Jaksa KPK: SYL Akui Korupsi di Lingkungan Kementan

- Mantan Mentan SYL mengaku terlibat korupsi di Kementan
- SYL dan penasihat hukumnya menyatakan perlu didakwa pemberi suap, bukan hanya sebagai penerima suap
- Jaksa menegaskan penentuan pasal dakwaan adalah wewenang JPU berdasarkan KUHAP
Jakarta, IDN Times - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak menyebutkan, mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan juga penasihat hukumnya telah mengaku soal tindakan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Dia mengatakan, dalam pembacaan nota pembelaan atau pleidoi, baik SYL maupun penasihat hukumnya telah menjabarkan bahwa SYL telah menerima suap dari para anak buahnya di Kementan.
"Tentu nanti kami akan bacakan secara lengkap dan rigit notanya yang diserahkan kepada kami, namun yang sudah dibacakan dapat kami tanggapi bahwa pada pokoknya ternyata Pak SYL mengakui tindakan korupsi itu," kata Meyer di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (5/7/2024).
1. Soroti pernyataan penerima suap harusnya juga didakwa

Meski demikan, pihak penuntut umum akan membaca secara mendalam lagi nota pembelaan SYL maupun penasihat hukumnya. Jaksa menekankan bahwa dari pembelaan yang disampaikan oleh SYL, terlihat jelas bahwa terdakwa mengakui adanya kekeliruan dalam pasal yang didakwakan.
Menurut terdakwa dan kuasa hukumnya, dakwaan seharusnya terkait dengan pasal suap, yaitu Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mereka berpendapat bahwa seharusnya yang juga didakwa adalah pihak yang memberikan suap, bukan hanya terdakwa sebagai penerima suap. Hal itu yang digarisbawahi secara umum oleh JPU.
"Artinya menurut PH-nya Pak SYL menerima suap yang harusnya pemberinya diproses Tipikor sebagai pemberi suap. Itu yang kami highlight secara umum bahwa secara tidak lamgsung, bahwa adanya tindakan korupsi," kata dia.
2. Penentuan pasal dakwaan wewenang penuh JPU

Meski, demikan Meyer menegaskan, penentuan pasal dakwaan adalah wewenang penuh dari JPU yakni sesuai asas dominus litis atau pengendali perkara yang dimiliki jaksa penuntut, umum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Namun yang kami tanggapi penentuan pasal adalah dominus litis dari JPU yang diberikan kewenangannya berdasarkan KUHAP bahwa bentuk dakwaan paa merupaka kewenangan JPU," kata Meyer.
3. Jaksa tak asal-asalan

Lebih lanjut, jaksa menyatakan perbedaan pandangan terkait pasal yang didakwakan dapat diselesaikan setelah majelis hakim memberikan putusannya.
"Yang jelas itu kewenangan kami dan kami tidak asal-asalan tetapi berdasarkan berkas perkara yang ada serta berbagai alat bukti yang menujukan korupsi yang dilakukan SYL mengarah ke Pasal 12 huruf e, yaitu pemerasan yang dilakukan SYL," ujar Meyer.
SYL sebelumnya dituntut hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta, dengan tambahan hukuman kurungan 6 bulan, atas dugaan korupsi di Kementan periode 2020-2023. Selain itu, SYL diwajibkan membayar uang pengganti Rp44,27 miliar dan 30 ribu dolar AS, dikurangi jumlah yang telah disita.
Jaksa mendakwa SYL melakukan korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus ini, SYL diduga melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi sebesar Rp44,5 miliar bersama Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa. Mereka mengkoordinir pengumpulan uang dari pejabat eselon I untuk kepentingan pribadi SYL.