Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sasha Tjie di Balik Wise Woman Waits: Ubah Keresahan Jadi Berkat

Sasha Tjie, founder Wise Woman Waits (dok. Sasha Tjie)
Intinya sih...
  • Sasha Tjie, penulis buku "Wise Woman Waits" dan "Wise Woman Dates", mengalami perjalanan hidup yang mempengaruhi karyanya.
  • Berawal dari keluarga yang sibuk bekerja, ia belajar nilai-nilai penting seperti mandiri dan melayani orang lain.
  • Melalui pengalaman pribadi dan keinginan untuk mengedukasi, Sasha menciptakan platform @wisewomanwaits untuk berbagi inspirasi kepada perempuan yang sedang menunggu.

Jakarta, IDN Times - Tidak mudah bagi seorang perempuan hidup dalam lingkungan yang penuh dengan tuntutan dan stigma sosial. Namun bagi penulis seperti Sasha Tjie, kadang fenomena-fenomena itulah yang mendorongnya untuk terus berkarya bagi sesama perempuan lainnya.

Sasha percaya bahwa apa yang ditulisnya bukan semata-mata buah pikirannya sendiri, melainkan perkataan Tuhan yang disampaikan lewat perantaraan tangannya. Di balik lahirnya buku Wise Woman Waits dan Wise Woman Dates, Sasha menyimpan keresahan dan kerinduannya terhadap perempuan lain.

1. Sasha tumbuh dalam keluarga yang hangat dan senantiasa melayani Tuhan. Ia sadar pentingnya fondasi keluarga dalam membentuk kepribadian anak saat dewasa

Sasha Tjie dan keluarga (dok. Sasha Tjie)

“Aku lumayan blessed dan bersyukur. Aku juga baru tahu kalau ternyata di zaman sekarang (tumbuh dan memiliki keluarga yang lengkap) itu privilege, ya,” ceritanya.

Sejak kecil, Sasha dikelilingi oleh orangtua yang aktif bekerja. Memiliki ayah seorang pebisnis, membuat Sasha tertarik dan merasa suka berjualan sejak remaja. Ada satu hal yang ia pelajari dari sang ayah.

“Dari kecil, aku sudah diajari suatu hari nanti harus bisa apa-apa sendiri. Jangan bergantung sama orang. Itu pelajaran yang paling kuat dari dia (ayah),” katanya.

Sedangkan ibunya aktif berkegiatan di gereja sehingga membuat Sasha memberikan dirinya melayani anak-anak remaja di gereja. Apa yang terjadi dalam keluarganya, membuat Sasha menginginkan hal yang serupa, yaitu pernikahan yang sehat.

Namun, apa yang ia temui justru berbeda dari apa yang dibayangkannya sebagai seorang kakak pembimbing. Perempuan bernama lengkap Venisha Tjie ini, mulai menyadari bahwa karakter seorang anak sangat tergantung dari pernikahan orangtuanya.

Bertemu banyak orang dengan latar belakang berbeda-beda, perlahan memberi inspirasi untuk fokus membahas relationship. Dari pelayanan itu juga, akhirnya Sasha mulai mengenal diri sendiri bahwa karakternya selama ini terbentuk karena hubungan orangtuanya.

Sasha meyakini, “Seaktif-aktifnya anak di luar, tapi kan dia harus kembali ke rumah. Di rumah seharusnya orangtua menciptakan pernikahan yang sehat. Cuma kan unfortunately gak semua anak punya itu. Makanya, aku lebih pengen mengedukasi, yang akan menjadi orangtua ke depannya supaya memiliki keluarga yang sehat.”

2. Butuh waktu cukup lama untuk mewujudkan keinginannya menjadi penulis

Sasha Tjie, founder Wise Woman Waits (dok. Sasha Tjie)

Hanya perlu majalah atau buku untuk membuat Sasha tidak rewel saat kecil. Kebiasaan membaca semakin tinggi seiring dengan kecintaannya menulis. Potensi itulah yang mengantarkan perempuan berambut gelombang ini, mengenyam pendidikan di Jurusan Creative Writing selama tiga tahun di Melbourne.

Keinginannya menjadi penulis makin kuat ketika mendengar suatu podcast dari luar negeri. Podcaster tersebut mendeskripsikan diri sebagai coach, guru, dan penulis. Sasha menginginkan hal yang serupa dengan menulis, tapi juga mengajar orang lain lewat tulisannya.

“Mungkin karena di-drive sama mimpi aku dari kecil. Aku pas lihat biografinya, juga pengen punya (title) kayak itu. Karena dia nulis, akhirnya bisa coaching orang dan dari coaching bisa jadi teaching,” katanya.

Sambungnya, ”Aku dari dulu tuh suka baca buku pengajaran. Kayak isinya mungkin quote yang mengubahkan mindset.”

Di satu sisi, perempuan yang juga memiliki bisnis di bidang fashion ini, sadar bahwa profesi sebagai penulis tidak memiliki pendapatan yang stabil. Namun, passion-lah yang menuntunnya untuk bisa konsisten berkarya.

“Di luar passion, aku lebih termotivasi kayak mau cari apa sih yang make me truly happy karena kan income udah ada nih dari bisnis. Cuma, money doesn’t buy happiness. Aku pengen jadi dampak gitu. Kalau dari bidang itu (bisnis), aku gak terlalu bisa jadi dampak yang ngajarin orang. Tapi secara tulisan, this is what i like,” ceritanya.

Akhirnya muncullah akun instagram @wisewomanwaits yang kini sudah mencapai sekitar 64 ribu pengikut. Saat itu, Sasha merasa butuh media untuk bisa sharing mengenai apa yang dialami dalam hidup. Namun di tahun 2017-2018, banyak orang tidak lagi membaca blog sehingga ia beralih ke Instagram.

“Orang lebih suka quotes. Akhirnya aku lebih ke Instagram untuk posting quote yang menginspirasi perempuan. Kebetulan posisiku lagi menunggu. Jadi, aku banyak struggle di area itu. Tulisannya tentang menunggu untuk perempuan, bukan spesifik menunggu cowok atau pasangan. Tapi, just waiting aja. Bagaimana prosesnya, pain-nya, journey-nya, loneliness-nya,” kata Sasha.

Itulah mengapa buku pertama Sasha berjudul Wise Woman Waits (2019). Ia berharap perempuan-perempuan yang sedang berada di waiting season, bisa bertumbuh menjadi perempuan yang bijak. Pasalnya, proses bertumbuh itu tentunya tidak mudah.

Sepanjang perjalanan menunggu, mungkin kamu akan dihadapkan dengan berbagai tantangan. Gak jarang, tantangan itu layaknya sebuah duri yang menggores kulit dan menimbulkan luka. 

Itu juga yang menjadi perjuangan Sasha selama beberapa tahun. Menjalani hidup sebagai perempuan yang belum memiliki pasangan di usia hampir menginjak 30 tahun kala itu, rupanya tidak mudah.

Ia menjelaskan, “Waiting itu banyak hal. Bisa waiting kerjaan, baby, atau waiting tentang keluarga. Tapi, perempuan struggle-nya bukan itu doang. Makanya, aku fokus tentang how to be perempuan yang bijak ketika kamu sedang menunggu. Jadi, apa pun yang sedang kamu tunggu, kamu bisa menyikapinya dengan tenang dan penuh harapan. Kamu tetap bisa kerja di banyak hal yang produktif."

3. Masa-masa sulit yang pernah dihadapinya, menjadi sumber berkat untuk hidup orang lain

Sasha Tjie, founder Wise Woman Waits (dok. Sasha Tjie)

Jauh dari prediksinya, Sasha gak menyangka bahwa bukunya mendapatkan respons yang sangat baik. Ternyata, ia menyadari bahwa banyak perempuan mengalami kesulitan yang sama ketika mereka menunggu.

Kesulitan Sasha tentang relationship, cerita personalnya tentang proses mencari pasangan, rupanya lebih menyentuh banyak orang. Yang semula gak fokus membahas relationship, Sasha tergerak untuk untuk fokus membahas relationship.

“Aku pikir belum banyak yang ngomongin ini (relationship). Kayak, nobody talk to the single woman yang terluka. Akhirnya, mereka gak teredukasi dengan baik dan memiliki hubungan yang gak sehat. Mungkin, ada alasan kenapa aku ada di waiting season ini. Akhirnya aku juga lebih mengedukasi tentang relationship karena mungkin my biggest pain ada di situ,” ucap Sasha.

Sasha gak pernah menyangka bahwa ada puluhan ribu orang yang mengikuti media sosialnya. Kehidupan yang rasanya tidak mudah ia lewati semasa single, kini bisa menjadi berkat luar biasa untuk ratusan hingga mungkin ribuan orang di luar sana.

“Ternyata konten-konten kita tuh, ada lho orang yang real di sana terberkati. Ada orang di sana yang hidupnya mungkin jadi belajar. Mungkin mereka juga merasa life changing for them. Aku inget salah satu temanku yang pembaca juga. Dia bilang, ‘Baca konten kamu tuh, aku baru tahu kalau aku sebagai perempuan itu berharga',” ungkap Sasha terharu.

Lanjutnya, “Jadi kayak, walaupun sekarang gak nyangka nih yang beli banyak, ribuan, tapi fokusku tuh bukan itu. Fokusku tetap aja untuk mengedukasi walau satu orang pun yang beli, akan ada satu orang pun yang terberkati satu orang juga yang pikirannya jadi terbaharui. Itu cukup buatku untuk tetap menulis.”

4. Apa yang ditulis dari hati, pada akhirnya bisa menyentuh hati

Sasha Tjie, founder Wise Woman Waits (dok. Sasha Tjie)

Satu hal yang selalu Sasha pegang teguh dalam apa pun yang dilakukan, adalah melibatkan Tuhan. Setiap kali sebelum menulis, ia menyempatkan diri untuk berdoa.

“Aku ketemu resep kenapa bukunya mungkin menyentuh beberapa orang. That’s not my words. That’s just God’s word. Sebelum aku nulis, aku bilang ‘Tuhan kalau memang gak sesuai sama hati Tuhan, ya dihapus aja. Beri aku ide yang bisa menjawab hati perempuan-perempuan ini’,” katanya.

“Mungkin, itulah kenapa aku mau keep it pure. I want to write from God’s heart. Jadi, biar Tuhan saja yang mau menyentuh hati mereka karena aku gak bisa menyentuh hati semua orang. Itu tugasnya Tuhan yang memakai kata-kata itu untuk mengubah hati orang. Tugasku untuk translate God’s words to make it relatable agar semua orang bisa baca dan dibahasakan dengan nilai kehidupan sehari-hari,” tuturnya lagi.

Setelah mengeluarkan Wise Woman Waits di tahun 2019, Sasha sudah membuat beberapa e-book. Di tahun 2024 ini, ia kembali hadir dengan buku kedua yaitu Wise Woman Dates.

Wise Women Waits kan waiting-nya gak spesifik ke relationship. Jadi, buatmu yang sedang menunggu, kamu benerin dulu gambar dirinya. Prepare while you wait,” jawabnya kepada IDN Times secara daring pada Kamis (24/10/2024).

Namun, bukan berarti bukunya yang pertama terbatas untuk yang single. Menurut Sasha, setiap orang bisa membacanya karena proses menunggu gak melulu soal pasangan hidup. Bagi perempuan yang ingin lebih fokus tentang hubungan dan pasangan, Sasha baru saja mengeluarkan Wise Women Dates.

“Kali ini kita move forward. Kamu yang masih waiting in relationship, bisa baca tapi kalau udah mulai ketemu jodoh, mulai kesulitan untuk relate dengan pasangan, gimana cara melihat cowok, gimana bikin boundaries dengan masa lalu, terus gimana menghadapi konflik dengan pasangan, gimana move on dari putus. Itu kan spesifik area relationship, nah aku bikinnya di Wise Woman Dates,” lanjut Sasha.

Sasha ingin semua karyanya mendukung perempuan untuk memiliki gambar diri yang sehat. Setiap tulisannya ingin mengedukasi perempuan untuk bisa attracting pasangan yang juga memiliki mindset sehat. Apa yang dibangun dari dasar yang sehat, nantinya bisa menciptakan pernikahan yang sehat pula.

“Pernikahan itu kan datang dari perempuan dan laki-laki. Aku lebih terpanggil melayani perempuannya. Mengedukasi biar kamu tuh sebagai perempuan single bisa ‘menarik’ laki-laki single yang sehat juga. Gambar diri yang masih berantakan dan belum sehat, akhirnya masuk ke hubungan yang toksik, pernikahan toksik, anak-anak bisa jadi fatherless,” ujarnya.

5. Wise Woman Waits cari sarana untuk mengedukasi para perempuan bagaimana memiliki hubungan yang sehat

Sasha Tjie dan suami (dok. Sasha Tjie)

Wise Woman Waits kini dikenal bukan dengan bukunya saja, tetapi juga platform bagi para perempuan yang ingin mencurahkan isi hatinya dan belajar bersama. Sasha juga membuka sesi privat atau privat konseling secara online, baik sendiri maupun sesi couple bersama suaminya, Samuel.

Menurutnya, salah satu support system terbaiknya adalah Sam, suaminya. Dari pernikahan mereka, Sasha ingin banyak perempuan merasakan hal yang sama, yaitu mendapatkan pasangan yang tepat dan membangun hubungan yang sehat.

Tentunya, sepanjang menulis buku dan mengelola platform Wise Women Waits, Sasha kerap menemui kesulitan. Terlebih proses menulis bukan hal yang instan terjadi. 

“Namanya konsisten nulis harus disiplin. Kalau kita terus menunggu inspirasi datang, gak bisa. Kadang inspirasi harus dipaksa dan harus diperas. Intinya, hanya konsisten dan disiplin. Mungkin kunci lainnya juga bersyukur sudah sampai di titik ini. Sudah sampai di fase mengingat seberapa jauh kamu sudah berjalan. Jadi, jangan mengeluh kalau ternyata makin atas makin berat. Semakin kamu mendaki, kan oksigennya semakin tipis, jadi makin berat,” imbuhnya.

Baginya, menulis adalah pilihan hidup yang harus dijalani dengan penuh syukur. Penulis memang terbiasa untuk kerja sendiri, tapi paling rentan terkena mental health issue karena terlalu berpikir dan meragukan diri sendiri. Itu sebabnya, kehadiran pasangan, teman, atau keluarga merupakan support system terbaiknya.

Sasha mengaku pernah konseling ke psikolog beberapa kali. Pertemuannya dengan psikolog membukakan mata Sasha bahwa seseorang punya bagasi emosi yang dibawa masing-masing sejak kecil. 

“Ternyata, memang apa yang aku rasain pas kecil itu sangat berpengaruh pada bagaimana caraku memilih pasangan hidup. Kalau kamu gak menyembuhkan trauma masa lalu, akhirnya kamu bisa punya father issue, misalnya. Antara mereka akan tertarik pada pasangan yang sama banget seperti ayahnya atau tertarik dengan pasangan yang sangat bertolak belakang,” tutur Sasha.

Seseorang yang belum terlepas dari traumanya, cenderung belum benar-benar tahu seperti apa gambar dirinya. Tak jarang, ini membuat perempuan mengulang siklus yang sama dengan memilih orang yang salah.

"Misalnya, ada perempuan yang tumbuh dalam dysfunctional family, aku berharap mereka bisa terberkati lewat buku ini dan punya pandangan baru yang sesuai dengan firman Tuhan,” sambungnya.

6. Sasha masih menemui fakta bahwa banyak perempuan menanggung beban emosional dari tuntunan sekitar

Sasha Tjie, founder Wise Woman Waits (dok. Sasha Tjie)

Sepanjang lima tahun membangun Wise Women Waits, Sasha banyak mendapati perempuan-perempuan dengan beban masalah yang tak kunjung habisnya. Khususnya, masalah-masalah terkait hubungan.

“Gen Z sebagian besar masalahnya dengan tuntutan sosial untuk perform. Tuntutan kayak kamu harus sukses di usia muda. Nah, perempuan juga kan dituntut sekarang punya karier. Tuntutannya double, kayak dari muda harus perform secara karier, punya karier bagus, tapi merasa belum fulfilled as a woman kalau belum menikah,” ceritanya.

Banyak juga masalah lain seputar tekanan dari orangtua, galau urusan jodoh, hingga merasa ketinggalan. Usut punya usut, perasaan itu bisa saja muncul ketika seseorang terus membandingkan dirinya dengan orang lain.

Sasha menegaskan, “Sekarang, orang saling membandingkan satu sama lain dengan pencapaian mereka. Jadi, kamu lihat dulu di musim hidupmu. Kamu sekarang itu apa yang harus dibereskan? Misalnya, karier. Kalau belum, ya fokus di situ dulu karena menikah juga butuh uang, kan?”

Menurut Sasha, penting bagi kita untuk tahu apa yang kita inginkan dan butuhkan. Memiliki pasangan hidup yang tepat, mungkin menjadi impian sebagian besar orang. Namun, kita juga perlu melihat situasi dan kondisi serta tidak memaksakan diri.

“Kalau lulus kuliah kan, bangun karier setidaknya butuh lima tahun untuk menstabilkan karier. Jangan terlalu fokus cari jodoh dulu. Untuk sekarang, kamu seperti mendaki dua gunung sekaligus. Mana bisa membelah badan seperti itu kan?” katanya lagi.

Kalau tujuanmu memiliki karier yang bagus, bangunlah dulu karier itu beserta dengan kegagalannya. Setiap orang memiliki proses atau jalan hidup yang berbeda. Jadi, jangan terlalu mudah berpatok pada pencapaian hidup orang lain.

"Aku masih ingetin para perempuan untuk bukan berlari cepat, tapi pelan-pelan. Kita sudah dituntut media sosial berlari sangat cepat. Semuanya harus instan dan harus jadi dalam waktu cepat. Aku selalu ingetin, gak apa-apa sesuai timeline kamu sendiri. Gak harus kok umur 20 tahun semua kejawab,” jelasnya.

7. Pesan Sasha untuk para perempuan

Sasha Tjie, founder Wise Woman Waits (dok. Sasha Tjie)

Pada dasarnya, Sasha menggarisbawahi bahwa kunci dari semuanya adalah belajar mencintai diri sendiri. Peribahasa "tak kenal maka tak sayang" memang benar adanya. Bagaimana kita bisa menyayangi diri sendiri kalau tidak berusaha mengenal siapa sendiri, kan?

Dengan belajar mencari tahu gambar diri, kamu gak akan mudah terombang-ambing dengan kata-kata orang dan haus akan validasi orang lain. Bukan mereka yang bisa mendefinisikan apa identitas dan seperti apa gambar dirimu.

“Fokuslah untuk menyayangi diri sendiri. Kenalan sama diri sendiri. Kalau sudah kenal, kamu cari tahu apa mimpi dan tujuanmu. Perempuan yang sibuk sama apa yang mereka mau capai, mereka gak akan sibuk fokus apa yang gak penting seperti kata orang atau media sosial,” katanya.

Semakin banyak kita punya small victory, kita akan merasa diri ini lebih bernilai dan berharga. Nantinya, kita bisa semakin bertumbuh menjadi perempuan yang lebih secure dan gak butuh validasi orang lain. Maka dari itu, Sasha mengingatkan untuk tidak mencari kebahagiaan dari orang lain.

“Carilah kebahagiaan di dalam diri kamu sendiri, di dalam Tuhan. Mentally dan physically,” sebutnya.

Ibaratkan diri kita seperti gelas yang kosong. Sama halnya dengan mengisi air, kamu perlu mengisi hidupmu dengan kebahagian sampai tumpah-tumpah. Dengan begitu, kamu gak akan mencari orang untuk mengisi kekosongan di hidupmu.

Satu hal lain yang menjadi keresahan Sasha terhadap para perempuan adalah jangan sampai salah piliih pasangan. Salah satu keputusan besar yang akan mengubah hidupmu adalah siapa yang kamu pilih dan nikahi nanti.

“Love yourself first. Jangan turunkan standarmu, upgrade your value. Carilah pasnagan yang setara dan sepadan. Jangan menurunkan standar hanya karena menunggunya lama. Di mana-mana, barang yang mahal lakunya juga lama, kan?” tutup Sasha.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Adyaning Raras Anggita Kumara
Febriyanti Revitasari
Adyaning Raras Anggita Kumara
EditorAdyaning Raras Anggita Kumara
Follow Us