5 Fakta Menarik Spinoza, Dianggap Sebagai Filsuf Paling Radikal

Lahir pada tahun 1632 di Amsterdam, Baruch Spinoza, adalah seorang filsuf Belanda keturunan Portugis-Yahudi yang mengubah cara pandang dunia terhadap filsafat, agama, dan sains. Sejak kecil, ia menunjukkan bakat intelektual yang luar biasa di tengah lingkungan yang penuh tantangan.
Keluarga Spinoza melarikan diri dari Inkuisisi dan menetap di komunitas Sephardic, di mana ia tumbuh dan belajar dalam suasana multikultural yang memperkaya pemikirannya. Pada ulasan ini terdapat lima fakta menarik tentang Spinoza, mulai dari kemampuannya menguasai berbagai bahasa hingga pandangannya yang radikal terhadap agama dan sains.
1. Menguasai berbagai bahasa

Baruch Spinoza lahir dalam keluarga Yahudi Sephardi di Amsterdam, di mana bahasa Portugis adalah bahasa ibu keluarganya. Sejak kecil, ia sudah terpapar dengan berbagai bahasa. Selain Portugis, Spinoza tumbuh berbicara dalam bahasa Spanyol dan Ibrani. Kemampuan berbahasa ini sangat berharga, terutama saat ia mulai beranjak dewasa.
Kecintaannya terhadap bahasa membawanya pada pemahaman yang mendalam terhadap teks-teks klasik dan spiritual, memberi pengaruh besar terhadap pemikiran filosofisnya. Menariknya, ada juga bukti yang menunjukkan bahwa ia mungkin berbicara dalam bahasa Prancis serta memiliki pengetahuan tentang bahasa Italia dan Jerman.
Lingkungan sekitarnya yang multikultural, ditambah dengan hubungan bisnis keluarganya, memfasilitasi penguasaan berbagai bahasa ini. Spinoza tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana untuk mengeksplorasi berbagai tradisi intelektual dan budaya.
2. Dikucilkan karena punya pandangan yang radikal

Pada bulan Juli 1656, Baruch Spinoza resmi dikucilkan dari komunitas Yahudi-Portugis di Amsterdam melalui proses herem. Pengucilan ini diyakini berkaitan erat dengan pandangan filosofisnya yang dianggap tidak ortodoks, terutama dalam hal agama, penafsiran Alkitab, serta gagasannya mengenai keabadian jiwa.
Meskipun mengalami pengucilan, Spinoza tetap mempertahankan identitasnya sebagai seorang Yahudi sepanjang hidupnya, yang terus berinteraksi dengan beberapa anggota komunitas Yahudi. Penting untuk dicatat bahwa pengucilan ini tidak menghalangi semangat intelektualnya.
Pengalaman tersebut malah semakin memotivasi Spinoza untuk mengekspresikan ide-ide radikalnya tentang Tuhan dan alam semesta. Ia berargumen bahwa kepercayaan tradisional sering kali membatasi pemikiran manusia dan mendorong untuk mencari pemahaman yang lebih dalam tentang realitas.
3. Pernah bekerja sebagai penggiling lensa

Setelah pengucilan dari komunitas Yahudi di Amsterdam, Baruch Spinoza menemukan cara untuk menghidupi dirinya dengan bekerja sebagai penggiling lensa. Dalam profesinya ini, ia tidak hanya memproduksi lensa untuk kacamata, tetapi juga menghasilkan lensa berkualitas tinggi untuk instrumen optik seperti teleskop dan mikroskop.
Keahlian Spinoza dalam kerajinan ini sangat dihargai, dengan klien-klien terkenal seperti astronom Christiaan Huygens yang memuji hasil kerja tangannya. Pekerjaan ini sejalan dengan ketekunan dan ketelitian Spinoza, mencerminkan sifatnya yang cenderung mendalami hal-hal dengan serius.
Meskipun pekerjaannya sebagai penggiling lensa membawanya pada keberhasilan finansial, hal ini juga berdampak negatif pada kesehatannya. Debu kaca yang dihasilkan dari proses penggilingan memperburuk masalah pernapasannya, yang akhirnya menjadi salah satu penyebab kematiannya pada usia 44 tahun.
4. Selain filsafat, Spinoza tertarik dengan sains

Minat Baruch Spinoza terhadap sains sangat mencolok, terutama di tengah Revolusi Ilmiah yang melanda Eropa. Ia terlibat dalam pengembangan eksperimen dan memahami alam semesta secara mekanistik. Keterlibatannya dalam bidang optik, misalnya, menunjukkan keahliannya dalam mengasah lensa.
Dianggap sebagai seorang inovator, Spinoza berusaha menjembatani pemikiran ilmiah dengan filosofisnya, menjadikan sains sebagai bagian penting dari pemahamannya tentang dunia. Aspek menarik dari pendekatannya adalah pandangan kritisnya terhadap empirisme yang dianut oleh banyak ilmuwan sezamannya, seperti Robert Boyle.
Spinoza berargumen bahwa pengamatan empiris seharusnya berfungsi untuk mengonfirmasi atau membantah hipotesis yang telah ada, bukan menjadi sumber utama pengetahuan. Pendapat ini mencerminkan pemikirannya yang mendalam tentang bagaimana pengetahuan dibangun dan divalidasi.
5. Sering dianggap sebagai filsuf paling radikal

Baruch Spinoza sering kali dianggap sebagai salah satu filsuf paling radikal pada periode modern awal, dan pandangan-pandangan yang ia ajukan banyak menantang keyakinan yang mapan. Ia berani menolak pandangan tradisional mengenai Tuhan, mengkritik agama terorganisasi, dan mengusulkan bahwa Tuhan dan alam adalah satu.
Lebih jauh lagi, pandangan deterministik yang dia dukung menunjukkan bahwa segala sesuatu di alam semesta mengikuti rantai sebab-akibat yang niscaya. Hal ini berlawanan dengan gagasan tentang kehendak bebas yang banyak dianut masyarakat saat itu, serta penjelasan yang mengaitkan peristiwa dengan campur tangan ilahi.
Baruch Spinoza adalah salah satu filsuf yang paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat. Melalui ketajaman intelektual dan pandangan radikalnya, ia tidak hanya menantang norma-norma sosial dan agama pada masanya, tetapi juga membuka jalan bagi pemikiran modern yang lebih sekuler.