Pendanaan Transisi Energi Minim, Zakat Infak Jadi Solusi Alternatif

- Potensi dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) sebagai sumber pendanaan alternatif energi bersih yang perlu perhatian lebih.
- Ketua MOSAIC mencatat potensi zakat nasional mencapai Rp327 triliun untuk energi bersih yang perlu dirumuskan secara syar'i dan legal.
- Transisi energi bukan hanya isu teknis, tetapi juga menyangkut nilai, serta perlunya konsensus lintas lembaga dalam menyusun panduan pengelolaan ZIS untuk mendukung energi berkeadilan.
Jakarta, IDN Times - Transisi energi masih menjadi isu lingkungan yang minim perhatian dan pendanaan. Di tengah kebutuhan besar untuk beralih ke energi bersih, sejumlah tokoh dan lembaga keagamaan melihat potensi pemanfaatan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) sebagai sumber pendanaan alternatif yang berkelanjutan.
Menurut Dedy Ibmar, akademisi dari Universitas Islam Negeri Jakarta, transisi energi masih menjadi isu lingkungan yang paling minim diperhatikan, jika dibandingkan dengan isu lain seperti sampah.
“Hal ini karena membutuhkan biaya lebih untuk mewujudkan transisi energi dibanding isu lingkungan yang lain. Sehingga inisiatif transisi energi menjadi yang paling cocok sebagai tujuan pengumpulan pendanaan dana ZIS, ini yang paling butuh perhatian lebih,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/5/2025)
1. Potensi zakat nasional mencapai Rp327 triliun

Ketua MOSAIC, Nur Hasan Murtiaji, mencatat potensi zakat nasional mencapai Rp327 triliun. Namun, pemanfaatan dana sebesar itu untuk energi bersih perlu dirumuskan secara syar’i dan legal.
“Interaksi yang terbangun melalui FGD ini penting untuk menjawab pertanyaan tersebut secara kolaboratif,” ujarnya.
2. Energi bukan semata isu teknis

Sementara, Direktur GreenFaith Indonesia, Hening Parlan, mengatakan transisi energi bukan semata isu teknis, tetapi menyangkut nilai.
“Energi yang bersih seperti matahari dan angin, dalam pandangan kami, adalah energi surga. Komunitas beragama memiliki kekuatan spiritual dan sosial untuk mendorong peralihan ini secara kolektif,” katanya.
3. Penggunaan ZIS di luar kebutuhan fakir miskin masih menjadi perdebatan

Di sisi lain, ustaz Niki Alma dari Majelis Tarjih menyampaikan penggunaan dana ZIS di luar kebutuhan fakir miskin masih menjadi perdebatan. Namun, ia menilai transisi energi yang mendukung hifzhul bi’ah (perlindungan lingkungan) layak dipertimbangkan, sebagai bagian dari maqashid syariah.
Sementara itu, Ustadz Qaem Aulassyahied menegaskan perlunya konsensus lintas lembaga dalam menyusun panduan pengelolaan ZIS, untuk mendukung energi berkeadilan.
Diskusi juga menghadirkan pandangan dari MUI, Persis, dan lembaga zakat nasional seperti BAZNAS, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, hingga LazisMU. Beberapa lembaga mengakui program lingkungan yang dijalankan masih dalam skala kecil. LazisMU, misalnya, hanya menyalurkan 11 persen dari total dana program untuk lingkungan pada 2022.
Dengan dorongan dan kolaborasi yang kuat, filantropi Islam melalui dana ZIS dan wakaf dinilai memiliki potensi besar untuk mengisi celah pendanaan dalam transisi energi, yang saat ini masih kurang mendapat perhatian.