Mereka yang bertengkar, kamu yang diminta menengahi

ilustrasi pertengkaran (pexels.com/Gustavo Fring)

Kamu gak membuka jasa konsultan pernikahan. Namun saat sepasang kekasih atau suami istri bertengkar, salah satu dari mereka atau keduanya lantas menghubungimu. Dirimu diminta untuk menjadi mediator keduanya. Kelihatannya tugas ini memang mulia sekali. Siapa tahu peranmu dapat mencegah mereka berpisah.

Akan tetapi, repot apabila keduanya sama-sama keras kepala. Kamu melakukan pendekatan dengan segala cara pun, mereka tetap tidak mau saling melunakkan hati. Bukannya masing-masing bersedia berintrospeksi dan meminta maaf, justru terus saling menyalahkan di hadapanmu. Akhirnya, dirimu hanya menjadi penonton pertengkaran mereka buat kesekian kalinya.

Sekalipun bagus sekali seandainya kamu dapat mendamaikan mereka, realistis saja. Mereka gak sungguh-sungguh ingin memperbaiki hubungan. Siapa pun mediatornya mungkin tak akan berhasil kalau sikap keduanya tetap sekeras itu. Bila lain waktu dirimu diminta lagi untuk menengahi masalah mereka, tolak saja. Katakan bahwa tanpa mediator pun mereka bisa rukun dan lebih bahagia asalkan sama-sama mau mengendalikan ego.

5. Salah satunya ingin mengungsi di rumah atau kos-kosanmu

ilustrasi dua pria (pexels.com/MART PRODUCTION)

Kedamaian tempat tinggalmu akan seketika terganggu apabila salah satu dari pasangan yang baru bertengkar bermalam di situ. Sekalipun kamu masih lajang dan tinggal sendirian di hunian yang cukup luas, menampungnya tidak sama dengan saat teman atau saudara menginap dalam kondisi senang. Orang yang tengah berkonflik dengan pasangannya membawa energi negatif yang begitu kuat ke rumahmu.

Sepanjang waktu pasti dia cuma mengulang-ulang masalahnya. Apabila mereka bertelepon, dirimu akan mendengar keributan keduanya. Pun kamu tidak tahu akan sampai kapan dia menginap di rumah atau kos-kosanmu. Orang yang sedang galau akut begini paling susah disuruh pergi secara halus. 

Namun jika kamu mengatakannya secara terang-terangan, ia pasti tersinggung. Atau, menganggapmu tidak punya perasaan dan terlalu tega padanya. Makin berbahaya apabila seseorang mempunyai kecendurungan menyakiti diri sendiri saat stres karena masalah cinta. Bukannya tak mau menolongnya, tetapi kamu sebaiknya membatasi waktunya menginap.

Dirimu juga dapat menghubungi keluarganya supaya tanggung jawab terbesar tidak ada di pundakmu. Apabila dia tampak depresi, segera bawa ke psikolog daripada ia melakukan hal-hal buruk selama di rumahmu. Minta pula supaya dia dan pasangannya tak menyeretmu ke persoalan kalian hanya karena kamu memberinya tumpangan tempat tinggal sementara waktu.

6. Menelantarkan anak

ilustrasi anak menangis (pexels.com/Q. Hưng Phạm)

Dalam keadaan seperti apa pun, penelantaran anak oleh orangtua tidak bisa dibenarkan. Suami dan istri boleh saja sedang kurang harmonis karena berbagai persoalan. Namun, anak wajib tetap dilindungi dan diprioritaskan. Pasangan yang dewasa tahu bahwa mereka tidak hanya gak boleh bertikai di depan anak.

Sikap mereka pada anak pun mesti tetap sebaik biasanya sekalipun sedang berbeda pendapat. Tetap kompak dan perhatian pada anak justru membantu mereka segera rukun kembali. Namun, ada tetanggamu yang selalu mengabaikan buah hatinya saban mereka cekcok. Anak dibiarkan menangis ketakutan atau kelaparan.

Anak juga sampai berkeliaran di luar rumah sendirian. Situasi begini memaksamu dan warga yang lain untuk menggantikan peran orangtua. Anak dapat celaka bila main di luar tanpa pengawasan orang dewasa yang bertanggung jawab. Peristiwa seperti ini yang berulang mesti dibicarakan dengan kedua orangtuanya dan ketua lingkungan. Bahkan bisa dilaporkan ke polisi jika mereka seperti tak bisa dinasihati dan anak kian terlunta-lunta.

Pertengkaran dengan pasangan bukannya sama sekali tidak boleh terjadi. Namun, imbasnya pada orang-orang di sekitarnya juga harus diminimalkan. Bahkan sebisa mungkin tak seorang pun tahu ada masalah di antara mereka. Baik masih berpacaran maupun sudah menikah, persoalan harus diselesaikan secara dewasa tanpa perlu ribut-ribut dan mengganggu siapa pun.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us