Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Asal-usul Berbagi Amplop Lebaran, Kapan Mulai Dilakukan?

ilustrasi amplop Lebaran (unsplash.com/Nahrizul Kadri)

Idul Fitri terasa istimewa, terlebih bagi anak-anak. Bagaimana tidak, momen ini menjadi kesempatan untuk bersilaturahmi dengan saudara yang tak pernah jumpa. Tak hanya bersalam-salaman, mereka yang lebih tua kerap kali menyelipkan amplop berisi uang saku kepada anak-anak. Tentunya menyenangkan, bukan?

Erat dengan momen Idul Fitri, bagaimana asal-usul berbagi amplop Lebaran ini dimulai? Ada berbagai pendapat terkait awal munculnya budaya tersebut di Indonesia. Salah satunya adalah hasil akulturasi dengan budaya lain. Begini penjelasannya.

Asal-usul berbagi amplop Lebaran

Konon, tradisi memberikan uang saku saat Lebaran dimula pada awal Abad Pertengahan. Pada masa itu, kekhalifahan Fatimiyah di Afrika Utara membagikan uang, pakaian, atau permen kepada rakyatnya pada hari pertama Idul Fitri.

Tradisi tersebut berlangsung hingga akhir era Ottoman atau sekitar 5 abad kemudian. Akan tetapi, kebiasaan ini mengalami sedikit perubahan. Bukan lagi pemberian ke rakyat, tetapi lebih seperti hadiah kepada keluarga.

Sementara itu, tradisi memberikan uang kepada sanak-saudara saat Lebaran merupakan bagian dari praktik sosial untuk memperkuat persaudaraan. Dalam Islam, ini juga menjadi wujud nilai kedermawanan.

Lantas, bagaimana tradisi tersebut bisa masuk ke Indonesia? Sayangnya, tidak ditemukan catatan sejarah mengenai pemberian angpau Lebaran di Indonesia. Akan tetapi, ada cerita sosok kaisar yang datang ke Jawa dan memberi uang sebagai tanda tali asih, sebagaimana penjelasan Moordiati, S.S., M.Hum., menjelaskan dalam situs Universitas Airlangga.

Hal tersebut lantas berkembang dan diadopsi menjadi kebiasaan orang tua untuk memberi uang saku kepada mereka yang lebih mudah sebagai tanda kasih sayang. Lantas, kenapa dilakukan pada momen Lebaran? Nah, pada momen ini, pemberian hadiah menjadi apresiasi bagi sang anak yang telah menjalankan puasa selama sebulan lamanya.

Akan tetapi, tradisi ini lantas berubah menjadi ciri khas Lebaran. Siapa saja bisa memberikan uang saku ke mereka yang lebih muda. Beberapa bahkan orang menganggapnya sebagai kewajiban.

Kenapa pakai uang baru?

ilustrasi uang (freepik.com/8photo)

Ada yang lebih unik dari tradisi memberikan uang saku saat Lebaran ini. Di Indonesia, uang yang diberikan kerap kali merupakan uang baru. Jasa penukaran pun laku. Bahkan ada yang menjajakannya di pinggir jalan. Pertanyaannya, kenapa harus uang baru?

Tren ini berkembang sekitar tahun 90-an. Alasannya pun sangat unik. Uang baru dianggap lebih pantas diberikan kepada orang lain. Bukan hanya itu, uang baru juga berkaitan dengan Idul Fitri yang identik dengan kesucian. Nah, sama seperti baju baru, anggapannya uang pun demikian. 

Di sisi lain, besaran angpau Lebaran juga menjadi gambaran status sosial seseorang, lho. Makin tinggi status sosialnya, besaran nominal yang diberikan pun semakin besar. 

Meski asal-usul berbagi amplop Lebaran tidak sepenuhnya bisa jelas ditelusuri, makna yang terkandung di dalamnya sangat bisa diamini. Bukan sebuah kewajiban, pemberian uang saku merupakan langkah baik untuk mempererat persaudaraan. Namun, kalau tidak ada juga tak perlu dipaksakan, ya.

Referensi:

"Mengulik Sejarah Angpau Lebaran". Universitas Airlangga. Diakses Maret 2025.
"Cash Spreads the Joy of Eid". Cash Matters. Diakses Maret 2025.

Share
Topics
Editorial Team
Lea Lyliana
Laili Zain Damaika
Lea Lyliana
EditorLea Lyliana
Follow Us