Jakarta, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menduga pihak kepolisian menutup-nutupi dan berusaha mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen (Pol) Ferdy Sambo. Indikasi itu menguat karena ada banyak informasi yang disampaikan ke publik terkesan janggal dan tidak masuk logika.
KontraS mencatat ada enam informasi di lapangan yang tidak sesuai. Pertama, ada disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari. Kedua, kronologis kejadian yang berubah-ubah ketika disampaikan oleh polisi. Ketiga, ditemukan luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian wajah.
Empat, keluarga sempat dilarang melihat kondisi jenazah. Lima, CCTV dalam kondisi mati saat peristiwa terjadi, dan keenam, keterangan Ketua RT yang tak mengetahui ada peristiwa penembakan dan proses olah TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar mengatakan, keberadaan Irjen (Pol) Sambo pun tak jelas ketika peristiwa baku tembak itu terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu.
Perbedaan keterangan yang dinilai KontraS cukup fatal yakni soal luka tembakan di tubuh jenazah Brigadir J. Pihak keluarga di Jambi mengatakan, ada empat luka tembak pada tubuh Brigadir J, yakni dua luka di dada, satu luka tembak di tangan, dan satu luka tembak lainnya di bagian leher. Polisi malah mengatakan ada tujuh luka dari lima tembakan yang berasal dari pistol Bharada E.
Brigadir J diketahui bekerja sebagai sopir untuk istri Sambo, Putri Candrawathi. Sedangkan, Bharada E adalah ajudan langsung Irjen Sambo. Beredar informasi di media sosial, total Irjen Sambo memiliki enam ajudan berbeda dengan tugas yang juga berbeda.
Meski begitu, Rivanlee mengaku tidak terkejut dengan pola kinerja Polri yang demikian. Sebab, dalam kasus penembakan terhadap 6 laskar Front Pembela Islam (FPI), kepolisian juga menutupi fakta peristiwa yang sebenarnya. Apa desakan dari KontraS terhadap instansi kepolisian?