4 Fakta Half Dome, Gunung Granit yang Seolah Terbelah Jadi Dua

- Half Dome, gunung granit yang seolah terbelah dua
- Bentuknya bukan separuh kubah, awalnya dianggap mustahil didaki
- Izin khusus yang superketat, menyimpan legenda suku asli dan sisi kelam yang mematikan
Kalau kamu hobi scrolling foto-foto pendakian yang keren di media sosial, pasti familier dengan siluet sebuah gunung batu yang bentuknya unik, seolah terbelah dua. Ya, namanya Half Dome. Bongkahan granit raksasa ini berdiri gagah di jantung Taman Nasional Yosemite, California, dan menjadi magnet bagi para petualang dari seluruh penjuru dunia. Tingginya yang menjulang hampir 1.500 meter dari dasar lembah sukses membuat siapa pun yang melihatnya berdecak kagum.
Banyak yang datang untuk mengabadikan pesonanya atau bahkan menaklukkan puncaknya yang legendaris. Proses pendakiannya sendiri merupakan sebuah ritual yang menantang, melewati air terjun ikonik dan punggungan batu yang curam. Namun, di balik keindahannya yang fotogenik dan kisah-kisah heroik para pendakinya, Half Dome menyimpan banyak cerita lain—mulai dari ilusi optik geologis hingga reputasinya sebagai salah satu jalur pendakian paling berbahaya di Amerika Serikat.
1. Namanya Half Dome, tapi bentuknya bukan separuh kubah

Mendengar namanya, kita pasti langsung membayangkan sebuah kubah raksasa yang separuh bagiannya hilang, mungkin karena longsor atau proses alam dahsyat lainnya. Kenyataannya, asumsi itu keliru besar. Dilansir A-Z Animals, Half Dome sebenarnya tidak pernah benar-benar utuh seperti kubah penuh. Bentuknya yang sekarang bukanlah hasil dari kehilangan separuh massanya, melainkan sebuah ilusi optik yang bergantung dari sudut mana kita memandangnya.
Dari dasar lembah, penampakannya memang seperti kubah terbelah. Namun, jika dilihat dari Washburn Point, wujud aslinya terungkap: sebuah punggungan batu tipis yang kedua sisinya sama-sama curam. Formasi unik ini terbentuk dari proses geologis jutaan tahun. Batuan granit beku dari dapur magma di bawah tanah terdorong ke permukaan, kemudian gletser yang bergerak mengikis dasarnya dan mengekspos retakan-retakan vertikal. Proses inilah yang memahat sisi tegak lurusnya yang ikonik itu, bukan karena separuh bagiannya runtuh.
2. Awalnya dianggap mustahil didaki

Pada era 1870-an, banyak orang menganggap puncak Half Dome sebagai tempat yang "sama sekali tidak bisa diakses". Bagaimana tidak, medannya didominasi oleh granit halus yang sangat curam. Namun, anggapan itu dipatahkan oleh seorang pandai besi bernama George G. Anderson pada Oktober 1875. Dengan tekad baja, ia menjadi orang pertama yang berhasil mencapai puncak dengan cara mengebor lubang di permukaan batu untuk menancapkan pasak-pasak besi sebagai pijakan.
Metode Anderson ini menjadi cikal bakal jalur pendakian modern. Kini, para pendaki dibantu oleh sepasang kabel baja di 122 meter terakhir menuju puncak. Kabel ini pertama kali dipasang pada tahun 1919 dan menjadi salah satu bagian paling ikonik sekaligus paling mendebarkan dari keseluruhan pendakian. Setiap tahun, puluhan ribu orang mencoba peruntungan mendaki jalur ini, mengubah sesuatu yang dulunya mustahil menjadi sebuah pencapaian yang didambakan banyak orang.
3. Bukan pendakian biasa, butuh izin khusus yang superketat

Jangan bayangkan kamu bisa langsung datang dan mendaki Half Dome begitu saja. Popularitasnya yang meroket membuat pengelola Taman Nasional Yosemite menerapkan sistem izin yang sangat ketat untuk mengontrol jumlah pendaki. Menurut A-Z Animals, dari ribuan orang yang ingin mendaki setiap hari, hanya sekitar 300 pendaki harian dan 100 pendaki bermalam yang diizinkan melintasi jalur kabel menuju puncak.
Untuk mendapatkan izin ini, para calon pendaki harus mengikuti undian (lottery) yang diadakan jauh-jauh hari sebelumnya. Peluang untuk menang pun sangat kecil, menjadikannya salah satu "tiket emas" paling dicari di kalangan pencinta alam. Aturan ini diberlakukan bukan tanpa alasan. Selain untuk menjaga kelestarian alam, pembatasan ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan di jalur kabel yang sempit dan berbahaya, memastikan keselamatan setiap pendaki yang melintasinya.
4. Menyimpan legenda suku asli dan sisi kelam yang mematikan

Jauh sebelum dikenal sebagai Half Dome, formasi batuan ini memiliki nama asli "Tis-sa-ack" dalam bahasa suku Ahwahnechee yang telah mendiami Yosemite selama ribuan tahun. Dilansir Enjoy Travel, nama ini merujuk pada legenda seorang perempuan dari suku Mono. Garis-garis vertikal gelap di permukaan batu yang disebabkan oleh lumut dipercaya sebagai bekas aliran air matanya. Kisah ini memberikan dimensi spiritual pada batuan raksasa tersebut.
Namun, di balik keindahan dan legendanya, Half Dome punya sisi gelap. Jalur pendakiannya, terutama di area kabel, sangat berbahaya. Sejak 1919, tercatat ada beberapa kematian akibat terjatuh dari jalur kabel. Selain itu, bahaya sambaran petir juga nyata. Pada tahun 1985, sebuah insiden tragis menewaskan dua pendaki dan melukai tiga lainnya akibat tersambar petir di puncak. Insiden-insiden ini menjadi pengingat bahwa alam, seindah apa pun, tetap menuntut kewaspadaan dan rasa hormat yang tinggi.
Pada akhirnya, Half Dome lebih dari sekadar destinasi wisata atau tantangan fisik bagi para pendaki. Ia adalah monumen geologis, saksi bisu sejarah, dan sebuah simbol abadi dari keagungan alam liar yang penuh pesona sekaligus misteri. Keindahannya yang menantang terus memanggil jiwa-jiwa petualang untuk datang, membuktikan bahwa ada tempat-tempat di bumi ini yang keagungannya hanya bisa dipahami dengan melihat dan merasakannya secara langsung.

















