Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

2 Tahun Perang Gaza: Lebih dari 67.000 Warga Tewas, Hancurkan Harapan

anak-anak Gaza. (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)
anak-anak Gaza. (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)
Intinya sih...
  • Lebih dari 67.000 warga Palestina tewas dalam serangan Israel selama 2 tahun terakhir, termasuk 20.000 anak-anak.
  • Dampak perang Gaza: lebih dari 169.000 orang terluka, 125 rumah sakit dan klinik rusak, serta menciptakan kelaparan meluas di Gaza.
  • Infrastruktur air dan sanitasi Gaza rusak, hampir seluruh rumah hancur atau rusak, pendidikan lumpuh total, ribuan orang ditahan di penjara Israel, dan Gaza jadi tempat paling mematikan bagi jurnalis.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sudah 2 tahun serangan terhadap Gaza dimulai. Tanggal 7 Oktober 2023 Israel menyerang Gaza sebagai respons terhadap serangan di wilayah selatan Negeri Zionis itu oleh pejuang dari Brigade Qassam, sayap bersenjata Hamas, dan kelompok Palestina bersenjata lainnya. Dalam serangan itu, 1.139 orang tewas dan sekitar 240 orang dibawa ke Gaza sebagai sandera.

Sebagai balasan, Israel melancarkan kampanye pemboman besar-besaran terhadap Gaza dan memperketat blokade yang telah berlangsung lama, mengubah pengepungan selama 16 tahun menjadi cengkeraman total.

1. 1 dari 33 penduduk Gaza tewas

Palestina Kembali ke Gaza Utara (pxhere.com)
Palestina Kembali ke Gaza Utara (pxhere.com)

Dikutip dari Al Jazeera, selama dua tahun serangan Israel, lebih dari 67.000 warga Palestina tewas. Ribuan lainnya masih tertimbun di bawah reruntuhan.

Artinya, sekitar satu dari setiap 33 orang terbunuh, atau 3 persen dari populasi Gaza sebelum perang.

Sedikitnya 20.000 anak-anak termasuk di antara korban tewas, satu anak terbunuh setiap jam selama 24 bulan terakhir.

Kementerian Kesehatan Palestina menghitung korban berdasarkan jenazah yang dibawa ke rumah sakit atau yang tercatat secara resmi. Namun, jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi karena angka resmi tidak mencakup mereka yang masih hilang atau tertimbun di bawah reruntuhan.

2. 1 dari 14 penduduk Gaza terluka

Kehancuran di Gaza selama konflik Israel-Hamas pada Oktober 2023. (commons.wikimedia.org/WAFA)
Kehancuran di Gaza selama konflik Israel-Hamas pada Oktober 2023. (commons.wikimedia.org/WAFA)

Dampak perang Gaza tidak hanya menyebabkan kematian. Lebih dari 169.000 orang terluka, banyak di antaranya mengalami cacat permanen.

UNICEF memperkirakan 3.000 hingga 4.000 anak di Gaza kehilangan satu atau lebih anggota tubuh. Hanya sedikit fasilitas kesehatan yang masih beroperasi di wilayah terkepung itu — semuanya kewalahan, kekurangan pasokan, dan hampir tanpa obat bius.

3. 125 rumah sakit dan klinik rusak

Reruntuhan Gaza akibat serangan Israel. (Palestinian News & Information Agency (Wafa) in contract with APAimages, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)
Reruntuhan Gaza akibat serangan Israel. (Palestinian News & Information Agency (Wafa) in contract with APAimages, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)

Israel telah menyerang hampir semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Gaza. Dalam dua tahun terakhir, setidaknya 125 fasilitas kesehatan telah rusak, termasuk 34 rumah sakit, membuat pasien kehilangan akses terhadap layanan medis dasar.

Serangan terhadap rumah sakit dan pemboman berkelanjutan telah menewaskan sedikitnya 1.722 tenaga kesehatan dan pekerja bantuan. Ratusan lainnya dipaksa keluar dari ruang perawatan dan ditahan di penjara serta kamp militer Israel.

Menurut Health Care Workers Watch, per 22 Juli, pasukan Israel masih menahan 28 dokter terkemuka, termasuk 18 spesialis senior di bidang bedah, anestesi, perawatan intensif, dan pediatri. Hal ini memperparah kekurangan tenaga medis di Gaza. Dua di antara dokter tersebut dilaporkan meninggal akibat penyiksaan dalam tahanan, dan jenazah mereka belum dikembalikan.

Banyak dokter ditangkap dari rumah sakit yang dikepung, konvoi medis, rumah pribadi, atau saat evakuasi paksa. Sebagian besar telah ditahan tanpa dakwaan lebih dari 400 hari, termasuk tiga orang yang telah ditahan lebih dari 600 hari.

WHO mencatat lebih dari 790 serangan terhadap fasilitas kesehatan sejak Oktober 2023 — termasuk pemboman terhadap rumah sakit, klinik, dan ambulans. Serangan terhadap rumah sakit melanggar Konvensi Jenewa Keempat (Pasal 18–22) dan Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (Pasal 8 (2)(b)(ix)), yang menyatakan bahwa menyerang rumah sakit secara sengaja merupakan kejahatan perang.

4. Kelaparan

Kondisi pemukiman di Jalur Gaza, Palestina, pada Oktober 2023. (Palestinian News & Information Agency (Wafa) in contract with APAimages, Damage in Gaza Strip during the October 2023 - 08, CC BY-SA 3.0)
Kondisi pemukiman di Jalur Gaza, Palestina, pada Oktober 2023. (Palestinian News & Information Agency (Wafa) in contract with APAimages, Damage in Gaza Strip during the October 2023 - 08, CC BY-SA 3.0)

Israel telah menciptakan kelaparan meluas di Gaza melalui pembatasan militer yang menghalangi bantuan selama berbulan-bulan dan sistem distribusi pangan yang mematikan, di mana warga sering ditembak saat mencoba mengambil bantuan. Setidaknya 459 orang, termasuk 154 anak-anak, telah meninggal karena kelaparan.

Pada 22 Agustus, lembaga pemantau kelaparan global Integrated Food Security Phase Classification (IPC) yang didukung PBB mengonfirmasi terjadinya kelaparan di Gaza, yang pertama kali diakui secara resmi di Timur Tengah.

Menurut IPC, kelaparan kini melanda Gaza Governorate dan diperkirakan akan meluas ke Deir el-Balah dan Khan Younis pada akhir September. Hampir sepertiga populasi (641.000 orang) menghadapi kondisi bencana pangan (fase 5 IPC).

Kasus malnutrisi anak meningkat tajam. Pada Juli saja, lebih dari 12.000 anak mengalami gizi buruk akut, enam kali lebih tinggi dibanding awal tahun. Kini, hampir 1 dari 4 anak menderita gizi buruk berat, dan 1 dari 5 bayi lahir prematur atau dengan berat badan rendah.

5. Distribusi bantuan yang mematikan

Potret krisis air di Jalur Gaza. (Foto: BBC World)
Potret krisis air di Jalur Gaza. (Foto: BBC World)

Sejak 27 Mei, ketika Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung Israel dan Amerika Serikat mengambil alih operasi bantuan di luar kerangka PBB, sistem distribusi baru justru menimbulkan korban.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 2.600 orang tewas dan 19.000 lainnya terluka akibat tembakan dari tentara Israel dan kontraktor keamanan GHF saat mencoba mengumpulkan makanan dari lokasi distribusi.

Seorang tentara Israel menggambarkan lokasi itu sebagai ‘ladang pembantaian’. Surat kabar Haaretz mengutip tentara yang mengatakan mereka diperintahkan menembak warga yang berkumpul di lokasi GHF.

6. 89 Persen infrastruktur air dan sanitasi rusak

reruntuhan di Kota Gaza. (unsplash.com/mhmedbardawil)
reruntuhan di Kota Gaza. (unsplash.com/mhmedbardawil)

Sejak Oktober 2023, Israel secara sistematis menargetkan infrastruktur air Gaza, menyerang sumur, pipa, pabrik desalinasi, dan sistem pembuangan limbah. Menurut pakar PBB, 89 persen jaringan air dan sanitasi Gaza rusak atau hancur, meninggalkan lebih dari 96 persen rumah tangga tanpa air bersih yang aman.

Kini, hampir setengah populasi Gaza hidup dengan kurang dari 6 liter air per hari untuk minum dan memasak, sementara 28 persen lainnya hanya memiliki akses di bawah 9 liter untuk kebersihan. Angka ini jauh di bawah standar darurat 20 liter per hari per orang yang ditetapkan PBB untuk kelangsungan hidup jangka pendek.

7. Hampir seluruh rumah hancur atau rusak

Gambar Kondisi Gaza(Unsplash.com;by Mohammed Ibrahim)
Gambar Kondisi Gaza(Unsplash.com;by Mohammed Ibrahim)

Tingkat kehancuran di Gaza hampir total. Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), hingga Agustus, 92 persen bangunan tempat tinggal dan 88 persen fasilitas komersial rusak atau hancur. Seluruh lingkungan rata dengan tanah, membuat jutaan warga Palestina kehilangan tempat tinggal.

Analisis satelit oleh UNOSAT menunjukkan bahwa hingga 8 Juli 2025, 78 persen struktur di seluruh Gaza telah hancur. Dengan 62 persen penduduk tidak memiliki dokumen kepemilikan properti, proses rekonstruksi akan penuh tantangan, dan banyak keluarga berisiko mengalami pengusiran permanen.

Menurut penilaian Bank Dunia pada Februari, kerusakan fisik akibat pemboman Israel mencapai $55 miliar, mencakup rumah, sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur publik.

7. Pendidikan lumpuh total

sudut Kota Gaza. (unsplash.com/emad_el_bayed)
sudut Kota Gaza. (unsplash.com/emad_el_bayed)

Sistem pendidikan Gaza runtuh akibat perang. Sekitar 658.000 anak usia sekolah dan 87.000 mahasiswa kini tidak memiliki akses ke pendidikan karena sekolah dan universitas hancur.

Sedikitnya 780 staf pendidikan tewas, dan 92 persen sekolah membutuhkan rekonstruksi penuh.

Lebih dari 2.300 fasilitas pendidikan, termasuk 63 gedung universitas, telah hancur — banyak di antaranya kini digunakan sebagai tempat pengungsian.

8. Ribuan orang ditahan di penjara Israel

ilustrasi Gaza (Unsplash.com/Mohammed Ibrahim)
ilustrasi Gaza (Unsplash.com/Mohammed Ibrahim)

Lebih dari 10.800 warga Palestina saat ini ditahan di penjara-penjara Israel dalam kondisi yang digambarkan kelompok HAM sebagai tidak manusiawi, termasuk 450 anak dan 87 perempuan. Sebagian besar ditangkap dalam penggerebekan di Gaza dan Tepi Barat.

Sedikitnya 3.629 orang ditahan di bawah penahanan administratif, kebijakan yang memungkinkan Israel menahan warga tanpa dakwaan atau pengadilan dengan alasan keamanan.

9. Gaza jadi tempat paling mematikan bagi jurnalis

potret krisis air di Gaza. (Sharon Azran, B’Tselem, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)
potret krisis air di Gaza. (Sharon Azran, B’Tselem, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)

Hampir 300 jurnalis dan pekerja media telah tewas di Gaza sejak 7 Oktober, termasuk 10 dari Al Jazeera, menurut Shireen Abu Akleh Observatory. Media asing dilarang masuk ke Gaza, sementara hanya segelintir wartawan yang diizinkan meliput bersama pasukan Israel di bawah sensor militer yang ketat.

Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berekspresi Irene Khan mengatakan bahwa kampanye Israel merupakan upaya untuk membungkam jurnalis Palestina.

“Israel pertama-tama mendeligitimasi dan mendiskreditkan seorang jurnalis,” ujarnya. “Mereka menjalankan kampanye fitnah dengan menuduh jurnalis sebagai pendukung terorisme — lalu mereka dibunuh. Ini bukan hanya tentang membunuh jurnalis, tapi membunuh cerita,” lanjutnya.

Proyek Costs of War dari Universitas Brown melaporkan bahwa lebih banyak jurnalis terbunuh di Gaza dibandingkan gabungan dari Perang Saudara AS, Perang Dunia I dan II, Perang Korea dan Vietnam, konflik Yugoslavia, dan perang pasca-9/11 di Afghanistan.

Share
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

Pertamina NRE Dorong Mahasiswa UNAIR Jadi Penggerak Transisi Energi

09 Okt 2025, 18:05 WIBNews