Perludem Nilai Pemilu Nasional-Lokal Ideal Dijeda hingga 3 Tahun

Intinya sih...
- Direktur Perludem menilai pemungutan suara pemilu nasional dan lokal idealnya harus ada jeda 2,5-3 tahun
- Perludem menganggap desain pemilu nasional dan lokal lebih baik dipisah ketimbang diselenggarakan secara serentak
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai, pemungutan suara pemilu tingkat nasional dan lokal idealnya harus ada jeda.
Pemilu tingkat nasional meliputi pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif DPR RI dan DPD RI. Sementara, tingkat lokal terdiri dari pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota legislatif DPRD, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
"Pemilu nasional dan pemilu lokal adalah jadwal penyelenggaraan pemilu yang kami usulkan. Dengan jarak antara pemilu nasional dan pemilu lokal 2,5 sampai 3 tahun," kata dia kepada IDN Times, Selasa (13/5/2025).
1. Ideal bagi penyelenggara pemilu, pemilih, maupun peserta pemilu
Perludem menganggap, desain pemilu nasional dan lokal lebih baik dipisah ketimbang diselenggarakan secara serentak seperti pada gelaran Pemilu dan Pilkada 2024 lalu.
Mekanisme ini disebut lebih ideal baik dari segi penyelenggara pemilu, masyarakat sebagai pemilih, maupun peserta pemilu. Misalnya, bagi peserta pemilu akan memaksa partai politik untuk menjalankan mesin partainya karena selama ini parpol melakukan rekrutmen hanya saat menjelang pemilu saja.
"Sehingga jika pemilu hanya satu kali dalam lima tahun akhirnya partai politik hanya bekerja sekali saja dalam lima tahun, dengan pemilu nasional dan pemilu daerah maka partai dipaksan untuk selalu melakukan rekrutmen," kata Khoirunnisa.
2. Mendorong mekanisme reward dan punishment yang efektif bagi pemilih
Lebih lanjut, kata Khoirunnisa, pemilih juga bisa memberikan hadiah dan hukuman secara efektif kepada peserta pemilu. Misalnya, pemilu tingkat nasional digelar lebih awal. Masyarakat punya waktu untuk mengevaluasi kinerja parpol sehingga parpol yang buruk pencapaiannya tidak akan dipilih kembali dalam pemilu tingkat lokal
"Jika pemilih senang dengan performa partai, maka akan diberi reward untuk dipilih lagi. Sementara jika tidak suka, maka diberi punishment dengan tidak dipilih kembali. Artinya, jika pemilih senang dengan performa pemerintahan hasil pemilu nasional, maka kecenderungannya pemilih bisa memberikan reward dengan memilih partai yang sama di pemilu daerah dan sebaliknya. Sementara jika kecewa maka bisa diberi punishment dengan tidak dipilih kembali di pemilu daerah," kata dia.
"Jarak 2 tahun pun ideal, karena selama ini publik harus memberikan waktu 5 tahun untuk menunggu memberi reward dan punishment," sambungnya.
3. DPR tunggu usulan resmi pemerintah soal jeda pemilu dan pilkada
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf, menanggapi usulan pelaksanaan pemilu nasional dan pilkada diberi jeda selama dua tahun. Dede menilai, idealnya pelaksanaan pemilu nasional dan daerah berjeda selama dua tahun. Menurut Dede, jeda dua tahun bisa dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terlebih dahulu lalu masuk ke persiapan pilkada.
"Jadi dari sini kita lihat jeda yang paling sedikit itu adalah dua tahun," kata Dede Yusuf, Jumat (9/5/2025).
Menurut Dede, penyelenggara pemilu memang keberatan bila pelaksanaan pemilu nasional dan daerah terlalu mepet. Penyelenggara pemilu seperti dikejar waktu dengan tahapan-tahapan pemilu yang begitu panjang.
"Memang pembahasan di antara kawan-kawan merasa bahwa kalau dilakukan pada waktu yang terlalu mepet, dekat, ada dua faktor yang cukup merepotkan. Pertama dari sisi penyelenggara akan kejar-kejaran dengan tahapan-tahapan," kata dia.