Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesia

Ani fokus pada isu period poverty yang terjadi di tanah air

Pada tahun 2018, Westiani Agustin mendirikan Biyung Indonesia, sebuah social enterprise yang fokus pada isu perempuan dan lingkungan. Gerakan ini dimulai dengan upaya mengurangi sampah pembalut sekali pakai. Bersama anaknya, perempuan yang akrab disapa ini memutuskan untuk memproduksi pembalut kain secara mandiri.

Perjalanan inspiratif Ani dalam membangun Biyung bisa kamu simak dalam artikel #AkuPerempuan kali ini. Ingin tahu seperti apa kisah serunya yang dibagikan lewat wawancara ekslusif pada Kamis (13/1/2022)? Yuk, langsung saja simak ceritanya!

1. Latar belakang dari pendirian unit usaha sosial Biyung Indonesia

Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesiadok. Istimewa (instagram.com/westianiagustin)

Pandemik COVID-19 ternyata punya dampak khusus kepada pergerakan Biyung. "Di Maret 2020, kami sedang di Papua mengadakan workshop dari hasil fundraising. Harusnya kami berangkat ke 4 kabupaten, tapi baru sampai kabupaten ke-3 kami terpaksa pulang," tutur Ani.

Selain program offline yang terkendala dengan keterbatasan mobilitas, situasi pandemik yang gak pasti juga memiliki dampak terhadap penjualan pembalut kain yang Biyung produksi. Lebih lanjutnya Ani mengatakan, "Penjualan juga otomatis menurun. Karena daya beli masyarakat sangat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi mereka".

Seraya tersenyum, perempuan berusia 44 tahun ini pun menceritakan latar belakang dari pendirian unit usaha sosial ini. Motivasi awalnya terlahir dari passion-nya di bidang pendidikan lingkungan. Seiring berjalannya waktu, Ani menyadari bahwa jarang sekali ada pihak yang membicarakan tentang masalah sampah hasil konsumsi perempuan.

"Perempuan juga dibilang sebagai kontributor sampah terbesar karena setiap bulannya menggunakan pembalut sekali pakai," ungkapnya. Dari sana, ia tergerak untuk mengembangkan produk pembalut kain bersama anaknya.

Gak berhenti sampai situ, proses belajar dan pendalaman isu lingkungan tetap dilakukan. Ani sadar bahwa penjualan pembalut kain hanya bisa dijangkau sebanyak 20 persen kelompok perempuan yang berada di kelas menengah ke atas. Ia pun mengatakan, "Kita perlu mengandalkan satu program yang bisa menjangkau teman-teman perempuan yang ada di kelompok 80 persen itu. Mulai dari kelas menuju menengah, rentan, dan miskin".

2. Isu period poverty menjadi fokus utama dari gerakan Biyung Indonesia sejak tahun 2020

Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesiadok. Istimewa (instagram.com/westianiagustin)

Hasil penjualan pembalut kain Biyung Indonesia digunakan untuk memodali program edukasi terkait menstruasi. "Sayangnya, hasil penjualan gak cukup menjangkau teman-teman dari kelompok rentan. Karena itu, kami melakukan program penggalangan dana," ujar Ani.

Menurutnya, persoalan itu gak berhenti pada pemakaian pembalut yang berakhir menjadi sampah saja. Ia mengatakan, "Ternyata di lapangan yang terjadi adalah adanya irisan dengan masalah kritis lainnya, yaitu tentang period poverty. Di mana mayoritas kelompok perempuan gak mendapatkan haknya untuk mendapatkan kesehatan reproduksi".

Ani pun menuturkan bahwa terdapat beberapa alasan di balik pemakaian pembalut sekali pakai. Mulai dari tidak ada opsi lain yang bisa mereka miliki, tidak punya kemampuan untuk membeli opsi lain, serta tidak adanya informasi tentang opsi lain.

"Mulai 2022 kami fokus untuk menggarap metode dan menjalankan program yang fokus di isu period poverty. Kami anggap itu lebih penting dan lebih mengena kepada kelompok perempuan yang menjadi target awal kami," tambah Ani lagi.

Dari pandangannya, pemahaman mendalam tentang kesehatan reproduksi dan hak menstruasi sehat bisa menjadi solusi awal. Setelah itu, pengurangan penggunaan pembalut sekali pakai juga bisa membantu mengatasi isu sampah plastik dan lingkungan secara keseluruhan.

Biyung Indonesia memiliki dua unit besar, yakni unit usaha dan unit program. Unit usaha yang berfungsi untuk mendapatkan bantuan operasional dilakukan dengan cara menjual pembalut kain dan produk-produk yang mendukung menstruasi. Sedangkan, unit program yang fokus pada edukasi dilakukan dengan menyesuaikan dari pendapatan produksi.

3. Makna indah dan magis di balik nama"Biyung"

Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesiadok. Istimewa (instagram.com/westianiagustin)

Memasuki tahun keempat, Biyung Indonesia tetap konsisten membuat konten edukasi di media sosial. Bagi Ani, kampanye tersebut penting karena bisa membuat isu ini semakin luas dibicarakan. Selain itu, Biyung juga melakukan strategi kolaborasi dengan menggandeng komunitas atau gerakan lainnya. "Maka ada semakin banyak perempuan yang bisa lepas dari isu period poverty," ujarnya.

Sebagai founder, Ani telah memiliki cukup banyak pengalaman di bidang lingkungan. Ia aktif berkegiatan volunteer sejak kuliah. Ia menuturkan, "Bagiku pribadi, isu lingkungan dan perempuan itu sangat dekat. Makanya harus dikerjakan, diperhatikan, dan dipenuhi secara paralel atau terintegrasi".

Kepedulian yang tinggi terhadap isu lingkungan juga ditularkannya kepada anak-anaknya. Ia dan keluarga kecilnya melakukan kegiatan home schooling secara mandiri. "Pada salah satu program, kami membuat satu aktivitas yang bisa menghasilkan uang. Namun, juga harus berdampak untuk lingkungan atau masyarakat sekitar," katanya.

Dari sana, kedua putrinya memutuskan untuk mengelola usaha pembalut kain. Sampai saat ini, produksi pembalut kain dan segala kegiatan Biyung masih dikelola dari tempat tinggal mereka.

Ada cerita menarik di balik pemilihan nama Biyung yang dalam bahasa Jawa digunakan sebagai panggilan Ibu. "Beberapa tahun sebelum mendirikan gerakan ini, aku beraktivitas di sebuah wilayah yang punya legenda tentang biyung. Di tahun yang sama juga aku punya masalah dengan ibuku sendiri," tutur Ani.

Kisah legenda tersebut dan diskusi dengan sang ibunda menjadi pembelajaran berharga untuknya. Ani ingin mengampanyekan tentang keberadaan dan ketangguhan seorang ibu. Ia kemudian menambahkan, "Kita sangat dekat dengan ibu kita secara rahim dan ibu kita secara ekosistem. Secara kesemestaan teori penciptaan kita semua berasal dari ibu bumi".

Baca Juga: Kisah Inspiratif dari Komunitas Nona, Ingin Berantas Stigma Menstruasi

dm-player

4. Membangun social enterprise bukan hal yang mudah. Ini beragam tantangan yang harus dihadapi Ani

Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesiadok. Istimewa (instagram.com/westianiagustin)

Membangun sebuah social enterprise tentunya bukan hal yang mudah. Ani pun mengaku mengalami beberapa tantangan selama membesarkan gerakan Biyung Indonesia. Yang pertama, berkaitan dengan kendala permodalan bisnis. "Kami berada di jalur tengah yang belum bisa diakomodasi oleh kedua jalur utama yang sekarang ada sistemnya. Yaitu program bantuan pemerintah dan dana hibah dari funding atau NGO," katanya.

Selain itu, tantangan lain berhubungan dengan isu yang diangkat oleh Biyung Indonesia. Sebab, dewasa ini topik menstruasi dan ketubuhan perempuan masih memiliki stigma negatif.

"Menstruasi itu kan hal yang sangat alami dan normal buat perempuan. Tetapi, gak pernah ada satu kurikulum pendidikan yang diberikan kepada kita secara terbuka. Semuanya justru disampaikan dengan stigma," ujarnya lagi. Situasi tersebut membawa dampak negatif untuk proses perempuan menerima dirinya sendiri. Mulai dari rasa malu yang datang saat pertama kali mendapat menstruasi, kesulitan membeli pembalut, sampai ketakutan jika noda menstruasi itu tembus.

Challenges ketiga yang harus dihadapinya datang dari pandangan miring orang-orang dengan kegiatan Biyung Indonesia. Ia mengatakan, "Masih banyak yang membayangkan fase hidup seseorang itu, ya selesai kuliah harus bekerja di perusahaan atau kantor dan punya jenjang karier yang bisa dilihat".

5. Biyung menjadi pencerahan dari momen terendah Ani. Semangat untuk bangkit didapat dari antusiasme para perempuan yang ditemuinya

Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesiadok. Istimewa (instagram.com/westianiagustin)

"Setahun sebelum Biyung berdiri, kondisi keluarga kami sedang minus. Saat itu, bisnis yang kami bangun selama lima tahun mengalami penipuan. Dan, semua dana yang diinvestasikan di situ habis tak tersisa," ujar Ani menceritakan momen terendah dalam hidupnya. Menurutnya ada beberapa pelajaran hidup yang bisa dipetiknya dari tragedi itu.

Perempuan yang berdomisili di Yogyakarta ini mengatakan, "Kami membangun Biyung secara kesadaran penuh. Dari situlah kami juga merasa bangkit kembali". Kelahiran Biyung Indonesia menjadi salah satu pencerahan bagi mereka.

"Aku mengambil hikmah bahwa mungkin Tuhan kasih tahu kalau aku harus bangun Biyung dan memang harus benar-benar dibelokkan haluannya. Ini mungkin cara Tuhan dan semesta mengajari aku cara melupakan dan memaafkan," pungkas Ani sambil tersenyum simpul. Feedback positif yang didapat dari membangun Biyung juga menjadi salah satu sumber motivasinya.

Berbagai perjalanan seru ditempuhnya. Mulai dari kembali ke kampung halaman di Papua hingga diundang ke Jambi oleh Narasi TV. "Aku memang pernah menulis bahwa mimpiku itu untuk bekerja dengan banyak perempuan di berbagai wilayah di Indonesia. Khususnya pada isu lingkungan dan perempuan," tambahnya.

Kembali ke Papua yang menjadi tempatnya lahir dan dibesarkan menjadi salah satu titik baliknya. Ani merasa tersentuh dengan semangat para perempuan di Papua yang berinisiatif mengundang Biyung untuk melakukan workshop produksi pembalut kain.

"Walau mereka di tengah konflik, tapi masih memberi ruang untuk memikirkan isu ini. Masih ada yang mau mengupayakan hak perempuan Papua yang istilahnya harus diselamatkan," katanya. Ani juga berbagi tentang kondisi industri kebutuhan pokok seperti sandang-pangan-papan yang memiliki berbagai kendala di sana, termasuk dengan pembalut yang menjadi salah satu kebutuhan utama perempuan.

6. "Jadi lebih kenal dengan diri sendiri", adalah dampak positif yang dirasakan Ani selama mendirikan Biyung

Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesiadok. Istimewa (instagram.com/westianiagustin)

Selama mendirikan dan membangun Biyung Indonesia, Ani juga merasakan banyak dampak positif untuk dirinya dan masyarakat luas. "Yang paling terasa dekat itu adalah kita jadi lebih kenal dengan diri kita sendiri. Selama ini perempuan gak pernah diberi ruang atau waktu untuk mengenal dirinya. Sejak fase kelahiran malah punya stigma sebagai warga kelas nomor dua," ujarnya.

Peraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi ini pun mengaku sangat senang dapat menjadi bagian dari gerakan perempuan yang saat ini sudah mulai vokal menyuarakan pentingnya kesetaraan gender. Ani bilang, "Biyung ikut mengambil bagian dari hal yang selama ini terlewat tapi sangat dekat dengan perempuan, yaitu topik menstruasi".

Menurutnya, ketakutan yang dialami para perempuan tentang menstruasi berawal dari keterbatasan informasi atau pengetahuan. "Di Indonesia kan masih tabu banget untuk bicara tentang ketubuhan perempuan. Semuanya ditutupi atas nama adat sopan santun. Isu yang diangkat Biyung menjadi kontribusi kecil demi mengangkat hak-hak perempuan," pungkasnya.

7. Tantangan yang harus dihadapi para perempuan di Indonesia dan arti perempuan hebat bagi Ani

Perjalanan Inspiratif Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesiadok. Istimewa (instagram.com/westianiagustin)

Di akhir kegiatan wawancara, perempuan yang hobi membaca dan mendengarkan musik ini juga menyuarakan opininya terkait tantangan yang dihadapi para perempuan tanah air. Mulai dari sistem hukum dan politik yang mengambil ruang hidup masyarakat, kapitalisasi pendidikan, dan kekerasan yang sistemik.

Ia memberi contoh sederhana tentang topik siklus menstruasi yang masih banyak belum diketahui. "Karena mereka gak tahu, kehamilan yang gak direncanakan bisa terjadi. Khususnya untuk remaja yang belum mendapat bekal dari orangtuanya. Semua itu yang menanggung dampak jangka panjangnya adalah perempuan," katanya.

Untuk menutup obrolan seru bersama IDN Times, Ani pun menitipkan pesan untuk para perempuan Millennials dan GenZ yang membaca artikel ini. "Cintai dan hargai diri kita sebagai perempuan. Dari perjalanan kami, banyak perempuan yang merasa gak nyaman atau gak suka dilahirkan sebagai perempuan. Satu-satunya yang bisa membela diri kita adalah diri kita sendiri".

Pernyataan itu juga sejalan dengan definisi perempuan hebat bagi seorang Westiani Agustin. Yaitu mereka yang kuat membela diri sendiri, mulai dari kehendak sampai pikirannya. "Mereka bisa mewujudkan itu! Serta memiliki kemampuan dan kemauan untuk membantu sesama perempuan," pungkasnya.

Itu dia kisah seru nan inspiratif dari Westiani Agustin selaku founder Biyung Indonesia dalam wawancara #AkuPerempuan kali ini. Ternyata isu lingkungan dan perempuan memang gak bisa dipisahkan, ya?

Baca Juga: Profil Sisilism, Content Creator yang Fokus dengan Isu Pendidikan Seks

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya