Eksklusif Matt Shadows: Dari Konser di Jakarta sampai Sulit Nulis Lagu

Jakarta, IDN Times - Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang dipilih Avenged Sevenfold untuk menggelar konsernya tahun ini. Keputusan itu termasuk mengejutkan mengingat Avenged Sevenfold terakhir kali manggung di Indonesia pada 2015 silam.
Vokalis Avenged Sevenfold, Matt Shadows pun mengungkapkan kepada IDN Times alasan di balik penetapan Indonesia sebagai lokasi konser satu-satunya di Asia pada 25 Mei nanti.
Dalam wawancara khususnya dengan IDN Times, Matt juga berbagi cerita tentang perubahan gaya bermusik Avenged Sevenfold serta album terbaru mereka, Life is But a Dream.
Berikut ini hasil wawancara khusus IDN Times dengan Matt Shadows. Check it out!
Apakah kalian sepakat disebut band bergenre heavy metal?

Gue rasa Avenged Sevenfold sekarang lebih menjadi sebuah band metal alternatif. Kami punya banyak lagu seperti "A Little Piece of Heaven" atau "Dear God" atau sesuatu seperti album baru kami yang lebih eksperimental. Gue rasa kami adalah band yang berjalan sesuai kemauan kami sendiri, tapi kami senang disebut sebagai band heavy metal.
Jika lo bilang kami band heavy metal, orang pasti langsung mikir harus terdengar seperti Slayer atau Metallica dan harus ada elemen-elemen metal di dalamnya. Gue rasa kami melakukan lebih dari itu. Jadi, gak tahu ya, gue biarkan orang lain menentukan Avenged Sevenfold band apa. Avenged Sevenfold tetaplah Avenged Sevenfold dan orang-orang bisa menyebut kami sesuai seperti yang mereka mau.
Saat kalian membuat lagu, apakah ada pertimbangan soal seberapa baik lagu itu bisa diterima pendengar atau membuatnya sesuai idealisme saja, tanpa peduli kata orang?

Ya, kami menulis lagu sesuai dengan keinginan kami. Salah satu hal yang kami suka lakukan adalah mendorong pendengar kami ke arah yang berbeda. Kami suka bereksperimen dalam setiap rekaman dan gue rasa kalau lo tahu salah satu hal yang sering terjadi adalah ketika semua orang langsung mendapatkannya, biasanya gak cukup jauh.
Maksud gue adalah sebagian besar album yang gue suka saat pertama kali dengar, gue langsung lupain. Ada banyak album yang gue gak ngerti pas pertama dengar dan gue pun sadar semakin gue memberikan kesempatan buat dengar album itu, gue mulai memahami apa yang dilakukan artis itu dan kemudian itu jadi album favorit gue.
Jadi menurut kami, Avenged Sevenfold hanya harus pergi ke mana pun kami ingin pergi sebagai manusia dan menunjukkan serta membuat musik paling jujur untuk diri kami sendiri dan orang-orang akan mengikuti. Mungkin butuh waktu 5 tahun, mungkin butuh waktu 10 tahun atau malah orang-orang akan melupakannya. Namun, pada akhirnya itu bukanlah tugas kami. Tugas kami hanya menjadi refleksi dari apa yang mau kami lihat dan dengar.
Semakin banyak pengalaman yang dimiliki, apakah kalian merasa lebih sulit untuk menulis lagu?

Tidak karena kami tidak menempatkan diri kami dalam sebuah kotak. Gue rasa kalau misal ada yang bilang, 'Hei lo harus menulis lagu kayak gini, kayak gitu,' maka itu bakal jadi satu hal yang sulit banget karena lo kayak punya sebuah parameter.
Gue rasa menulis lagu untuk setiap album itu sulit, benar gak? Karena itu tergantung selera. Tergantung banyaknya waktu yang lo butuhkan dan itu jadi seperti jam kerja. Kita mesti duduk di sana dan mengulangnya terus menerus kemudian berpikir beberapa hal itu bagus, tapi ternyata nggak dan lo terpaksa membuangnya dan itu adalah hal yang sulit dilakukan.
Istilahnya seperti 'membunuh bayi sendiri,' ketika lo punya sesuatu yang lo cinta dan suka dan agak bagus, tapi ya lo harus membunuh bayi sendiri. Jadi ya menurut gue semua musik itu sulit jika lo ingin sepenuhnya mencerminkan apa yang mau lo lakukan. Jadi ya menulis lagi itu selalu sulit.
Bagaimana proses kreatif album terbaru kalian, "Life is But a Dream?"

Ya, kami banyak melakukan DMT. Semua perspektif kami tentang perubahan dalam hidup dan kami mulai menulis tentangnya.
Kami mulai membuat musik yang kami rasa unik. Kami mulai membuat struktur lagu dan memutarnya dalam kepala. Kami mulai mencoba berganti arah di tempat yang tidak lo duga bakal ganti arah. Kami mulai mencoba menulis banyak melodi berbeda, tapi itu semua dilakukan untuk mengekspresikan kebebasan penuh dan menyatakan bahwa tidak ada genre yang dapat menahan kami dan kami hanya akan menulis apa pun yang kami mau.
Jadi, proses kreatifnya luar biasa, menyenangkan, mengubah hidup, ekstrem, berat, dan penuh tekanan. Pokoknya semuanya kami rasakan.
Terakhir kali mengerjakan album studio tujuh tahun lalu, yakni album The Stage, kenapa jeda ke album Life Is But a Dream cukup lama, apa karena kondisi pita suara lo sempat terganggu lagi pada 2018?
Jadi gue menjalankan banyak waktu di mana gue mencoba pemulihan suara gue tanpa operasi. Lalu gue sadar kalau cara itu gak akan berhasil makanya kemudian gue pilih untuk operasi. Setelah itu butuh waktu berbulan-bulan buat gue untuk pulih lebih baik.
Sementara itu, kita semua mengalami pandemik dan itu jadi satu hal yang terus terjadi secara beruntun dan banyak band yang mengeluarkan album dan mereka gak bisa tur dan kami memahaminya.
Satu hal yang kami mau saat itu adalah mengeluarkan album yang bisa didengar orang dan selama pandemik kami sadar tidak bisa melakukannya. Jadi, saat kami berhasil mengatasi kecemasan yang ada, kami sadar bahwa Oh Tuhan ini akan memakan waktu yang lama.
Kami pun langsung memaklumi kondisi yang terjadi ya begitu adanya dan kami merasa akan mengeluarkan album saat kami mau. Jadi ya ada banyak faktor, suara gue, pandemik COVID-19, dan lainnya.
Album "Life is But a Dream" dianggap jauh dari karakter musik Avenged Sevenfold, apakah lo sepakat dengan itu? Jika iya, kenapa mengubah warna musik progresif metal yang selama ini melekat dengan Avenged Sevenfold?

Setiap album adalah refleksi dari semua anggota Avenged Sevenfold. Gue nggak tahu ya, gue rasa ada banyak kekacauan dalam album ini. Jika lo melihat dari sudut pandang ingin menemukan benang merahnya maka lo bakal tersesat.
Tapi kalau lo dengerin album ini tanpa ekspetasi apa-apa, lo bakal denger jalinan melodi yang jadi dasar album ini. Gue udah melihatnya, lo udah lihat kan banyak orang setelah mendengarkan sebuah album mereka kembali beberapa bulan kemudian dan bilang Ya Tuhan gue benci rekaman ini dan kemudian setelah didengarkan lagi mereka bilang oh ya gue ngerti sekarang.
Dan hal itu juga terjadi sama gue setelah gue mendengarkan The Wall. Gue suka Pink Floyd. Gue dengerin The Wall dan gue berpikir album itu terlalu ke mana-mana. Lalu Pinkerton, album lain dari Weezer gue juga gak mengerti. Kemudian suatu hari lo dengerin lagu album-album itu tanpa ekspektasi dan lo ngerasa oh iya ini cuma gue yang gak ngerti padahal makna albumnya ada di sana.
Begitupun Life Is But A Dream bakal jadi album yang menua dengan sempurna dan kami sudah melihatnya secara langsung di Amerika di mana orang-orang mengerti tentang album ini. Mereka ingin lebih banyak lagu dimainkan dari album ini.
Jadi, yang bisa lo lakukan adalah menjadi refleksi diri lo sendiri. Lo gak bisa mencoba menulis lagu untuk orang lain. Lo cuma perlu melakukan hal yang seharusnya lo lakukan maka terserah orang-orang mau ikut lo atau nggak.
Ya lo gak bisa nyenengin semua orang sekarang ini. Lo tahu, kalau kami bikin Nightmare Part Two, lo bakal lihat semua orang yang menyukai Life Is But A Dream berpikir kami kehabisan ide. Lalu kami bikin Life Is But A Dream dan mereka bilang kasih kami Nightmare Part Two. Itulah, kami gak bisa nyenengin semua orang terutama ketika basis fans Avenged Sevenfold semakin besar kan? Basis penggemar ini, ada banyak orang yang bergabung ke dalamnya karena mendengarkan album-album yang berbeda dan kami punya tujuh album kan? Mereka mau sedikit dari itu semua, tapi lo ga bisa memenuhinya karena kalau lo melakukannya, kalau album keenam dan ketujuh punya suara yang sama maka lo gak bakal dapat album ketujuh. Itu masalahnya dan lo harus terus berprogres.
Ngomongin soal konser, kenapa memilih Jakarta jadi satu-satunya tujuan di Asia?

Indonesia dan Jakarta adalah pasar terbesar streaming kami. Jadi ada banyak orang yang mendengarkan kami di Indonesia dibandingkan negara atau wilayah lain di dunia dan kami berpikir untuk menggelar tur yang lebih besar, tur yang lebih megah di Asia Tenggara
Namun, jadwal tur kami di Amerika dan Eropa sangat ketat dan kami gak punya waktu buat ke Asia Tenggara. Jadi kami bilang ke diri sendiri kalau kami gak mau membuang niat awal itu. Ayo bikin satu konser di Asia Tenggara dan itu gak perlu dipikirkan lagi, ayo gelar satu pertunjukkan sebelum konser kembali lebih banyak di tahun 2025 dan untuk saat ini sudah jelas buat kami harus menggelar konser di Jakarta.
Konsep dan set-up panggung apa yang disiapkan di konser Jakarta supaya bisa memuaskan fans kalian?

Ya kami mencoba untuk membawa semua hal yang telah kami lakukan dalam tur Eropa, tapi ada hal-hal tertentu yang lebih sulit dibandingkan hal lainnya. Namun, kami punya produksi panggung yang sangat kuat dan nanti di Jakarta kami hadirkan yang berbeda, sedikit emosional dan juga besar.
Jadi kami berusaha dengan keras bisa menerapkannya 100 persen di Indonesia. Tentu saja akan ada kesulitan untuk mengirimkan segala kebutuhan panggung tersebut buat satu pertunjukkan, tapi kami melakukan yang terbaik sebisa kami. Jadi, kami pastikan kalian akan mendapatkan pertunjukan yang lengkap di Jakarta nanti.
Bisa dibocorin sedikit setlist buat konser di Jakarta? Apakah bakal membawakan hits lama yang begitu banyak didengar fans Indonesia?

Yang bisa gue katakan adalah Avenged Sevenfold sangat menyadari apa yang disukai fans kami di Indonesia dan kami berencana membuat mereka semua senang saat konser nanti.
Apa lo tahu kalau lagu Dear God identik dengan setlist warnet di Indonesia pada awal 2000-an?

Sangat aneh buat kami karena Indonesia satu-satunya tempat di dunia yang banyak banget orang mendengarkan Dear God. Jadi, sudah pasti kami akan memainkannya walaupun kami sudah bertahun-tahun tidak memainkannya.
Gue rasa terakhir kali Avenged Sevenfold bawain Dear God pas 2009. Kami memainkannya dalam enam konser di Amerika. Jadi, sepertinya kami harus mempelajarinya lagi dan kami sangat bersemangat memainkannya di Jakarta.
Kemudian ada beberapa lagu Avenged Sevenfold yang disukai fans di Jakarta seperti "Gunslinger", "Seize The Day", dan "Little Piece of Heaven". Jadi, kami sangat mengetahui apa yang disukai orang-orang di Indonesia dan kami akan datang untuk memainkannya di Jakarta. Ini akan menyenangkan buat kami karena kami udah lama banget gak memainkan lagu-lagu itu dan bakal kita lihat seperti apa nanti.
Terakhir, ada pesan yang mau lo sampaikan buat fans Avenged Sevenfold di Indonesia menjelang konser di Jakarta Mei nanti?

Dengar, kami merasakan cinta dari Indonesia. Kami menganggap Indonesia sebagai salah satu tempat favorit untuk kami kunjungi dan kami benar-benar melakukannya. Kami merasa terhormat bahwa para fans di Indonesia menyambut kami dengan luar biasa. Ini bakal jadi pertunjukkan yang besar. Konser ini bakal menyenangkan dan yang bisa gue bilang adalah terima kasih. Gue mau bilang, sudah bertahun-tahun lalu kami datang ke Indonesia dan melihat antusiasme luar biasa seperti ini rasanya semua terbayar tuntas dan rasanya lebih emosional. Keren banget pokoknya!