Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pentingnya Kebijakan Paternity Leave bagi Kesejahteraan Perempuan

ilustrasi paternity leave (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi paternity leave (pexels.com/Pixabay)

Selama bertahun-tahun perempuan berusaha meraih kesetaraan dalam segala aspek kehidupan. Hari Kartini menjadi salah satu momentum perjuangan perempuan untuk lebih berdaya. Di era modern ini, medan perjuangan perempuan bahkan lebih luas daripada sebelumnya, salah satunya adalah dalam dunia kerja. 

Kodrat perempuan sebagai pihak yang mengalami proses persalinan membuatnya rentan. Dukungan dari berbagai pihak dibutuhkan, termasuk dari perusahaan pemberi kerja kepada perempuan. Selain cuti melahirkan, belakangan ini paternity leave juga mulai digaungkan untuk semakin meningkatkan kualitas kinerja perempuan pasca melahirkan.

Lantas, apa itu paternity leave dan bagaimana peran perusahaan dalam mendukungnya? Simak ulasan berikut, ya.

1. Apa itu paternity leave?

ilustrasi paternity leave (pexels.com/William Fortunato)
ilustrasi paternity leave (pexels.com/William Fortunato)

Dilansir Cambridge Dictionary paternity leave adalah periode waktu yang secara hukum diperbolehkan bagi seorang ayah untuk tidak bekerja sehingga ia dapat menghabiskan waktu dengan bayi barunya. Manfaat cuti ayah ini adalah memberikan kesempatan bagi ayah untuk ikut berkontribusi dalam menjaga bayi baru lahir, sementara sang ibu sedang dalam masa pemulihan. Selain itu, paternity leave juga berkontribusi dalam mengurangi tingkat kecemasan perempuan pasca melahirkan karena adanya bantuan dari pasangannya.

Menurut data dari laporan terbaru Jobstreet by SEEK berjudul “Rekrutmen, Kompensasi, dan Tunjangan 2025” yang akan diluncurkan di akhir bulan April ini, ditemukan bahwa paternity leave merupakan jenis cuti khusus yang kerap menjadi tren sepanjang tahun 2024. Hal tersebut menunjukkan semakin tingginya kepedulian masyarakat terhadap kesejahteraan perempuan, terutama pada masa pasca melahirkan.

Lantas, apakah hukum di Indonesia sudah menerapkan cuti jenis ini? Berdasarkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak No. 4 Tahun 2024 Pasal 6 Ayat 2, mengatur bahwa pekerja pria atau suami berhak mendapatkan cuti pendampingan istri pada masa persalinan selama 2 hari dan dapat diberikan paling lama 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan.

2. Penerapan paternity leave di Indonesia

ilustrasi paternity leave (pexels.com/Josh Willink)
ilustrasi paternity leave (pexels.com/Josh Willink)

Meskipun secara hukum pemerintah Indonesia telah membuat peraturan tentang paternity leave, namun tidak semua perusahaan menerapkannya. Bahkan, ada perusahaan yang belum memikirkannya.

Laporan Jobstreet by SEEK yang didasarkan pada survei terhadap 1.273 praktisi rekrutmen dan SDM di Indonesia menemukan bahwa 43 persen perusahaan telah memberikan paternity leave sebagai opsi cuti khusus kepada pegawai laki-laki yang membutuhkan. Namun di sisi lain, persentase yang sama menyatakan tidak memberikan dan bahkan tidak akan mengadakan jenis cuti ini sebagai opsi kedepannya. Selanjutnya, sebanyak 14 persen perusahaan telah memberikan paternity leave sebagai opsi cuti khusus baru atau akan memberikannya dalam waktu 12 bulan ke depan.

Hal tersebut cukup disayangkan mengingat paternity leave menjadi salah satu cara agar ayah juga dapat berkontribusi dalam pengasuhan anak. Selain itu paternity leave juga memberikan kesempatan bagi seorang ayah untuk mendapatkan quality time dan hubungan yang erat dengan anaknya.

3. Rekomendasi bagi perusahaan untuk menerapkan paternity leave

ilustrasi paternity leave (pexels.com/Laura Garcia)
ilustrasi paternity leave (pexels.com/Laura Garcia)

Untuk mewujudkan keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan melalui kebijakan paternity leave yang efektif, perusahaan perlu turun tangan. Beberapa rekomendasi dari Jobstreet by SEEK dalam rilis yang dikirim ke IDN Times berikut ini patut dipertimbangkan oleh perusahaan, antara lain:

  • Merancang kebijakan yang jelas dan inklusif tentang paternity leave. Tentukan durasi cuti yang sesuai, misalnya 2-8 minggu, dan pastikan kebijakan ini tertulis dalam buku pedoman pegawai, termasuk prosedur pengajuan, syarat kelayakan, dan apakah cuti ini dibayar atau tidak.
  • Mensosialisasikan dan mendorong penggunaan paternity leave. Caranya adalah dengan memastikan manajemen dan tim HR aktif menginformasikan kebijakan ini kepada seluruh pegawai. Selain itu, perusahaan dapat mendorong para ayah untuk memanfaatkan hak ini tanpa rasa takut akan stigma atau dampak negatif terhadap karir mereka.
  • Memberikan dukungan selama dan setelah cuti dengan cara menyiapkan rencana kerja selama pegawai menjalani cuti dan fasilitasi proses reintegrasi mereka ke lingkungan kerja setelah cuti berakhir. Komunikasi yang baik antara pegawai, atasan, dan HR sangat penting dalam tahap ini.
  • Melakukan evaluasi dan perbaikan kebijakan cuti secara berkala, misalnya setiap tahun, untuk menilai efektivitasnya dan melakukan penyesuaian yang diperlukan berdasarkan umpan balik dari pegawai. 

Sejumlah perusahaan telah mengambil langkah progresif sebagai bentuk dukungan nyata terhadap perempuan agar mendapatkan waktu bersama bayi yang baru lahir. Dengan menawarkan jenis cuti khusus seperti paternity leave, perusahaan juga berproses dalam membangun reputasi institusi. Kebijakan ini menunjukkan arah perusahaan yang berorientasi masa depan, bukan hanya secara ekonomi, tetapi juga secara value.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anita Hadi Saputri
EditorAnita Hadi Saputri
Follow Us