Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Biografi I Gusti Ngurah Rai, Pahlawan Nasional Asal Bali

I Gusti Ngurah Rai
Ilustrasi I Gusti Ngurah Rai. IDN Times/Arief Rahmat

Jakarta, IDN Times - Bali melahirkan seorang pahlawan yang berjasa besar dalam perjuangan mengusir penjajah dari Indonesia. Bergelar kolonel di angkatan tentara Indonesia, I Gusti Ngurah Rai memimpin resimen Ciung Wanara dalam melumpuhkan Netherlands-Indies Civil Administration (NICA).

Pada 1946, I Gusti Ngurah Rai menjadi tokoh sentral dalam Puputan Margarana atau perang habis-habisan melawan pasukan pemerintah sipil Belanda tersebut. Puputan Margarana sendiri terjadi di Kabupaten Tabanan, Bali. Simak berikut biografi I Gusti Ngurah Rai lengkap dibawah ini.

1. Masa kecil I Gusti Ngurah Rai

I Gusti Ngurah Rai
Ilustrasi I Gusti Ngurah Rai. IDN Times/Arief Rahmat

Perjalanan hidup I Gusti Ngurah Rai tergolong tidak biasa. Ini lantaran I Gusti Ngurah Rai sebenarnya merupakan keturunan bangsawan yang lahir dari orangtua I Gusti Ngurah Patjung dan I Gusti Ayu Kompyang di Desa Carangsari, I Gusti Ngurah Rai lahir di badung, Bali, pada 30 Januari 1917.

Alih-alih mengambil jalan hidup nyaman, Rai yang merupakan lulusan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Malang itu kemudian masuk ke Korps Prajoda pada 1936 atau sekitar dua tahun setelah menganggur. I Gusti Ngurah Rai menempuh pendidikan untuk menjadi perwira di sebuah fasilitas yang didirikan dan diurus oleh Belanda.

Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) mengawasi langsung semua aktivitas di Prajoda. Rai sendiri bukan warga Indonesia pertama yang masuk pendidikan tersebut. Prajoda banyak merekrut orang-orang Indonesia dari berbagai wilayah. 

KNIL memang dikenal kejam dan membunuh ribuan rakyat Indonesia. Namun, rupanya mereka mudah ditaklukkan oleh tentara Jepang yang mulai menduduki Indonesia. Pergantian aktor penjajahan dari Belanda ke Jepang membuat Rai pindah jadi anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bali.

2. Masa muda I Gusti Ngurah Rai

I Gusti Ngurah Rai
Ilustrasi I Gusti Ngurah Rai. IDN Times/Arief Rahmat

BKR, yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), merupakan bentukan Jepang. Usai pasukan Nippon kalah dalam Perang Dunia II, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 1945. Setelahnya, TKR berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia. 

Walau sudah menyatakan merdeka, tapi Belanda tetap memaksa kembali ke Indonesia secara perlahan tapi pasti. Serdadu yang dikirim untuk menduduki Indonesia adalah Batalion Infanteri KNIL Gajah Merah. 

I Gusti Ngurah Rai yang masih setia menjadi prajurit untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia pun akhirnya berhadapan dengan pasukan yang dulu pernah mendidiknya, termasuk Kapten JBT Konig yang sempat mendidik Rai saat bersama KNIL.

Konig mengira dengan status I Gusti Ngurah Rai yang pernah bergabung dengan KNIL, akan mudah dipersuasi untuk tunduk pada Belanda. Faktanya, I Gusti Ngurah Rai menolak upaya Konig untuk mengkhianati Indonesia.

3. I Gusti Ngurah Rai meninggal saat Puputan Margarana

I Gusti Ngurah Rai
Ilustrasi I Gusti Ngurah Rai. IDN Times/Arief Rahmat

I Gusti Ngurah Rai dipercaya memimpin Ciung Wanara dalam perjuangan melumpuhkan Belanda menyadari dirinya kekurangan pasukan di Bali. Oleh karena itu, I Gusti Ngurah Rai meminta dukungan dari tentara di Jawa. Agar strategi itu berhasil, Rai membawa pasukannya ke arah timur Bali pada 28 Mei 1946.

Beberapa kali terjadi pertikaian antara Ciung Wanara dan pasukan Belanda, termasuk pada tengah tahun di dekat Gunung Agung. Dalam peristiwa itu juga pasukan yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai menang. Namun, setelahnya nasib berkata lain.

Pada 20 November di tahun yang sama, perang antara kedua pihak meletus di Desa Marga, Kabupaten Tabanan. Masih kalah jumlah, Rai memerintahkan semua tentaranya untuk perang habis-habisan. Nahas, Rai justru meninggal dalam pertempuran tersebut.

Berkat jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahi I Gusti Ngurah Rai dengan gelar pahlawan nasional pada 1975. Namanya juga dijadikan sebagai nama jalan di berbagai wilayah di Indonesia dan bandara di Bali.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aria Hamzah
Rochmanudin Wijaya
3+
Aria Hamzah
EditorAria Hamzah
Follow Us