IMGR 2026: Protes Digital Bentuk Aksi Gen Z dan Milenial Masa Kini

- Sebanyak 22 persen responden menilai protes digital adalah ekspresi langsung dari ketidakpuasan generasi muda terhadap tata kelola dan kebijakan negara.
- Gerakan #IndonesiaGelap jadi contoh nyata menanggapi peristiwa politik, seperti RUU TNI, RUU Penyiaran, RUY KIA, usulan larangan media sosial untuk anak di bawah 16 tahun, UU TPKS, hingga degradasi lingkungan di Kalimantan dan Papua memicu protes generasi muda.
- Dukungan terhadap keterlibatan generasi muda dalam pemerintahan mencapai 50 persen Gen Z dan 39 persen milenial.
Jakarta, IDN Times - Berdasarkan hasil survei IDN Research Institute 2025, generasi muda Indonesia menggunakan protes digital sebagai pola baru dalam partisipasi politik.
Survei ini dilakukan pada 7-13 April 2025 dengan jumlah peserta survei meliputi 946 milenial dan 903 generasi Z.
Ketua DPD Tingkat II Partai Golkar Kota Solo, Sekar Tandjung, mengatakan pentingnya peran generasi muda dalam pembentukan kebijakan.
"Generasi muda sering berbicara tentang apa yang perlu diubah, tetapi berbicara hanyalah awal. Jika kita ingin membentuk kebijakan dan memengaruhi keputusan yang secara langsung memenuhi generasi kita, kita perlu hadir di tempat di mana keputusan tersebut dibuat," ujarnya.
1. Sebanyak 22 persen responden mengaku protes digital jadi bentuk aksi baru

Sebanyak 22 persen responden menilai protes digital adalah ekspresi langsung dari ketidakpuasan generasi muda, terhadap tata kelola dan kebijakan negara.
Menurut Gen Z, aksi sipil hari ini tidak lagi dilakukan di jalanan, melainkan hadir dalam bentuk tagar, unggahan, hingga gerakan kolektif di media sosial.
2. Gerakan #IndonesiaGelap jadi contoh nyata

Sepanjang 2024 hingga 2025, deretan peristiwa politik dan budaya memicu protes generasi muda. Di antaranya adalah RUU TNI, RUU Penyiaran, RUU KIA, usulan larangan media sosial untuk anak di bawah 16 tahun, UU TPKS, hingga degradasi lingkungan di Kalimantan dan Papua.
Gerakan #IndonesiaGelap menjadi salah satu cara bagi publik yang tidak menerapkan protes di jalan. Spanduk yang biasa tersebar di jalan digantikan foto profil hitam, mayoritas grup obrolan membahas tagar tersebut, hingga berbagai artikel mengangkat gerakan #IndonesiaGelap sebagai isu penting.
"Suara pemuda tidak hanya penting dalam protes, tetapi juga dalam kemitraan," kata Sekar.
3. Dukungan terhadap keterlibatan generasi muda dalam pemerintahan

Sebanyak 50 persen Gen Z di kota mendukung keterlibatan generasi untuk menjadi perwakilan dalam kepemimpinan. Jumlah tersebut meningkat 53 persen di kota-kota sekunder.
Kemudian, sebanyak 39 persen milenial mendukung kuota pemuda untuk menunjukkan perbedaan antar generasi dalam legitimasi kepemimpinan.
Adanya protes digital menjadi bentuk kesadaran generasi muda akan suara mereka yang berpengaruh besar terhadap Pemilu 2029.
"Mudah untuk mengkritik, tetapi kemajuan sesungguhnya terjadi ketika kita tetap terlibat setelah pemilu, ketika kita terus hadir, mendesak akuntabilitas, dan mendukung pemerintah untuk melakukan yang lebih baik," kata Sekar.
"Perubahan adalah maraton, bukan sprint, dan tetap terlibat adalah cara kita memastikan janji-janji berubah menjadi tindakan," lanjutnya.
Diketahui, IDN menggelar Indonesia Summit 2025 (IS 2025), sebuah konferensi independen yang khusus diselenggarakan untuk dan melibatkan generasi Milenial dan Gen Z di Tanah Air.
Dengan tema "Theme: Thriving Beyond Turbulence Celebrating Indonesia's 80 years of purpose, progress, and possibility", IS 2025 bertujuan membentuk dan membangun masa depan Indonesia dengan menyatukan para pemimpin dan tokoh nasional dari seluruh nusantara.
IS 2025 diadakan pada 27-28 Agustus 2025 di Tribrata Dharmawansa, Jakarta Selatan. Dalam IS 2025, IDN juga meluncurkan Indonesia Millennial and Gen-Z Report 2026.