Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ketika Aku Jadi Orangtua, Aku Tak Akan Memaksakan Hal-hal Ini pada Anakku

Sumber gambar: journalingforyouth.com
Sumber gambar: journalingforyouth.com

Naluri orangtua adalah melindungi dan memberikan anaknya yang terbaik. Namun banyak orangtua yang tidak sadar, kalau yang dilakukannya itu berubah menjadi larangan dan mengekang kreativitas anak.

Terlebih zaman sudah berubah. Dulu ada generasi X, lalu Y, dan sekarang Z yang dikenal sangat modern dan kreatif. Jika kamu jadi orangtua, apa yang tidak akan kamu paksakan pada anak agar kreatifitasnya tidak hilang?

1. Fanatik pada agama tertentu.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/1-953b64a587c2f2d58ecd9865e6851f1c.jpg

Taat pada agama yang diyakini tentu boleh. Tapi bukan berarti anak dibuat anti pada agama lain. Dengan sesama keyakinan pun, sudah sewajibnya menghargai. Tahapan hidup setiap orang berbeda. Maka, tingkat seseorang mendalami agamanya juga berbeda-beda.

2. Percaya pada takhayul.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/2-5e6b1e7cfdc380ad7c8d050cd216f8e9.jpg

“Jangan keluar di hari Sabtu daripada nanti celaka!”

Tidak semua takhayul dapat dijelaskan dengan logika. Hidup berjalan ke depan. Jika takut larangan atau takhayul, kapan maju? Maukah anakmu berdiri di tempat saja?

3. "Kamu gak boleh berteman dengan anak itu!"

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/3-95612676a25454c2850888c26153df23.jpg

Sebagai orangtua, sebaiknya bisa menghilangkan gengsi atas dasar harta, kekayaan, atau apapun yang bersifat SARA dan perbedaan. Termasuk soal pergaulan anak. Tugas kita adalah memantau, memberi masukan, dan biarkan anak mengeksplor dunianya. Jika memang kawannya merugikan, suatu saat anak akan merasakan dan menghindar sendiri.

4. Saat bepergian, jangan berteman dengan orang tak dikenal.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/4-20e5528964adff7ae82c8fdb74df577b.jpg

Saat anak kita bepergian atau traveling, saat itulah ia mengenal dunia. Inilah saat tepat untuk mandiri dan mendapatkan wawasan atau perspektif baru. Seandainya ia tidak bersosialisasi dengan orang baru, bagaimana berlatih mengatasi masalahnya?

5. Mendapat ranking satu di sekolah.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/5-ede4f0b93146a49ae3f9f1c4bf331df1.jpg

Memaksakan anak mendapat ranking satu sepertinya berlebihan. Dalam satu kelas, ada banyak murid bersaing mendapatkan ranking. Sayangnya, daya tangkap dan bakat anak berbeda-beda. Ada yang suka matematika, ada yang suka IPS, dsb.

Daripada mewajibkan ranking, lebih baik anak dibantu agar menguasai pelajaran yang sulit. Sedangkan pelajaran yang dianggap unggul, mungkin saja adalah bakatnya di masa depan. Kita bisa mengembangkan bakat ini.

6. "Jangan pacaran sebelum kuliah!"

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/6-6b5caab50879cf91b447e6dbeb10e008.jpg

Mengharapkan anak tidak pacaran sebelum kuliah atau bekerja itu susah. Ditambah fakta, anak zaman sekarang lebih cepat merasakan cinta. Jika baru boleh pacaran saat kuliah atau bekerja, peluang mendapatkan pasangan lebih sempit.

Kalau anak sudah pernah pacaran sebelum kuliah atau kerja, ia cenderung berpengalaman. Bila semasa kerja baru berpacaran dan patah hati, ia bisa sangat emosi karena baru pertama merasakannya.

7. "Harus punya pasangan yang kaya, berpendidikan, sopan!"

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/7-ecc7658e7f2409ebb232de328c3bc64a.png

Jika kita yang dimandati seperti itu, cari pasangan pasti susah saking selektifnya. Meski itu baik, biarkan anak memilih sesuai kriterianya. Jika sudah cukup dewasa, ia mengerti pasangan seperti apa yang baik.

8. Menentukan sekolah atau kampus dan jurusan yang diambil.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/8-013a15f536df5e627ddeae538cd0adfb.jpg

Sebelum berekspektasi, kita lihat realitanya. Minat atau bakat apa yang dimiliki anak. Jangan sampai ini tidak sesuai dengan kemampuannya. Ujungnya, ia menempuh pendidikannya asal-asalan.

9. Mewajibkan profesi tertentu untuk karirnya kelak.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/9-5bd2bef71172191cac1ca3a5bdf78144.jpg

Masa depan itu tak bisa diprediksi. Sekali lagi, ini sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan anak.

10. Sebelum menikah, harus bisa memasak dan bersih-bersih rumah.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/10-85d65bb7d5e9833f8991915ad3c55a31.jpg

Jangan wajibkan anak (khususnya wanita) agar bisa masak demi suaminya. Ajarkan memasak dan mengurus rumah demi kemandirian hidupnya kelak.

11. Jangan pergi jauh-jauh dari rumah.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/11-341a0e4684dc2204a87abfc1fbc51d69.jpg

“Kamu gak boleh jalan-jalan ke luar kota. Bahaya, ribet. Liburan di rumah saja. Nanti mama ajak ke mall.”

Suatu saat, anak juga harus melihat dunia. Melarangnya pergi jauh dari rumah malah menjadikannya “katak dalam tempurung”.

12. Tidak boleh kuliah atau kerja di luar kota.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/12-3a2457053dcdff8aace8c11a89b6e43e.jpg

Saat MEA dimulai dan anak hanya boleh kuliah atau kerja di dalam kota, bagaimana kelak ia bisa cukup kuat bersaing dengan orang lain?

13. Dilarang menggunakan pakaian terbuka.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/13-78865441b84b14b6361a39a56c42aa55.jpg

Menggunakan pakaian terbuka boleh-boleh saja. Asal, tempat dan waktunya yang pas. Dengan begitu, keamanan juga terjaga.

14. Menceritakan semua yang dialami hari ini.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/14-f1025beeded5decf2651043a1aff83e2.jpg

Semua orang berhak punya privasi, apalagi ketika anak sudah remaja.

15. Mengharuskan anak menikah di usia tertentu.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/15-c59d79888e752b419188d5e6bbd94691.jpg

Jika boleh memilih, anak pasti ingin menikah muda dengan pasangan yang tepat. Lalu, kehidupannya serba berkecukupan. Tapi, memangnya realita semudah itu?

16. Menjodohkan dengan sosok yang dianggap terbaik.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/16-5c2a0f59e9009f6adcca52b59bb9305d.jpg

Sudah bukan zamannya Siti Nurbaya. Anak berhak memilih jodohnya sendiri karena ia yang tahu pasangan mana yang tepat.

17. Mendikte pola mendidik anak.

http://cdn.idntimes.com/content-images/post/20160325/17-304837c14031a3d755dbc1ff57b6c42f.jpg

Kadang setelah anak menikah dan dikarunia momongan, orangtua tidak melepas begitu saja. Namun, tetap memberikan kepercayaan dan membiarkannya mandiri adalah hal yang bijak.

Nah, poin mana yang kamu setujui? Tuliskan di kolom komentar, ya!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriyanti Revitasari
EditorFebriyanti Revitasari
Follow Us