Masa Jabatan Kepala Daerah-DPRD Otomatis Nambah 2 Tahun usai Putusan MK

Intinya sih...
PAN kaji biaya pelaksanaan pemilu terpisah usai putusan MK
MK perintahkan pemilu nasional dan lokal dijeda 2 tahun
Putusan MK jadi acuan untuk RUU Pemilu
PAN kaji biaya pelaksanaan pemilu terpisah
MK perintahkan pemilu nasional dan lokal dijeda 2 tahun
Putusan MK jadi acuan untuk RUU Pemilu
Jakarta, IDN Times - Waketum PAN, Eddy Soeparno mengatakan, masa jabatan DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta kepala daerah yang jatuh tempo pada 2029 otomatis akan diperpanjang selama dua tahun setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait jeda pemilu nasional dan lokal.
Eddy mengatakan, PAN masih mempelajari, apa saja konsekuensi hukum setelah adanya putusan terbaru mahkamah tersebut.
"Konsekuensinya adalah jabatan kepala daerah yang dilantik 2024 begitu jatuh tempo 2029 diperpanjang 2 tahun lagi menjadi 2031. Begitu juga anggota DPRD provinsi kabupaten/kota yang berakhir masa jabatan 2029 diperpanjang dua tahun otomatis," kata Eddy kepada IDN Times, saat dihubungi Jumat (27/6/2025).
1. PAN kaji biaya pelaksanaan pemilu terpisah
PAN kata dia masih mengkaji konsekuensi biaya pelaksanaan pemilu terpisah antara tingkat nasional dan lokal akibat putusan mahkamah ini.
"Bagaimana konsekuensi biaya dengan pelaksanaan terpisah itu juga merupakan satu hal yang sedang kita pertimbangkan," ujar dia.
Di sisi lain, dia mengatakan, selama ini anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota bekerja secara tandem, tapi tidak bisa diperpanjang lagi paska adanya putusan ini. Hal ini akan mempengaruhi terhadap biaya yang semakin besar bagi masing-masing anggota.
Kita perlu mengkaji bahwa selama ini anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota bekerja secara tandem sekarang sudah tidak bisa diperpanjang lagi sehingga biaya akan semakin besar untuk masing-masing anggota," kata dia.
2. MK perintahkan pemilu nasional dan lokal dijeda 2 tahun
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Gugatan itu dilayangkan oleh lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Kamis (26/6/2025).
Mahkamah menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Karena itu, Mahkamah memerintahkan agar ada jeda antara pemilu tingkat nasional dan daerah digelar paling cepat jeda 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan. Adapun pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota.
3. Putusan MK jadi acuan untuk RUU Pemilu
Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, memastikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah atau lokal akan jadi acuan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Uji materiil terhadap UU Pemilu itu dilayangkan oleh lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Hal tersebut tentu akan menjadi bagian penting untuk kami menyusun revisi Undang-Undang Pemilu yang akan datang. Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi salah satu concern bagi Komisi II DPR RI dalam menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi, terutama sekali lagi dalam politik hukum nasional yang menjadi kewenangan konstitusional kami," kata Legislator Kalimantan Selatan tersebut.