7 Fakta Franklinia Alatamaha, Pohon Langka yang Berhasil Dibudidaya

- Franklinia alatamaha adalah pohon langka satu-satunya di famili teh, berasal dari Georgia, Amerika Serikat.
- Daunnya berubah warna menjadi jingga dan merah di musim gugur, sementara bunganya harum dan besar.
- Budidaya pohon ini sulit karena sistem akarnya sensitif, namun telah berhasil tumbuh kembali sebagai tanaman hias yang dibudidayakan.
Di antara kisah-kisah botani yang paling dramatis, ada satu yang paling menonjol, yaitu cerita tentang Franklinia alatamaha. Franklinia alatamaha adalah pohon yang sangat menarik dengan karakteristik unik, terutama karena sejarahnya, serta daun dan bunganya yang menawan. Di sisi lain, pohon ini juga menjadi simbol harapan kuat yang menginspirasi seluruh dunia.
Penasaran dengan kisahnya? Mari kita selami lebih dalam fakta-fakta menarik tentang Franklinia alatamaha berikut ini!
1. Hanya ada satu spesies

Franklinia alatamaha atau pohon Franklin adalah genus monotipe, alias satu-satunya spesies pohon berbunga langka yang termasuk dalam famili teh (Theaceae). Mereka berasal dari lembah Sungai Altamaha, Georgia, Amerika Serikat bagian tenggara. Pohon ini juga dikenal sebagai Gordonia pubescens hingga pertengahan abad ke-20.
Franklinia alatamaha umumnya tumbuh sebagai pohon kecil atau semak besar yang meranggas, dengan tinggi sekitar 3-10 meter. Kulit batangnya berwarna abu-abu dengan guratan vertikal putih dan tekstur berlekuk. Pohonnya bisa tumbuh dengan satu batang utama dan tajuk membulat atau sebagai semak dengan banyak cabang ramping.
2. Perubahan warna daun yang spektakuler dan bunga yang harum

Daun Franklinia alatamaha berwarna hijau tua mengkilap di musim panas dan teksturnya mirip seperti kertas. Bentuknya memanjang dan menyempit ke arah pangkal, seperti trowel alias sekop tukang batu yang terbalik, ukuran panjangnya sekitar 10-15 cm dan lebar 5 cm. Menariknya, daun ini dapat berubah warna menjadi jingga dan merah di musim gugur saat pohon masih berbunga, sehingga menciptakan kontras yang indah.
Bunga Franklinia alatamaha mekar di akhir musim panas, tepatnya di bulan Juli hingga September. Warnanya putih dan besar seperti cangkir, ukurannya sekitar 5-7,5 cm. Bunga soliter yang harum ini memiliki lima kelopak dengan benang sari berwarna kuning keemasan yang menonjol di bagian tengah. Setelah berbunga, pohon Franklin menghasilkan kapsul kayu kecil yang berbentuk oval. Butuh waktu sekitar 12–14 bulan untuk kapsul ini matang, tetapi seringkali tidak membuka sepenuhnya sampai musim gugur tahun berikutnya.
3. Sistem akar yang sensitif

Budidaya Franklinia alatamaha adalah hal yang paling menantang, karena sistem akarnya berserat sehingga sulit untuk dipindahkan. Akarnya juga tidak toleran terhadap kelembaban yang intens dan sangat rentan terhadap pembusukan, terutama yang disebabkan oleh Phytophthora cinnamomi. Oleh karena itu, pemilihan lokasi penanaman dan drainase yang baik sangatlah penting.
Pohon langka ini tidak menyukai tanah liat yang padat, melainkan tanah berpasir yang asam dan kaya akan bahan organik dengan pH antara 5-6. Meskipun dapat tumbuh di tempat teduh sebagian, tetapi mereka tetap berbunga dan menunjukkan warna musim gugur terbaiknya di bawah sinar matahari penuh. Pemberian sedikit mulsa dan penyiraman rutin di musim panas dan sepanjang musim gugur, dapat membuat Franklinia alatamaha tumbuh dan berbunga dengan sempurna, bahkan dapat hidup lebih dari satu abad.
4. Dinamakan untuk Benjamin Franklin

Kisah spesies unik ini dimulai pada tahun 1765, ketika dua ahli botani, John Bartram dan putranya, William Bartram, melakukan ekspedisi di sepanjang Sungai Altamaha, Georgia, Amerika Serikat. Setelah penemuan awal, William Bartram kembali ke lokasi tersebut beberapa kali dan berhasil mengumpulkan benih dari pohon ini pada tahun 1777. Benih tersebut lalu dibawa dan dibudidayakan di kebun mereka di Philadelphia.
Setelah beberapa tahun penelitian, William Bartram secara resmi menamai pohon ini “Franklinia alatamaha” pada tahun 1785. Nama “Franklinia” diberikan untuk menghormati teman baik ayahnya, yaitu Benjamin Franklin, sekaligus merupakan salah satu Bapak Pendiri Amerika Serikat, sementara "alatamaha" mengacu pada Sungai Altamaha tempat pohon tersebut ditemukan. Di tahun yang sama, Franklinia alatamaha pertama kali diterbitkan oleh sepupu Bartram, Humphry Marshall, dalam katalog pohon dan semak Amerika Utara berjudul Arbustrum Americanum.
5. Telah punah di alam liar sejak awal abad ke-19

Distribusi Franklinia alatamaha yang sangat terbatas pertama kali dilaporkan oleh William Bartram. Setelah Revolusi Amerika, Bartram tidak lagi menemukan populasi pohon Franklin yang tumbuh secara alami di Georgia, meskipun sudah berupaya melakukan pencarian. Oleh John Lyon, seorang kolektor tanaman Inggris, Franklinia alatamaha terakhir kali dipastikan ada di alam liar pada tahun 1803.
Penyebab pasti kepunahannya di alam liar tidak dapat diketahui, tetapi beberapa teori menyebutkan kepunahan disebabkan oleh kebakaran, banjir, koleksi berlebihan oleh kolektor tanaman, dan penyakit jamur.
6. Tumbuh kembali sebagai tanaman hias yang dibudidayakan

Meskipun Franklinia alatamaha dinyatakan punah di alam liar, tetapi pohon ini telah berhasil tumbuh kembali sebagai tanaman hias yang dibudidayakan. Keberhasilan ini tentu tidak lepas dari upaya William Bartram yang saat itu mengumpulkan benih pohon langka ini. Dilansir JSTOR Daily, dalam rangka memperingati 300 tahun kelahiran John Bartram, Bartram's Garden mengadakan sensus yang diikuti oleh 38 negara bagian, Distrik Columbia, dan delapan negara asing, untuk menemukan Franklinia alatamaha sebanyak mungkin.
Hasilnya, menakjubkan! Lebih dari 2.000 spesimen Franklinia alatamaha tumbuh di rumah, kantor, hotel, dan taman umum di seluruh dunia. Franklinia alatamaha tumbuh paling banyak di Pennsylvania, Carolina Utara, dan New Jersey, sementara di luar Amerika Serikat, pohon langka ini tumbuh di Inggris Raya, Kanada, Selandia Baru, Jerman, Belgia, Italia, Swiss, dan Irlandia.
7. Tidak dapat tumbuh kembali di habitat aslinya

Dilansir iNaturalist, Joel Fry, seorang kurator di Bartram's Garden, menduga bahwa populasi Franklinia alatamaha merupakan peninggalan glasial. Dugaan ini juga didukung oleh fosil Franklinia alatamaha dari Pliosen yang ditemukan di Eropa dan Asia. Spesies ini gagal bermigrasi kembali seiring terjadinya pemanasan Holosen sehingga terperangkap di area kecil.
Pada tahun 2002-2003, sekitar 24 benih Franklinia alatamaha ditanam di Kawasan Pengelolaan Satwa Liar Altamaha demi mengembalikan spesies ini ke habitat aslinya. Namun, upaya reintroduksi tersebut tidak membuahkan hasil. Maka tidak heran, jika tumbuhan misterius ini menjadi spesimen yang sangat dihargai di kebun raya, arboretum, dan koleksi tanaman di seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat bagian tenggara.
Meskipun tragis, kisah Franklinia alatamaha menjadi salah satu cerita sukses dalam upaya konservasi tumbuhan, terlebih konservasi ini dilakukan dengan cara ex-situ atau pelestarian di luar habitat aslinya. Kesuksesan ini menunjukkan bahwa campur tangan manusia yang tepat waktu dapat menyelamatkan sebuah spesies dari kepunahan. Meskipun memerlukan perhatian khusus, tetapi keindahan bunga dan daunnya yang spektakuler juga menjadikan tanaman langka ini sangat dicari.