Paparkan Kondisi Terkini di Wuhan, Ini Pesan Mahasiswa Asal Aceh

Alfi Rian Tamara telah berada di Wuhan sejak 2017. Kedatangannya ke Negeri Tirai Bambu tersebut untuk melanjutkan pendidikan magisternya. Selama di sana, ia tinggal di Asrama kampus Central China Normal University (CCNU), Kota Wuhan. Bahkan hingga Virus Corona menyebar dan kota itu diisolasi, pria berusia 27 tahun ini masih tinggal di asramanya tersebut.

Ia mengaku saat ini kondisi di Wuhan memang sedang genting. Sebagian orang tidak berani banyak melakukan aktivitas di luar ruangan atau di tempat umum karena takut terkena virus yang hingga kini telah menewaskan lebih 100-an orang.

Meskipun demikian, Rian memastikan, ia beserta mahasiswa Aceh lainnya hingga kini dalam kondisi baik-baik saja. “Kami di sini Alhamdulillah sampai sekarang masih bertahan dan baik-baik saja. Insyaallah belum ada mahasiswa Indonesia, mahasiswa Aceh yang terinfeksi virus. Karena kami selalu melakukan pemantauan untuk seluruh tubuh juga belum ada yang terkena demam, batuk yang hebat."

Sejak wabah Virus Corona dianggap sangat berbahaya, aktivitas warga termasuk mahasiswa asal Aceh di Kota Wuhan mulai menurun. Mereka hanya melakukan sejumlah kegiatan di dalam asrama atau pun kamar. Hal itu untuk mewaspadai virus yang mematikan tersebut.

“Kami di sini bertahan di asrama masing-masing guna menghindari terpapar virus Corona. Jadi kami lebih sering di kamar. Membeli stok-stok makanan di luar terus masak di asrama. Kalau pun kami ke luar sering memakai masker.”

Selama terisolasi, Rian beserta sejumlah mahasiswa Aceh lainnya lebih sering memasak makanan sendiri. Padahal sebelumnya, mereka biasanya sering membeli makanan di luar jika tidak sempat untuk memasak.

“Kalau biasanya kita bisa pesan makanan di luar, makan di kantin, sekarang sudah tidak berani. Dan pun (sekarang) sudah pada tutup semua karena lagi libur dan juga kondisi virus ini. Jadi orang sudah tidak berani. Yang biasanya jualan nasi sudah tidak berjualan lagi,” ungkapnya.

Toko-toko untuk keperluan memasak di Kota Wuhan, mulai banyak yang tutup. Sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan maupun keperluan lainnya. Bahkan, harga bahan-bahan dikatakan juga mengalami sedikit kenaikan dari biasanya.

“Krisis sembako memang mengakibatkan kenaikan harga. Kami sudah konfirmasi sendiri dengan yang jualan (dengan menanyakan harga). Mahal cuma tidak begitu mahal.”

Tak hanya kelangkaan serta menipisnya stok makanan, di Kota Wuhan juga mengalami krisis masker di pasaran. Hal itu dikarenakan masker dianggap sebagai upaya mencegah penularan dan penyebaran virus secara langsung sehingga masyarakat berebutan untuk membeli serta memilikinya.

“Harganya lebih mahal dan sekarang di pasaran persediaan masker dan orang pada berebutan semua. Kita sangat kesulitan untuk masker, jadi kesempatan kita untuk bisa keluar (asrama) itu semakin sedikit karena pasokan masker semakin sedikit, jadinya kita tidak berani keluar.”

Meski terisolasi dan masih berada di zona merah dari penyebaran Virus Corona, Rian kembali memastikan bahwa ia beserta 11 mahasiswa lainnya hingga kini sehat-sehat saja. Oleh karena itu, ia meminta agar sanak saudara maupun keluarga yang ada di Aceh untuk tetap tenang.

“Kami berpesan kepada keluarga untuk tidak terlalu panik, bahwa kita di sini terus dalam penanganan-penanganan untuk bisa keluar dari Wuhan dan semua pihak baik pemerintahan terus bekerja untuk melakukan yang terbaik bagi kami agar kami bisa pulang ke Tanah Air.”

Ada 12 mahasiswa asal Aceh yang kini terjebak di Wuhan. Rian menyebutkan, 10 orang merupakan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Wuhan. Sementara, dua orang lainnya juga mahasiswa yang berkuliah di Negeri Tiongkok namun saat itu sedang melakukan liburan ke ibu kota Provinsi Hubei. Mereka terperangkap dan tidak bisa kembali lagi karena tidak adanya transportasi.

“Jadi di sini, kita ada 12 orang mahasiswa Aceh dan itu semuanya mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa S1, S2, dan S3. Tidak ada yang pertukaran pelajar.”

Mahasiswa Program Magister Jurusan Education of Science, Wuhan University of Technology itu menambahkan, saat ini perkuliahan di Negeri Tirai Bambu memang sedang libur semester sejak awal Januari. Meski ada sebagian kampus yang masih kuliah.

Rian beserta sejumlah mahasiswa asal Aceh lainnya yang ada di Wuhan hingga kini masih terus melakukan komunikasi, baik dengan Pemerintah Indonesia melalui Kantor Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Beijing, Tiongkok maupun langsung ke Pemerintah Aceh.

Pihak KBRI meminta kepada para mahasiswa yang ada di Wuhan untuk tetap tenang sementara waktu sambil menunggu keputusan dari Pemerintah Tiongkok untuk memberikan izin menjemput mahasiswa asal Indonesia.

Tak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan logistik selama terisolasi, Pemerintah Indonesia juga telah mengirimkan sejumlah uang kepada masing-masing perwakilan kampus. Sementara untuk masker, yang mengalami kesulitan, akan dicarikan solusi untuk mengantarkannya ke Wuhan.

“Untuk intruksi pulang ke Indonesia belum bisa dipastikan karena pemerintah pusat juga sedang melobi Pemerintah Tiongkok bagaimana caranya mahasiswa dapat dikeluarkan dari Wuhan secepatnya. Karena KBRI juga sudah menghimpun data-data mahasiswa dan Warga Negara Indonesia yang ada di Kota Wuhan dan seleuruh Provinsi Hubei,” jelasnya Rian.

Sejauh ini Pemerintah Aceh, dikatakan Rian juga aktif melakukan komunikasi dengan mereka maupun pemerintah pusat di Indonesia. Dinas Sosial Provinsi Aceh sendiri telah membuka posko penanganan darurat mahasiswa Aceh di Wuhan.

“Kami juga mengapresiasi bentuk kinerja Pemerintah Aceh dalam hal ini sudah membantu kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Aceh yang sudah membantu kami selama ini walaupun belum berhasil menemukan cara untuk mengeluarkan kami dari Wuhan.”

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb