Teruntuk Ibu Mertua: Maaf, Untuk Putramu, Aku Belum Bisa Memasak Seenak Masakanmu

"Aku janji, suatu hari nanti. Pasti."
Ibu mertuaku tersayang,
Aku ingin berterima kasih, Ibu telah membesarkan belahan jiwaku dengan segenap hatimu. Engkau telah merawat dan membimbing suamiku hingga ia bisa menjadi seseorang yang sukses, baik hati dan sangat luar biasa seperti saat ini.
Seperti ibu-ibu yang lain, aku tahu perjuanganmu pastilah tidak mudah untuk membuat ia mencapai kesuksesannya sampai puncak. Aku juga tahu bahwa engkau selalu menganggap ia layaknya anak lelakimu yang masih lucu dan sampai kapanpun kau tetap menganggapnya sebagai malaikat kecilmu. Bahkan hingga ia tumbuh dewasa pun kau masih tak percaya bahwa ia telah tumbuh menjadi lelaki yang dewasa.

Aku ingin engkau tahu, bahwa aku bangga terhadapmu, Ibu. Sebab suksesnya ia, adalah suksesmu juga sebagai ibunya. Apapun engkau lakukan demi menjadikan ia lelaki yang mandiri. Lelaki yang kelak akan mencukupi kebutuhan keluarga kecilnya. Tak perlu kau tunjukkan kepada orang lain. Hanya dengan melihat kesuksesannya menjadi seorang pemimpin, seketika itu juga engkau dinilai sukses oleh orang lain. Tahapan demi tahapan kesukesan selalu kau iringi dengan do’amu yang selalu kau suarakan dengan tulus tentunya.

Kini masa itu telah tiba, Ibu. Masa di mana engkau harus merelakannya hidup bersama orang lain yang ia cintai. Bersama diriku. Takdir mempertemukanku dengan anak lelakimu, hingga kami menjalin hubungan yang sakral hingga akhir hayat. Memang tak mudah bagimu untuk merelakannya hidup denganku. Kau masih suka memberi nasehat tentang makanan apa saja yang harus kau konsumsi. Tak ada yang salah ketika bertemu denganku. Namun engkau tak lupa melontarkan pertanyaan dengan senyum manismu itu, "Hai, Sari apa saja masakan yang kamu suka masak?"
Aku tahu, itu tidak lain untuk menguji apakah anak lelaki kesayanganmu itu sudah berada di tangan wanita yang tepat. Wanita yang bisa memasak makanan enak seperti dirimu.

Ibu mertuaku, maafkan aku yang hanya bisa masak masakan ala kadarnya. Perlahan tapi pasti aku akan mulai belajar memasak. Dari masakan yang paling mudah hingga masakan yang paling sulitpun akan aku coba. Meski tak jarang rasanya tak sesuai ekspektasi, aku mengerti anak lelakimu yang kini hidup denganku selalu memahami bahwa aku berusaha sekuat tenaga untuknya. Memasak bagiku tak ubahnya sebuah proses panjang mencapai kesuksesan. Butuh waktu dan tentunya saja action. Tapi percayalah, aku selalu berusaha untuk menyajikan hidangan seperti masakanmu yang seringkali dinikmati suamiku semasa ia kecil hingga beranjak dewasa. Aku hanya ingin engkau yakin, bahwa anak lelakimu mendapatkan wanita yang tidak hanya bermodalkan cinta, namun juga dengan penuh pengertian.
Hingga akhirnya aku bisa bisa memasak meski tak senikmat juru masa profesional, tapi percayalah aku selalu menyajikannya dengan rasa cinta setiap hari di meja makan.
Tertanda,
Menantumu.