Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Unik Green Pheasant, Burung Hijau Cantik Endemik Jepang

Green pheasant (inaturalist.org/Nithit Chaiwerawattana)

Hewan-hewan yang menghuni Negeri Sakura memang tidak terlalu terkenal dan jarang dibahas. Justru, negara tersebut lebih dikenal karena keindahan alamnya, budaya masyarakatnya, dan teknologinya. Namun walau begitu bukan berarti Jepang tidak memiliki hewan endemik yang unik. Malah sebaliknya, negara yang berada di Asia Timur ini ternyata juga punya beberapa hewan endemik yang tidak biasa, salah satunya adalah Phasianus versicolor atau green pheasant.

Green pheasant sendiri adalah spesies unggas berukuran sedang yang bentuknya serupa dengan ayam. Namun jika dibandingkan dengan ayam ekornya lebih panjang, bulunya tidak terlalu lebat, dan ia punya warna hijau mencolok seperti burung merak. Walau merupakan hewan endemik populasi green pheasant juga cukup stabil dan tidak terlalu sulit ditemukan di habitat aslinya. Bahkan tak hanya itu, ternyata burung yang sering berkeliaran di rerumputan ini juga menyimpan berbagai fakta unik, lho.

1. Tidak bisa ditemukan di luar Jepang

Green pheasant (inaturalist.org/renshuchu)

Jika melihat penyebaran alaminya maka dapat disimpulkan kalau green pheasant merupakan hewan endemik Jepang. Di wilayah penyebaran alaminya ia bisa ditemukan di tiga tempat, yaitu Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Namun karena campur tangan manusia sekarang burung ini mulai ditemukan di Amerika Serikat, tepatnya di Hawaii, jelas IUCN Red List. Kemungkinan hal tersebut dapat terjadi karena adanya perang dan perdagangan. Selain itu, kehadiran green pheasant di Hawaii juga bisa berefek buruk bagi ekosistem lokal.

Walau Jepang dan Hawaii punya jarak yang cukup jauh tapi kedua daerah tersebut punya iklim yang tidak jauh berbeda sehingga burung ini bisa hidup dengan tenang di Hawaii. Setidaknya hewan ini sangat mudah ditemukan di hutan, rerumputan, daerah berkayu, dan area pertanian. Kemampuan terbang burung ini tidak terlalu baik sehingga ia lebih sering terlihat di daratan atau di semak-semak.

2. Green pheasant menunjukan dimorfisme seksual dari warna tubuh

Individu betina green pheasant (inaturalist.org/jitensha2021)

Dimorfisme seksual adalah hal yang sangat wajar ditemukan pada burung dan unggas, karenanya green pheasant juga menunjukan hal tersebut. Dimorfisme seksual pada hewan ini juga sangat mudah dikenali karena dimorfisme seksualnya ditunjukan dari perbedaan ciri fisik antara individu jantan dan betina. Jika dilihat, individu jantan jauh lebih besar dan punya warna yang lebih mencolok dan penampilan yang lebih menarik dari individu betina.

Dalam hal ini individu jantan punya badan memanjang, ekor panjang, dan membran kulit berwarna merah di wajahnya. Warna yang dimiliki individu jantan juga sangat mencolok, yaitu hitam, merah, biru, cokelat muda, jingga, abu-abu, dan hijau. Di lain sisi individu betina ukurannya jauh lebih kecil dan punya warna yang tidak menarik. Bayangkan saja, di saat individu jantan punya warna bak pelang individu betinanya hanya diselimuti warna gelap dan pucat seperti cokelat, hitam, abu-abu, dan putih.

3. Makanannya berupa serangga dan biji-bijian

Green pheasant (inaturalist.org/jitensha2021)

Dilansir Animalia, green pheasant merupakan omnivor yang bisa memakan material tumbuhan seperti biji-bijian dan hewan kecil seperti serangga atau cacing. Karena tidak ahli terbang burung ini lebih sering mencari dan mengais makanan di daratan, semak-semak, atau rerumputan. Namun dengan tubuhnya yang cukup ramping unggas ini punya gerakan yang terbilang gesit dan cukup sulit untuk ditangkap. Tak hanya oleh manusia, hewan predator seperti serigala, anjing hutan, dan burung predator juga sering kesulitan menangkap burung berwarna cerah ini.

4. Merupakan burung nasional Jepang

Green pheasant (inaturalist.org/nhm6306)

Mungkin kamu berpikir kalau green pheasant merupakan burung biasa yang punya warna mencolok. Namun hal tersebut tidak benar karena nyatanya hewan ini punya makna yang mendalam bagi penduduk Jepang, jelas iNaturalist. Bahkan burung ini juga dinobatkan sebagai burung nasional negara tersebut. Green pheasant sendiri disebut sebagai kiji dalam bahasa Jepang dan dinobatkan sebagai burung nasional pada tahun 1947.

Tak hanya sebagai burung nasional, green pheasant juga populer di kebudayaan Jepang. Pertama, masyarakat Jepang percaya kalau unggas ini takut dengan gempa bumi dan akan berteriak saat terjadi gempa bumi. Karenanya ia bisa jadi alarm alami saat terjadi gempa bumi. Ia juga dinobatkan sebagai simbol keharmonisan karena kebiasaannya berjalan berdampingan. Terakhir, ia juga diabadikan dalam uang 10,000 yen dan sering digambar sebagai karya seni oleh masyarakat lokal.

5. Sudah mampu bereproduksi sejak usia satu tahun

Green pheasant (inaturalist.org/Cristina Krippahl)

Laman AviBase menerangkan kalau green pheasant adalah hewan ovipar yang artinya ia bereproduksi dengan cara bertelur. Dalam sekali reproduksi unggas ini bisa memproduksi sekitar 6 sampai 15 butir telur dan telur-telur tersebut akan menetas dalam kurun waktu 23 sampai 25 hari. Tapi ia tak bisa bereproduksi secara terus menerus karena musim kawinnya hanya berlangsung selama tiga bulan, yaitu pada bulan Maret sampai Juni. Jika berbicara soal perkawinan hewan ini juga bisa kawin dengan cepat, yaitu pada usia satu tahun. Karena hal tersebut green pheasant mampu bereproduksi dengan cukup cepat.

Green pheasant memang bukan burung yang bisa terbang jauh dan tinggi, namun di balik kekurangannya tersebut ternyata ia menyimpan berbagai hal unik. Pertama, burung ini punya warna yang sangat bervariasi dan indah. Kedua, ia jadi burung yang sangat berharga dan bermakna bagi masyarakat Jepang. Ketiga, ia bisa bereproduksi pada usia muda. Keempat, burung ini termasuk hewan endemik Jepang. Terakhir, green pheasant membuktikan kalau keanekaragaman satwa di Jepang tidak bisa diremehkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us