Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman Harus Jadi Oksigen bagi Jurnalis

Jelang masa kampanye Pemilu Serentak 2024, Dewan Pers mewaspadai agar media tidak mengumbar politisasi agama.

Masyarakat Indonesia mengalami polarisasi akibat derasnya politisasi agama dari Pemilu 2014, Pilkada DKI Jakarta 2017, dan Pemilu 2019. Tak jarang, media turut meramaikan isu tersebut, sehingga sehingga terjadi berbagai praktik diskriminasi, intoleransi, kriminalisasi sampai persekusi.

Tri Agung menjelaskan, PPIK juga menjadi salah satu materi dari peraturan-peraturan yang disampaikan ketika Dewan Pers menggelar uji kompetensi terhadap wartawan-wartawan atau jurnalis (UKW/UKJ) di 34 provinsi.

Sementara, Shinta Maharani, jurnalis TEMPO yang sekaligus membidangi Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, mengaku aturan baru Dewan Pers ini penting bagi kerja-kerja jurnalistik.

Shinta berpendapat banyak pemberitaan media belum taat pada penerapan Kode Etik jurnalistik. Hal ini nampak dari praktik peliputan isu kelompok rentan, termasuk minoritas agama atau kepercayaan dan keyakinan.

Banyak jurnalis, kata dia, belum tahu cara verifikasi informasi dengan ketat dan berlapis. Ini terjadi saat meliput kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi.

“Jurnalis kurang gigih dalam memverifikasi informasi. Belum semua media massa taat pada pemenuhan jurnalisme berperspektif hak asasi manusia, membela korban, dan kritis pada kekuasaan sebagaimana menjadi semangat dari PPIK,” kata Shinta

Manajer Program SEJUK Yuni Pulungan mengungkapkan, implementasi PPIK harus dikawal secara bersama. Dia berpendapat, tren diskriminasi, intoleransi, dan persekusi terhadap kelompok minoritas terus terjadi dan media tidak banyak memberi ruang pemberitaan pada isu ini.

“Media massa tidak mengangap penting isu keberagaman. Kalaupun memberitakan, jurnalis dan medianya lebih menyampaikan peristiwanya lewat narasumber-narasumber resmi tanpa mempertimbangkan dampak pemberitaan terhadap korban. Karena itu, SEJUK mengajak 12 media di berbagai wilayah membuat kolaborasi liputan bertema #SemuaBisaBeribadah sebagai salah satu cara untuk menerapkan PPIK di media,” kata Yuni

Sementara Pemimpin Redaksi Kaltimtoday.co Ibrahim Yusuf berpendapat jurnalis harus setia pada PPIK dan bisa menerapakan indikator-indikatornya.

Sebagai salah satu media yang yang terlibat dalam liputan kolaborasi #SemuaBisaBeribadah Ibrahim mengatakan isu keberagaman di Kalimantan Timur (Kaltim) tidak mendapat perhatian dari media. Di sisi lain ketika jurnalisnya meliput ada ancaman yang didapat.

“Kami di Kaltim sadar benar, ketika meliput isu keberagaman, maka perspektif jurnalisnya harus beres. Di sisi lain, ada intimidasi terhadap wartawan kami ketika meliput gereja-gereja yang mengalami diskriminasi dari kelompok intoleran,” ujar dia.