Petani di Kota Mataram, NTB, panen padi di musim kemarau. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyampaikan hingga dasarian II Mei 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik menunjukkan indeks ENSO sebesar +0.21 atau dalam kondisi netral.
Kondisi indeks ENSO sudah berada pada level netral selama dua dasarian dan diprediksi akan terus netral sampai periode Juni -Juli 2024. Selanjutnya, pada periode Juli, Agustus, September 2024, ENSO Netral diprediksi akan beralih menuju fase La Nina lemah yang akan bertahan hingga akhir tahun 2024.
Fenomena La Nina lemah ini diprediksi tidak berdampak pada musim kemarau yang akan segera hadir. Sedangkan di Samudera Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral namun ada kecenderungan beralih ke fase IOD Positif.
Melihat fakta tersebut, maka daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50mm per bulan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan. Daerah tersebut meliputi sebagian besar Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi, serta sebagian Maluku dan Papua.
Sementara, dari hasil monitoring hotspot yang dilakukan satelit, menunjukkan telah munculnya beberapa hotspot awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sehingga diperlukan perhatian khusus untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di sepanjang musim kemarau.
"Memperhatikan dinamika atmosfer jangka pendek terkini, masih terdapat jendela waktu yang sangat singkat yang bisa dimanfaatkan secara optimal sebelum memasuki periode pertengahan musim kemarau," ujarnya.
Di sisi lain, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca, Tri Handoko Seto, mengatakan, berkaca dari hal tersebut, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi teknis yang bisa dilakukan sebagai langkah mitigasi dan antisipasi.
Di antaranya, penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau dan membasahi serta menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut.
Agar upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan, BMKG berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pertanian dapat memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan yang terdampak kekeringan benar-benar memadai.