Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini belum mengumumkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggara haji. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, hal itu hanya masalah waktu.
"Masalah waktu aja kok," ujar Setyo saat ditemui di Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Ketua KPK soal Pengumuman Tersangka Korupsi Haji: Masalah Waktu Saja

Intinya sih...
Penyidik masih butuh waktu untuk melengkapi berkas perkara dalam proses penyidikan.
Indonesia mendapatkan 20 ribu tambahan kuota haji setelah pertemuan Jokowi dengan Putra Mahkota Arab Saudi.
KPK telah menerbitkan Sprindik dan memperkirakan kerugian negara mencapai Rp1 triliun dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggara haji.
1. Penyidik masih butuh waktu
Setyo yakin penyidik masih memiliki kebutuhan untuk melengkapi berkas perkara dalam proses penyidikan. Dengan begitu, pemeriksaan saksi masih terus dilakukan.
"Saya melihat mereka masih melakukan proses pemanggilan dan orangnya kalau hadir dilakukan pemeriksaan," ujar dia.
"Kemudian, ya mungkin mempelajari beberapa dokumen yang sudah diterima oleh para penyidik," lanjutnya.
2. Indonesia dapat 20 ribu tambahan kuota haji
Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan setelah Presiden RI ketujuh Joko "Jokowi" Widodo bertemu dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia, 92 persennya untuk kuota haji reguler.
Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan. Seharusnya, 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler dan sisanya untuk haji khusus. Namun, yang terjadi justru pembagiannya dibagi menjadi 10 ribu untuk kuota haji reguler, dan 10 ribu untuk kuota haji khusus.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu Yaqut Cholil Qoumas pada tanggal 15 Januari 2024.
3. Kerugian negara sampai Rp1 triliun
KPK pun telah menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) kasus ini. Namun, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan.