Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)
Menurut keduanya, terjadi penyempitan makna frasa ’sarjana hukum’ pada pasal a quo yang mengakibatkan ketidakadilan bagi lulusan prodi serumpun seperti prodi Hukum Islam, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana Islam.
Para pemohon mengatakan, prodi itu memiliki keahlian hukum dan kompetensi pengetahuan yang relevan dan memadai di bidang penegakan hukum pidana. Hal itu karena sistem kurikulum dan distribusi mata kuliah yang diterapkan relatif sama dengan program studi Ilmu Hukum.
“Ketentuan yang termuat pada norma sepanjang frasa ‘sarjana hukum’ tersebut mengeksklusi dan mendiskualifikasi para pemohon untuk menjadi seorang jaksa,” ujar Kuasa Hukum para pemohon, Muhammad Syarif Kusumojati, dalam sidang pendahuluan Perkara Nomor 178/PUU-XXII/2024 pada di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024).
Para pemohon dinilai tidak memenuhi persyaratan administratif untuk menjadi jaksa. Keduanya dinyatakan tidak lolos syarat administratif Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kejaksaan Agung untuk formasi Jaksa Ahli Pertama. Sebab, Silvia dan Fajar berstatus sarjana hukum bidang Hukum Tata Negara dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kualifikasi pendidikan para pemohon dinyatakan tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan pada formasi kejaksaan yang dituju. Alasan verifikator menyebutkan program studi S1 Hukum Tata Negara tidak tercantum dalam pengumuman tentang Pelaksanaan Seleksi Pengadaan CPNS Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2024.
Verifikator juga menolak sanggah yang diajukan para pemohon dengan menegaskan kesesuaian kualifikasi pendidikan adalah syarat khusus yang harus dipenuhi oleh pelamar. Apabila ada nomenklatur program studi yang tidak termuat atau tidak sama persis sebagaimana Bab I poin A Pengumuman Seleksi Pengadaan CPNS Kejaksaan, maka dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Dengan demikian, secara aktual, ketentuan norma a quo dinilai menghambat lulusan sarjana Hukum Islam dan/atau sarjana serupa yang serumpun di bidang hukum untuk mendaftarkan diri dalam profesi jaksa.
Para pemohon juga disebutkannya, seharusnya diakui secara sah dan tidak boleh dieksklusikan dari ketentuan kualifikasi seorang jaksa hanya karena adanya interpretasi sempit pada frasa ‘sarjana hukum’.