Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dihadirkan dalam jumpa pers kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Gedung Humas, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Amnesty International meminta evaluasi menyeluruh terhadap Polri terkait rentetan kasus kekerasan yang melibatkan anggotanya.
  • Kasus-kasus tersebut harus diusut tuntas secara transparan dan pelakunya diberikan sanksi pidana untuk menghadirkan keadilan bagi korban dan keluarga korban.
  • Reformasi institusional atas Polri yang lebih mendalam harus segera dilakukan guna mencegah berulangnya kekerasan oleh anggota kepolisian di masa datang.

Jakarta, IDN Times - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah disorot imbas rentetan kasus yang melibatkan anggotanya. Padahal, polisi merupakan perangkat negara yang berperan dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), penegakkan hukum (gakkum), serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Tugas itu tertuang dalam amanat Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Apa yang kita saksikan beberapa hari terakhir adalah rentetan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat negara yang sejatinya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Polisi dididik, dilatih, dan dipersenjatai negara untuk melindungi warga, bukan malah melakukan pembunuhan di luar hukum," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, kepada IDN Times, Minggu (16/3/2025).

Berikut lima kasus polisi selama 2025 berdasarkan penelusuran IDN Times.

1. Polisi Aceh paksa pacar aborsi

Kegiatan ekshumasi janin korban aborsi di di area perkebunan Jalan Pemancar, Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Kasus pemaksaan aborsi oleh polisi di Aceh yang merupakan lulusan Akpol, Ipda Yohananda Fajri, terhadap pacarnya, VF menambah borok di Korps Bhayangkara di awal 2025.

Kasus itu bermula saat Ipda Yohananda masih berstatus taruna Akpol dan dalam pendidikan, berpacaran dengan pramugari berinisial VF.

Selama pacaran keduanya sering bertemu dan melakukan hubungan badan hingga VF hamil. Saat mengetahui kehamilan VF, Ipda Yohananda meminta agar korban menggugurkan kandungannya.

Yahonanda beralasan hal itu demi karier dan tak bisa menikahi korban karena aturan di Akpol. Dia justru memaksa korban untuk melakukan aborsi.

Dia mencekoki korban dengan obat hingga tiga kali sehari, meskipun korban telah menolak. Akibatnya, korban mengalami keguguran.

Tak sampai di situ ternyata korban juga divonis sulit hamil akibat infeksi rahim, kista, dan komplikasi lain yang muncul, setelah aborsi paksa.

Namun, kasus ini berakhir damai setelah dimediasi oleh Propam Polda Aceh di sebuah kafe di Bali pada Kamis (30/1/2025). Upaya mendamaikan korban dan pelaku ini menjadi sorotan Komisi III DPR RI.

2. Polisi salah tangkap di Grobogan

Kapolres Grobogan AKBP Ike Yulianto mengunjungi rumah Kusyanto (38), warga Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada Minggu (9/3/2025) malam. (IDN Times/Dok Humas Polda Jateng)

Di Grobogan, Jawa Tengah, seorang pencari bekicot menjadi korban salah tangkap setelah dituduh mencuri mesin pompa air pada Minggu malam (2/3/2026) di persawahan Desa Suru, Kecamatan Geyer.

Dalam video yang beredar, terlihat Kusyanto dicekik dan dipukul seorang pria berjaket hitam di Dusun Kuwojo, Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Tampak sejumlah warga menyaksikan Kusyanto dicekik dan dipukul oleh pria yang disebut-sebut sebagai polisi di sebuah teras rumah. Dia dituding mencuri pompa air milik warga.

Namun, hasil penyelidikan Propam Polres Grobogan membuktikan pria itu tidak bersalah dan tuduhan pencurian itu tidak bisa dibuktikan.

3. Kapolres Ngada pakai narkoba dan mencabuli

Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dihadirkan dalam jumpa pers kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Gedung Humas, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Kapolres Ngada Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terbukti memakai narkoba dan melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur serta seorang perempuan dewasa.

Tak hanya itu, tersangka juga mengunggah video kekerasan seksualnya ke darkweb. Video itu menjadi perhatian otoritas Australia yang kemudian diadukan ke Div Hubinter Polri untuk diproses.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal berlapis, Fajar juga bakal menjalani sidang Etik Polri pada Senin(17/3/2025). Propam Polri menyebut, pelanggaran yang dilakukan Fajar masuk dalam kategori berat.

4. Polisi Polda Jateng bunuh bayi

ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Polisi Polda Jawa Tengah (Jateng), Brigadir AK, membunuh bayinya sendiri, NA, yang berusia dua bulan pada Minggu (2/3/2025). Peristiwa itu dilaporkan oleh ibu si bayi berinisal DJ, dua hari setelah pembunuhan.

Pembunuhan terjadi ketika DJ menitipkan NA kepada AK yang berada di dalam mobil. Sementara, DJ meninggalkan mereka untuk belanja.

Setelah kembali, DJ melihat NA kondisinya tak wajar. DJ kemudian berinisiatif untuk membawa NA ke rumah sakit guna mendapatkan perawatan medis.

Namun, nyawa bayi anak kandung dari DJ dan AK tak lagi tertolong. Adapun dugaan sementara motif pembunuhan, karena anak tersebut belum diinginkan kehadirannya oleh AK.

Sebab, AK belum memiliki ikatan yang sah setelah dengan DJ usai bercerai dengan istri sahnya.

5. Anggota Brimob penjaga tambang emas ilegal tembak warga di Sulut

Ilustrasi kasus pembunuhan. (IDN Times/Sukma Shakti)

Terakhir, anggota Brimob Polda Sulawesi Utara (Sulut) diduga menembak warga bernama Fernando Tongkotow hingga tewas di Kabupaten Minahasa Tenggara. Insiden tersebut diduga dipicu adanya aksi pencurian di area tambang emas ilegal.

Penembakan tersebut terjadi di lokasi tambang wilayah Perkebunan Alason, Kecamatan Ratatotok pada Senin (10/3/2025). Lokasi kejadian diduga merupakan tambang ilegal milik warga negara asing (WNA) China.

Amnesty International Indonesia menilai, keberulangan kasus-kasus kekerasan polisi ini adalah karena impunitas di tubuh kepolisian. Rezim impunitas ini sudah menjadi kultur di kepolisian karena Polri terkesan membiarkan terus terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota polisi.

Rentetan kasus ini harus menjadi alarm yang serius bagi kepolisian untuk segera melakukan reformasi yang menyeluruh di tubuh kepolisian.

Kasus-kasus tersebut harus diusut tuntas secara transparan dan pelakunya diberikan sanksi pidana untuk menghadirkan keadilan bagi korban dan keluarga korban. Selain itu, reformasi institusional atas Polri yang lebih mendalam harus segera dilakukan guna mencegah berulangnya kekerasan oleh anggota kepolisian di masa datang.

Tanpa evaluasi yang serius dari Presiden, DPR, Kompolnas, Polri maupun pengawasan dan kontrol yudikatif, tidak mengherankan jika kasus-kasus serupa akan terus terjadi.

"Reformasi di tubuh kepolisian harus melibatkan perubahan sistemik, bukan sekadar revisi aturan atau pelatihan semata. Tanpa akuntabilitas yang nyata di tingkat pimpinan Polri, segala upaya untuk menghentikan kekerasan oleh aparat akan sia-sia," ujar Usman Hamid.

Editorial Team