Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Drepanornis Albertisi, Cenderawasih Paruh Sabit dari Papua

Drepanornis albertisi
drepanornis albertisi (inaturalist.org/Ben Tsai蔡維哲)
Intinya sih...
  • Paruh panjang melengkung seperti sabitDrepanornis albertisi memiliki paruh panjang dan melengkung tajam, berfungsi untuk mencapai nektar, serangga kecil, dan arthropoda. Paruh ini juga berperan dalam atraksi visual saat musim kawin.
  • Diet campuran: buah dan arthropodaBurung ini memiliki pola makan campuran: selain buah, mereka juga memakan arthropoda kecil seperti serangga dan laba-laba. Kemampuan mengakses dua jenis makanan membuat Drepanornis albertisi lebih tangguh menghadapi fluktuasi musim.
  • Dimorfisme warna dan bulu antara jantan dan betinaJantan memiliki warna bulu yang khas dan mencolok, dengan hiasan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Drepanornis albertisi adalah salah satu burung cenderawasih yang paling unik dan memukau di tanah Papua. Burung ini dikenal karena bentuk paruhnya yang panjang dan melengkung seperti sabit, memberikan siluet yang sangat khas. Penampilan eksotisnya menjadikan spesies ini incaran utama para pengamat burung dan pecinta satwa liar.

Keindahan Drepanornis albertisi tidak hanya terletak pada wujudnya, tetapi juga pada perilaku dan habitatnya yang misterius di hutan hujan dataran rendah dan pegunungan Papua. Spesies ini jarang terlihat manusia karena hidup di kanopi hutan yang tinggi dan lebat. Berikut 5 fakta menarik burung cenderawasih paruh sabit ini.

1. Paruh panjang melengkung seperti sabit

Drepanornis albertisi
drepanornis albertisi (inaturalist.org/Jean-Marie Frenoux)

Drepanornis albertisi memiliki paruh panjang dan melengkung tajam, ciri yang membedakannya dari kebanyakan cenderawasih lainnya. Birdbuddy menyebutkan bahwa paruh ini berfungsi untuk mencapai nektar, serangga kecil, dan arthropoda yang bersembunyi di antara celah pepohonan. Bentuk paruh yang unik ini merupakan adaptasi evolusi untuk memperoleh makanan di celah sempit tempat spesies burung lain tidak mampu mencapainya.

Selain menjadi alat makan, paruh melengkung juga berperan dalam atraksi visual saat musim kawin. Jantan sering menonjolkan bentuk paruh dan bulu tenggorokan berwarna gelap mengilap untuk menarik betina. Kombinasi paruh sabit dan ekor panjang menciptakan kesan elegan dan dramatis saat terbang.

2. Diet campuran: buah dan arthropoda

Drepanornis albertisi
drepanornis albertisi (inaturalist.org/Jes Lefcourt)

Drepanornis albertisi memiliki pola makan campuran: selain buah, mereka juga memakan arthropoda kecil seperti serangga dan laba-laba, ini memungkinkan mereka beradaptasi dalam ekosistem hutan hujan tropis Papua. Mengutip Sicklebill Ecology, konsumsi buah memberi asupan energi dan gula, sedangkan mengonsumsi arthropoda menyediakan protein dan nutrisi penting bagi metabolisme. Dengan diet fleksibel seperti ini, burung ini tidak terlalu tergantung pada satu sumber makanan tunggal.

Kemampuan mengakses dua jenis makanan membuat Drepanornis albertisi lebih tangguh menghadapi fluktuasi musim dan ketersediaan makanan. Saat musim buah berakhir atau hasil buah sedikit, mereka masih bisa bertahan dengan menangkap serangga di sela-sela dedaunan atau batang pohon. Pola makan campuran ini menjadi salah satu strategi adaptasi penting untuk kelangsungan hidupnya di hutan tropis yang dinamis dan berubah-ubah.

3. Dimorfisme warna dan bulu antara jantan dan betina

Drepanornis albertisi
drepanornis albertisi (inaturalist.org/Jonathan M)

Jantan Drepanornis albertisi memiliki warna bulu yang khas dan mencolok, dengan hiasan dekoratif seperti bulu leher, dada, dan ekor yang lebih berkilau dan kontras. Dilansir Sea Life, Islands and Oceania, warna dan ornamentasi tersebut sangat berbeda dibanding betina, yang tampil lebih sederhana dengan warna cokelat kusam dan tanpa hiasan mencolok. Perbedaan ini memudahkan pengamat dan ilmuwan membedakan jantan dan betina di alam liar.

Dimorfisme semacam ini umum pada keluarga cenderawasih, jantan menampilkan bulu hias untuk menarik pasangan, sementara betina memiliki warna lebih tersamar, berfungsi sebagai kamuflase terutama saat mengerami telur atau merawat anak. Strategi ini memungkinkan jantan menjalankan ritual tampilan tanpa terlalu membahayakan keselamatan betina dan anak.

4. Hidup di kanopi hutan dan sulit ditemui

Drepanornis albertisi ssp. albertisi
drepanornis albertisi ssp. albertisi (inaturalist.org/Nigel Voaden)

Drepanornis albertisi menghabiskan sebagian besar waktunya di kanopi tinggi hutan dataran rendah Papua dan Papua Nugini. Mereka jarang turun ke tanah dan jarang terlihat manusia karena lebih menyukai area sangat rimbun. Tingkah laku ini membuat pengamatan lapangan menjadi tantangan besar.

Burung ini sering hanya terdeteksi lewat suara atau kilasan cepat di antara dedaunan. Para peneliti menggunakan teknik rekaman suara dan kamera otomatis untuk mempelajarinya. Kesulitan observasi inilah yang membuat setiap dokumentasi spesies ini menjadi pencapaian ilmiah berarti.

5. Populasi rentan terhadap kehilangan habitat

Drepanornis albertisi
drepanornis albertisi (inaturalist.org/Carlos N. G. Bocos)

Meskipun belum sepenuhnya terancam punah, Drepanornis albertisi menghadapi ancaman dari deforestasi dan pembukaan hutan. Dilansir BirdLife DataZone, penebangan pohon besar menghilangkan area kanopi yang merupakan ruang hidup utama mereka. Hilangnya habitat berdampak langsung pada penurunan peluang berkembang biak.

Spesies ini menjadi indikator kesehatan hutan Papua, jika populasinya berkurang, berarti keseimbangan ekosistem terganggu. Pelestarian hutan tropis menjadi kunci utama menjaga keberlangsungan burung-burung surga seperti Drepanornis albertisi. Upaya konservasi dan edukasi publik sangat dibutuhkan agar keindahan ini tidak hilang selamanya.

Drepanornis albertisi adalah simbol keajaiban alam Papua yang memadukan keunikan, keindahan, dan misteri. Dari paruh sabit yang dramatis hingga habitat tinggi yang sulit dijangkau, burung ini menunjukkan betapa luar biasanya keanekaragaman hayati Indonesia. Menjaga kelestarian hutan berarti menjaga masa depan burung surga ini agar tetap dapat dinikmati generasi mendatang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Menarik Ular Raja Gurun, Bisa Menahan Suhu hingga 30° C

13 Des 2025, 11:29 WIBScience