7 Sebab Larangan Bekerja Bisa Bikin Istri Tertekan, Bicarakan Lagi

Sebagai pasangan suami istri, kalian tentu berusaha mengatur kehidupan rumah tangga sedemikian rupa. Di posisi suami, kamu menghendaki istri untuk tidak usah bekerja dengan sejumlah alasan. Pertama dan yang paling kerap terjadi pada keluarga muda adalah supaya ia mengurus rumah serta mengasuh anak saja.
Kedua, dirimu merasa mencari nafkah merupakan tugas suami sebagai kepala keluarga. Ketiga, kamu berpikir meminta istri di rumah saja, tanpa perlu ikut pusing urusan nafkah keluarga ialah caramu memuliakannya.
Dirimu tak mau ia kelelahan atau disuruh-suruh oleh orang lain yang menjadi atasannya. Namun, bagaimana dengan pendapat istrimu? Apakah dia benar-benar sepakat serta menyukai keputusanmu itu?
Jangan-jangan istrimu justru sangat tertekan karena gak diperbolehkan bekerja. Walaupun kamu punya sejumlah alasan dalam melarangnya cari uang, mari pahami penyebab istri juga ingin bekerja baik dari kantor maupun rumah.
1. Jenuh tingkat tinggi dengan aktivitas di rumah

Sebagai orang yang bekerja, kamu tentu juga pernah merasa jenuh dengan tugas-tugasmu serta orang-orang yang ditemui setiap hari. Namun, kebosanan yang dirasakan istrimu boleh jadi berlipat-lipat. Pekerjaan domestik bikin capek, tapi kurang menantang kemampuannya.
Setiap hari, selama hampir 24 jam nonstop dia berada di tempat yang sama dan mengurus hal-hal itu saja. Istri paling pergi untuk mengantar anak sekolah dan berbelanja sebentar lalu pulang.
Tanpa bekerja, ia dapat seakan-akan terputus dari dunia luar. Dia gak punya keleluasaan untuk setiap saat bertemu dengan teman. Setiap hari ia cuma berinteraksi dengan anak. Tentu istri mencintai buah hati kalian. Namun, dia tak mungkin bercerita dan berdiskusi seperti yang kamu lakukan bersama teman-teman kantor.
Coba bayangkan dirimu di rumah tanpa bekerja gak cuma satu sampai tiga hari, tetapi bertahun-tahun bahkan sepanjang sisa hidupmu. Kemungkinan besar kamu juga tidak kuat.
2. Gak pegang uang sendiri bikin tidak percaya diri

Benar, kamu memberinya uang bulanan. Namun, uang bulanan itu sudah langsung dibagi ke berbagai pos pengeluaran. Jika uang bulanan darimu mepet, istri tidak lagi memegang uang buat berjaga-jaga.
Setiap dia pergi berbelanja ada perasaan cemas meski sudah membawa dompet. Ia takut uangnya tak cukup karena ada kebutuhan yang naik harga. Bila tiba-tiba pengurus lingkungan datang dan meminta iuran yang lain dari biasanya, dia pun belum tentu memiliki uangnya. Kalau itu terjadi, ia mesti menunggumu pulang dulu cuma buat membayar iuran yang sebetulnya gak seberapa. Istrimu pasti merasa malu.
Andai pun dirimu memberikan tambahan uang buat pegangan di luar anggaran, dia sadar sepenuhnya bahwa uang itu milikmu. Rasanya berbeda sekali dengan seandainya ia bekerja dan mempunyai gaji sendiri meski tidak seberapa. Dia bakal jauh lebih percaya diri sebab merasa lebih berhak menggunakannya buat berbagai keperluan. Ia tak perlu meminta persetujuanmu.
3. Ada yang menganggapnya cuma jago menghabiskan uang suami

Pasanganmu tadinya merasa baik-baik saja tanpa bekerja. Namun, perasaannya berubah drastis setelah mendengar komentar orang yang gak mengenakkan. Bahkan perkataan itu diulang-ulang sehingga mustahil untuknya tidak memikirkan dan menjadi sedih karenanya.
Orang yang menyebutnya cuma jago menghabiskan uangmu bisa tetangga, teman yang tak menyukainya, atau malah keluargamu. Seperti orangtuamu mungkin tidak tega melihatmu bekerja begitu keras. Sementara istrimu sebagai pemegang keuangan rumah tangga setiap hari jelas pergi berbelanja aneka kebutuhan.
Mereka tidak mau percaya, bahwa dirimu yang melarang istri bekerja. Pikir mereka, memang istrimu saja yang malas membantumu mencari uang. Mereka bahkan bisa curiga uangmu dipakai secara tak bijaksana oleh pasangan. Permintaanmu supaya istri terus bersabar terlalu sulit baginya. Harga dirinya sudah diinjak-injak.
4. Sebelum menikah, komitmen kalian tak begini

Ayo, flashback ke masa ketika kalian belum menikah. Apakah sejak awal dirimu sudah menyampaikan keinginanmu biar istri tidak bekerja dan ia menerimanya dengan gembira? Atau malah dulu kamu sama sekali gak keberatan dia menjadi istri sekaligus ibu yang bekerja?
Apabila dahulu dirimu mendukungnya tetap bekerja, tapi kini melarangnya bahkan dengan sedikit ancaman, inilah sumber penderitaan istri. Kamu mengingkari komitmen kalian. Padahal, ia juga tak mungkin ingin terus bekerja kalau tidak menyukai kegiatan tersebut.
Kamu mungkin beralasan setelah ada anak baru berubah pikiran. Dirimu tak tega melihat anak bersama orang lain meski dititipkan di daycare terbaik. Namun, lihatlah juga dari sisi istrimu. Bila ia oke-oke saja dengan perubahan keputusanmu berarti tidak masalah. Namun, lebih baik kamu setia pada komitmenmu mendukungnya tetap bekerja sampai dia sendiri yang ingin berhenti.
5. Pendidikannya dipandang tidak berguna

Banyak sekali komentar mengenai hal ini baik di dunia nyata maupun maya yang bisa membuat istrimu down. Apalagi dengan latar belakang pendidikannya yang tinggi dan dulu ia dikenal berprestasi. Orang-orang yang mengetahui hal tersebut bisa menganggapnya menyia-nyiakan pendidikan serta usaha orangtuanya dulu buat menguliahkannya.
Bahkan tidak hanya perkataan orang yang bikin istrimu tertekan. Ia sendiri juga merasa malu dan gak berguna dengan kehidupannya sekarang. Dia berpikir seharusnya bisa berbuat lebih banyak melampaui urusan rumah tangga dan berdampak bagi masyarakat yang lebih luas.
Usahamu menghibur istri dengan berkata, bahwa penerapan terbaik ilmunya adalah untuk anak hanya akan menambah rasa muaknya. Pikirnya, bila ilmunya bisa berguna baik untuk anak kalian maupun orang-orang di luar sana, kenapa tidak? Tentu sebagai orangtua, dia juga akan mendidik anak. Namun, jika istrimu sarjana hukum misalnya, tak mungkin sekarang ia menceramahi anak tentang berbagai pasal dalam undang-undang.
6. Sikapmu menjadi amat dominan dan meremehkannya

Perasaan istri sangat dipengaruhi oleh sikapmu sebagai suami. Jangan membuat istri telah jatuh, masih pula tertimpa tangga. Dengan larangan untuknya bekerja, kamu merenggut satu kebebasannya sebagai manusia.
Dia tidak lagi semerdeka dulu. Keadaannya bertambah buruk dengan sikapmu yang kemudian terlalu dominan dalam membuat berbagai keputusan rumah tangga. Dirimu merasa sebagai satu-satunya pencari nafkah, sehingga semua anggota keluarga mesti menurut padamu. Sebab, apa pun keputusannya, kamu yang bakal membiayainya.
Ketika istrimu berpendapat berbeda, mungkin tidak satu atau dua kali dirimu bertanya, "Memangnya kamu tahu apa? Aku yang setiap hari bekerja dan bertemu banyak orang lebih mengetahuinya", diskusi yang selalu berujung begini menyiksa batin istrimu. Kalau kamu mau istrimu nyaman tanpa bekerja, jaga sikapmu agar sama baiknya dengan ketika ia masih menghasilkan uang sendiri.
7. Ia dilarang bekerja, tapi ekonomi kalian sulit

Laranganmu menjadi tidak realistis jika melihat kondisi ekonomi kalian yang bukan hanya pas-pasan, tetapi selalu berada dalam kesulitan. Untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, uangnya kadang cukup kadang tidak.
Kalian punya utang di warung dan istri merasa sangat malu setiap meminta kebaikan pemilik warung. Kalian tidak mampu membayangkan masa depan anak karena minimnya dana yang tersedia. Kalian cuma bertahan hidup dari hari ke hari. Situasi seperti ini memang seharusnya gak dibiarkan terus berlangsung dengan kamu berkeras melarang istri bekerja.
Lihat maksud mulia istri dalam bekerja, yaitu membantumu mencukupi kebutuhan dan demi anak kalian. Jika dirimu terlalu keras kepala, sama saja dengan mengorbankan hak dan masa depan anak. Jangan biarkan egomu sebagai kepala keluarga terlampau tinggi sampai menolak mentah-mentah niat baik istri ikut mencari nafkah.
Istri akan lebih bahagia bila suaranya didengarkan dan betul-betul dipertimbangkan. Bekerja mirip dengan bersekolah. Semua orang apa pun jenis kelaminnya berhak mendapatkan kesempatan yang sama.
Bila istri bahagia lahir batin tanpa bekerja, tentu tidak apa-apa. Akan tetapi jika ia menginginkan sebaliknya, berikan haknya dan dukung sepenuh hati. Kalian bakal berjuang bersama-sama untuk mewujudkan masa depan terbaik.