Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sejauh Mata Memandang Kenalkan Studio Sejauh, Ini Kisah di Baliknya!

Situasi Studio Sejauh di Pekalongan (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Intinya sih...
  • Sejauh Mata Memandang memperkenalkan Studio Sejauh, ruang kolaborasi di bidang sandang.
  • Studio Sejauh menghadirkan semangat kolaborasi, kedaulatan sandang, dan pelestarian lingkungan.
  • Kolaborator Studio Sejauh seperti Chandra Kirana Prijosusilo, Asyfa Fuadi, Fatah Syaifur Rochman, dan Wibowo Akhmad berbagi kisah inspiratif.

Jakarta, IDN Times - 10 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi brand Sejauh Mata Memandang. Dalam waktu satu dekade berdirinya, banyak upaya yang dilakukan merek ini untuk menggaungkan slow fashion dengan menciptakan produk positif alam (nature positive) lewat penerapan bisnis yang bertanggung jawab dan tetap melestarikan alam serta budaya.

Sejalan dengan itu, Sejauh Mata Memandang memperkenalkan terobosan terbaru bernama Studio Sejauh. Semangat kolaborasi dan kedaulatan sandang adalah hal yang diserukan dari terobosan ini.

1. Menginjak usia ke-10 tahun, Sejauh Mata Memandang memperkenalkan Studio Sejauh yang berlokasi di Pekalongan

Chitra Subyakto dalam "Bincang Santai bersama Kolaborator Studio Sejauh" pada Rabu (7/8/2024) sore di The Sidji Hotel, Pekalongan. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Studio Sejauh adalah ruang kolaborasi di bidang sandang yang berlokasi di Jl. Karya Bakti No.196, Pekalongan, Jawa Tengah. Studio Sejauh diinisiasi oleh Yayasan Sejauh Bumi Lestari, keluarga baru Sejauh Mata Memandang, yang mempertemukan pemangku kepentingan dan pelaku di industri sandang. Mereka adalah artisan, petani, UMKM, komunitas, pelaku bisnis fashion, hingga masyarakat umum.

Dengan hadirnya Studio Sejauh ini, diharapkan semangat kolaborasi dan kedaulatan sandang di Indonesia kian terbangun. Di samping itu, hadirnya Studio Sejauh juga tidak meninggalkan prinsip sirkularitas, keberlanjutan, dan pelestarian lingkungan lewat terbukanya akses serta informasi akan sistem pasokan dan produksi yang bertanggung jawab.

“Kami meyakini bahwa tujuan kedaulatan sandang perlu diupayakan melalui kerja bersama, saling mendukung untuk berdaya, berkarya, dan memberi dampak bersama-sama. Untuk itu, semangat kolaborasi menjadi landasan dari keberadaan Studio Sejauh,” ujar Chitra Subyakto, Pendiri dan Direktur Kreatif dari Sejauh Mata Memandang pada momen "Bincang Santai bersama Kolaborator Studio Sejauh" pada Rabu (7/8/2024) sore di The Sidji Hotel, Pekalongan.

2. Salah satu kolaborator Studio Sejauh, yakni Chandra Kirana Prijosusilo dari Sekar Kawung, pernah melakukan riset tentang kapas di Tuban

Chandra Kirana Prijosusilo dalam "Bincang Santai bersama Kolaborator Studio Sejauh" pada Rabu (7/8/2024) sore di The Sidji Hotel, Pekalongan. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Dalam dunia lingkungan, Chandra Kirana Prijosusilo bukanlah nama baru. Berkarya di LSM hingga menjadi juru kampanye isu lingkungan telah ia lakoni.

Dalam kolaborasinya dengan Studio Sejauh, Chandra mendirikan Yayasan Sekar Kawung. Yayasan ini adalah sarana pengembangan ekonomi masyarakat lokal di beberapa daerah yang berbasis budaya dan produk olahan hasil bumi yang dikelola secara ramah lingkungan serta berkelanjutan.

Dalam perjalanannya bersama Sekar Kawung, ia pun pernah menjelajahi Tuban dan menyelami keindahan tenun serta batik di sana. Rupanya, batik di daerah Jawa Timur tersebut dibuat dengan kapas yang diproduksi sendiri, dipintal, ditenun, dan akhirnya dibatik sendiri. Dengan demikian, jejak emisi karbonnya nol.

Sementara itu, tenun di daerah lain masih menggunakan bahan tekstil yang diimpor. Tentu saja emisi karbonnya lebih tinggi dan kurang ramah lingkungan.

"Kita kemudian perlahan-lahan bekerja dengan petani di situ, juga melakukan pelatihan sendiri. Lalu, pelan-pelan menaikkan produksi," kisah Chandra sambil memegang gulungan benang dari kapas alami berwarna cokelat.

3. Lain lagi dengan cerita kolaborator Raden Asyfa Fuadi dari CraftDenim.id yang hidupkan kembali tenun di Pekalongan dengan wajah kekinian

Raden Asyfa Fuadi dalam "Bincang Santai bersama Kolaborator Studio Sejauh" pada Rabu (7/8/2024) sore di The Sidji Hotel, Pekalongan. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Asyfa, panggilan akrab R. Asyfa Fuadi, menceritakan bahwa pada masa lalu, ada banyak sekali penenun di desa asalnya, Medono. Bahkan, daerah itu disebut-sebut sebagai Sentra Tenun Pekalongan. Seiring waktu, jumlah penenun di sana kian surut.

Tergugah dengan situasi tersebut dan didukung oleh latar belakang pendidikan di bidang Teknink Tekstil, Asyfa membangun CraftDenim.id. Berbeda dengan tenun pada umumnya, tenun yang ia hasilkan berupa kain denim atau jeans hasil ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).

Hasil produksinya telah diolah menjadi celana, kemeja, jaket, hingga tas jeans kekinian. Karena menggunakan kain yang ramah lingkungan serta teknik penenunan, maka jelas produk jeans CraftDenim.id punya ciri khasnya sendiri.

Asyfa pun bersyukur dengan adanya kolaborasi bersama Studio Sejauh. “Kolaborasi ini penting sekali dan bermanfaat untuk memberikan gairah kultur tenun di Pekalongan yang semakin meredup. Dukungan dan keterbukaan yang diberikan oleh Studio Sejauh tidak hanya akan membantu kami dalam melestarikan wastra nusantara seperti tenun,
tetapi juga memperkuat kedaulatan sandang di Indonesia.” tutur Asyfa.

4. Fatah Syaifur Rochman dari Shibiru temukan terobosan pewarna biru tekstil dari godong mangsi

Fatah Syaifur Rochman dalam "Bincang Santai bersama Kolaborator Studio Sejauh" pada Rabu (7/8/2024) sore di The Sidji Hotel, Pekalongan. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Ada yang kenal dengan tanaman Strobilanthes cusia? Masyarakat di Jawa Tengah kerap menyebutnya godong mangsi atau daun tinta lantaran tanaman ini menjadi penghasil warna biru indigo alami untuk tekstil.

Adalah Fatah Syaifur Rochman, pengusaha sekaligus kolaborator Studio Sejauh yang mengembangkan tanaman tersebut. "Orang biasa yang belajar bertani karena tanaman ini baru. Makanya belajar, apa toh ini tanaman?" ujar Fatah saat mendeskripsikan dirinya. Berkat ketekunannya mempelajari si godong mangsi, ia berhasil menelurkan Shibiru Indigo Natural Dye sebagai pewarna tekstil yang ramah lingkungan.

Pada mulanya, ia mendapatkan tanaman Strobilanthes cusia dari pemberian kawannya. Ketika ditanam dan bertumbuh, lantas tanaman itu ia bagikan ke teman lainnya yang ada di Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prau. Lantas, Gunung Prau menjadi tempat yang paling cocok. Alhasil, sudah ratusan petani yang membudidayakan tanaman tersebut lewat metode tumpang sari di bawah pohon kopi dan jambu.

5. Wibowo Akhmad dari Rabersa berhasil mengubah daun nanas yang terbuang dan teronggok menjadi benang tekstil

Wibowo Akhmad dalam "Bincang Santai bersama Kolaborator Studio Sejauh" pada Rabu (7/8/2024) sore di The Sidji Hotel, Pekalongan. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Lain cerita dengan Wibowo Akhmad. Ia adalah pembudidaya tanaman rami atau haramay dari Wonosobo. Tanaman perdu ini dapat menghasilkan staple fiber, yakni produk bahan kapas berbasis serat rami yang bersifat alami dan ramah lingkungan.

"Saya di lereng gunung yang sepi dan sunyi. Bapak, Ibu, kalau sudah pernah nonton The Last Samurai, saya ini The Last Samurai Rami of Indonesia," kelakar Wibowo.

Memang, pasar tekstil Indonesia saat ini sedang didominasi oleh kapas. Sayangnya, kapas yang digunakan pun masih diimpor. Karena itu, kehadiran Wibowo dengan Rabersa (CV. Ramindo Berkah Persada Sejahtera) tempatnya memproduksi benang tekstil, bak oase di padang gurun.

Tidak hanya rami, melalui Rabersa, lama-kelamaan Wibowo mengeksplorasi jenis tanaman lainnya untuk dijadikan serat tekstil. Salah satunya adalah serat tekstil dari daun nanas yang tidak terpakai sama sekali setelah pemanenan. Bahkan, ada produk wol dari domba Dieng, Wonosobo yang bulunya tebal.

Tidak berhenti sampai serat tekstil dan benang, Wibowo memproduksi beberapa produk jadi. Ada bucket hat, sepatu, hingga tas kecil dengan tekstur dan motif yang unik serta original. Beberapa di antaranya bahkan menggunakan corak hasil ecoprint dari dedaunan. Produk cantik tersebut diberi nama NDHOWON, akronim dari Domba Wonosobo dan dibuat dengan tangan (handy craft).

Menarik bukan kisah-kisah di balik Studio Sejauh dengan para kolaboratornya? Tidak cukup di situ saja, bulan Agustus ini, Studio Sejauh segera meluncurkan program publik pertamanya yang diberi nama Tumbuh Benih Jadi Sandang. Program ini pun mengikutsertakan para kolaborator yang bercerita di atas.

"Kami mengundang semua orang menanam kembali kapas, merawatnya, hingga memanen. Nantinya, kapas yang dipanen akan dikirim ke kami dan dipintal menjadi benang serta ditenun menjadi kain oleh para kolaborator Studio Sejauh, yang kemudian akan dikembalikan kepada peserta,” papar Chitra. Harapan Chitra, masyarakat memiliki pemahaman lebih dalam mengenai produksi kain dan praktik tekstil berkelanjutan juga sirkular.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
Febriyanti Revitasari
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us