Pembahasan Porsi Menteri di Kabinet Prabowo Dinilai Terlalu Dini

Prabowo belum resmi jadi presiden dan masih jadi menteri

Jakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza menilai pembahasan jatah menteri yang belakangan mulai disinggung pihak paslon nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak etis.

Terbaru, Prabowo memberi sinyal dengan mengajak NasDem untuk bergabung dalam koalisi pemerintahannya nanti.

Dia menilai, harusnya pembahasan kursi menteri itu bisa ditahan dalam waktu beberapa bulan sampai resmi semua proses pemilu selesai. Apalagi saat ini sedang memasuki tahapan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Golkar Sudah Minta Jatah Menteri, PAN: Kursi Kabinet Dibahas Bersama

1. Prabowo harusnya fokus bantu Jokowi sebagai Menhan

Pembahasan Porsi Menteri di Kabinet Prabowo Dinilai Terlalu DiniPresiden Jokowi makan bareng Prabowo Subianto di warung bakso pinggir jalan di Magelang (dok. IDN Times/Istimewa)

Dosen Ilmu Pemerintahan Unpam, Serang, Banten ini juga mengatakan, Prabowo kurang etis membahas kursi menteri karena statusnya yang belum dilantik sebagai presiden. Di sisi lain, Prabowo masih bekerja sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) sebagai pembantu Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

"Semestinya Prabowo konsentrasi dulu sebagai Menhan. Ia juga semestinya lebih baik berbicara mengenai menghadapi gugatan sengketa di MK," kata dia saat dihubungi IDN Times, Senin (25/3/2024).

Baca Juga: Setia Sejak 2014, Prabowo Beri Sinyal PAN Dapat Kursi Menteri Lebih

2. Pemilu seakan dibangun atas dasar bagi-bagi kekuasaan

Pembahasan Porsi Menteri di Kabinet Prabowo Dinilai Terlalu Diniilustrasi surat suara (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Efriza juga menegaskan, jika ingin membahas mengenai kabinet dalam kepemimpinannya nanti, Prabowo lebih baik menyampaikan soal transisi pemerintahan, bukan porsi jabatan menteri.

Sebab dengan membicarakan porsi kursi menteri, justru terkesan pemilu ini dibangun atas dasar bagi-bagi kursi semata dan mengesampingkan visi, misi, serta program kerja.

"Andaipun membahas sebaiknya berbicara mengenai transisi pemerintahan bersama rekan-rekan koalisinya ketimbang membahas porsi bagi-bagi jabatan," tuturnya.

Baca Juga: Respons Anies usai Surya Paloh Diajak Prabowo Gabung Kabinet 

3. Berpotensi memantik kekecewaan

Pembahasan Porsi Menteri di Kabinet Prabowo Dinilai Terlalu DiniPasangan capres cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming raka, jelang debat capres kelima yang akan digelar di JCC, Minggu (4/2/0224). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Menurut Efriza, fenomena bagi-bagi kursi ini bisa memantik rasa kecewa, karena porsinya diyakini berdasarkan suka dan tidak suka. Sehingga tidak bisa murni objektivitas. 

Bukan tidak mungkin, sikap Prabowo itu akan memantik kekecewaan, apalagi jika misalnya dalam porsi jabatan terjadi perbedaan pandangan.

"Misal Golkar bisa menuntut kursi banyak karena ia peringkatnya lebih tinggi ketimbang PAN. Andai berdasarkan hubungan kedekatan antara Prabowo dengan Ketua-ketua umumnya tentu ada ketidakseimbangan karena misalnya Golkar dan PAN sama-sama pernah di KIB mereka berdua menyeberang bareng untuk mendukung Prabowo," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto sempat menyinggung jatah lima kursi menteri untuk partai berlambang pohon beringin tersebut.

Tak lama berselang, Prabowo juga memberikan sinyal bahwa PAN akan mendapat jatah kursi lebih karena loyalitasnya telah mendukung sejak Pemilu 2014 lalu.

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menanggapi ajakan capres nomor urut dua, Prabowo Subianto untuk bergabung ke dalam kabinet pemerintahannya. 

Terbaru, Prabowo memberi sinyal NasDem gabung ke kabinet Prabowo-Gibran. Ketum NasDem, Surya Paloh mengaku belum ada keputusan untuk bergabung ke dalam kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran karena masih akan melihat semua perkembangan ke depan. 

"Kita lihat perkembangan ke depan," ujar Paloh usai menerima Prabowo Subianto, di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (22/3/2024).

Menurut Paloh, kemungkinan NasDem untuk bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran masih terbuka lebar.

"Fifty-fifty possibility (50:50 kemungkinannya) ya," kata dia. 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya